: Analisa Pesan dalam ‘Penggambaran Kembali’ Pengalaman dari Teater ‘Segera’’ Karya Rahman Sabur
Jefri al Malay
Riau Pos, 23 Juni 2013
PESAN dalam sebuah pementasan teater atau drama menjadi sesuatu yang dapat digambarkan kembali tatkala ia mengusik minda kita. Pesan yang didapat itu bisa saja menjadi beragam tafsir, tergantung latar belakang (perspektif) dari mana hal itu dipandang. Kelompok Teater Payung Hitam dengan pementasannya berjudul ‘’Segera’’ karya Rahman Sabur yang telah dipentaskan di Anjung Seni Idrus Tintin (18/6), saya kira akan menjadi sesuatu yang menyimpan misteri di kepala kita, dalam arti kata akan bermunculan beragam tafsir setelah kita menyaksikannya.
Dan saya dari sekian banyak penonton akan mencoba menafsir pesan yang tersembunyi diantara ‘teror’ gerak dan set properti yang telah dieksplorasi sedemikan rupa oleh sutradara Rahman Sabur. Tentu saja dalam hal ini, saya sudah memiliki ‘konsep’ saya sendiri dengan berusaha melihat adanya pola-pola hubungan di balik pengalaman pentas tersebut.
Dengan demikian ‘’Segera’’ karya Rahman Sabur dapat dilihat dari dua macam jenis aspek yakni teater sebagai pengalaman wujud pandangan mata (apa yang tampak) dan teater sebagai rasa yakni tatkala bentuk-bentuk gerak, bunyi, cahaya, seni rupa, musik dan pesan yang terbaca mengalami proses ‘pencernaan’.
Teater Sebagai Apa yang Tampak
Sebagai pengalaman wujud pandangan mata, teater ‘’Segera’’ yang apabila dilihat secara kasat mata adalah sebuah panggung teater yang menghadirkan penggal atau sketsa-sketsa hidup gambaran dari nilai-nilai ‘kebaikan’ yang bertembung dengan ‘keburukan’. Ia menjadi semacam ironis dalam kehidupan. Betapa tidak, setiap aktor dan set properti yang telah dieksplorasi oleh sutradara, menggambarkan kesan kekerasan, kemuakan, kengerian, ketakutan, kecemasan, kecintaan dan juga kemirisan yang pada akhirnya harus ditertawakan.
Hal itu dapat kita temui di beberapa penggal dalam pementasan tersebut. Perempuan yang duduk di kursi plastik, mengarahkan senter dimukanya kemudian menjatuhkan diri atau terjatuh berkali-kali dengan gerakan serupa itu juga. Tidakkah ini mengisyaratkan apa yang saya maksudkan di atas. Laki-laki yang kakinya terikat tali plastik dan jiregen kecil, merasa risih dengan hal itu ia pun berusaha melepaskannya. Dalam kecemasan dan kemuakannya itu, pada akhirnya menghancurkan setting yang telah tertata di atas panggung. Tentu saja hal itu sudah diatur sedemikian rupa oleh penata artistiknya. Dan hal itu pula yang jadi menarik, kejelian sutradara dalam menempatkan detil-detil set properti menjadi hal yang akrobatik. Dalam sekejap mata, seting hancur dan menjadi tumpukan sampah plastik di atas panggung.
Saya kira di sinilah semuanya bermula. Di sinilah bermula ketakutan itu, kecemasan, kemuakan, kemirisan, kelucuan terhadap kebodohan. Karena memang yang terhidang di depan mata adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri dari hal yang tersebut di atas. Tetapi ia-nya tentu saja tidak dalam bentuk verbal. Ia hadir dalam bentuk simbol dan bisa saja hadirnya bahkan tidak kita kenal. Tetapi bukankah simbol merupakan dunia batas antara yang dikenal dan ‘yang lain’ yang tak dikenal itu.
Rahman Sabur sebagai sutradara saya kira dalam pementasannya itu tidak pula menempatkan simbol yang tidak berlandaskan budaya kita. Artinya kita akan menemukan dari apa yang ternampak berbagai kemungkinan-kemungkinan pesan dari simbol yang dihadirkan. Namun perlu saya paparkan bahwa kesan yang muncul tersebut tidaklah menyamai ketika kita menyaksikan langsung dengan peristiwa-peristiwa pembunuhan atau tindak kekerasan lainnya seperti perut tebusai, kepala terpenggal, dan lainnya. Kesan yang kita tangkap sudah terkemas ke dalam wilayah estetika seni.
Nah, ke semua itu bila dikaitkan dengan pesan yang hendak disampaikan Pentas ‘’Segera’’ ini menurut hemat saya adalah persoalan keberaadan plastik. Sebagaimana yang tertera di ulasan pada booklet yang diberikan bahwa dampak negatif sampah plastik tidak sebesar fungsinya. Butuh waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah. Saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air. Jika dibakar akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan yaitu jika proses pembakarannya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai dioksin. Senyawa ini sangat berbahaya bila terhirup manusia. Dampaknya antara lain, dapat memicu penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati, gangguan sistem syaraf, dan memicu depresi.
Tahukah kita selama ini bahaya plastik sedemikian mengerikan? Sementara itu, dalam keseharian kita hampir keseluruhan kebutuhan membutuhkan dan menggunakan plastik yang telah di daur ulang. Bahkan sampai kepada permainan anak-anak. Inilah yang barangkali disebut dengan ironis oleh sutradara. Sesuatu yang kita cintai karena efesien, ekonomis dan sekaligus pula harus kita benci.
Teater Sebagai Rasa
Mari pula kita kaitkan pesan dengan simbol gerak, set properti dari pengalaman pementasan ke dalam sebutan saya tadi yaitu teater sebagai rasa.
Teater Payung Hitam dengan sadar sebenarnya menghadirkan pesan dalam bentuk eksplorasi bahasa tubuh dan set properti untuk kemudian kita rasakan dengan penuh kesadaran. ‘Rasa’ yang saya maksudkan di sini adalah hasil tangkapan inderawi terhadap suatu objek yang kemudian dikaitkan pula dengan tema yang disuguhkan sebuah pementasan atau karya. Tentu saja di sini perlu proses pencernaan.
Kita atau katakanlah saya, begitu terasa mengasyikkan tatkala mengapresiasi pentas ‘’Segera’’ meskipun sebenarnya diteror dengan berbagai simbol, emosi yang terbangun, ketegangan, tensi meninggi, keterkejutan, kelucuan tetapi kemudian begitu pementasan selesai, ada semacam rasa yang hinggap bahwa sketsa-sketsa yang telah dikemas oleh sutradara adalah sebuah peristiwa ironis yang merasuk ke dalam diri.
Awalnya kita terpana dengan gerak atau pilihan komposisi bloking namun kemudian sutradara ‘mematahkannya’ dengan kejutan atau bahkan sentakan yang tak disangka-sangka. Awalnya kita merasa nyaman dengan set properti tapi sekejap kemudian hancur menjadi sampah-sampah plastik yang menyelerak di atas panggung. Dan banyak lagi sketsa yang hadirnya serupa demikian.
‘Rasa’ ini yang kemudian saya kira dialihkan dalam proses pementasan ini. Kita begitu dekat dengan yang namanya plastik tapi kemudian ternyata plastik itu berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Kita begitu membutuhkan, begitu merasa dimudahkan oleh fungsi plastik tetapi kita justru akan tersiksa olehnya. Begitu riang anak-anak bermain dengan permainan yang terbuat dari plastik namun diantara keriangan mereka ternyata ada bencana di kemudian harinya. Nah, demikian yang saya maksudkan teater sebagai rasa. Di sebalik teror yang terhidang di atas panggung, terselip rasa ironis tersebut.
Teater Payung Hitam dengan ciri khasnya adalah menghilangkan kata-kata verbal dari pentas. Para pemain menjadi aktor sekaligus benda-benda yang ‘berbahasa’. Imaji kita terbangun dari tawaran bentuk tubuh dan gerak manusia, bunyi-bunyi yang biasa dan tak biasa, tata cahaya dan ke semua teknik yang terus digali kemungkinannya. Tetapi itu pula yang kemudian menurut saya menjadi menarik untuk diapresiasi. Karena meskipun kesempurnaan komunikasi itu adalah bahasa ternyata sesuatu yang bukan kata-kata verbal mampu juga mengantarkan sepaket pesan di pangkuan kita. Syabas Teater Payung Hitam yang sudah pentas di Negeri Lancang Kuning.
*) Jefri al Malay, Dikenal sebagai sastrawan muda Riau yang telah menghasilkan banyak karya sastra seperti sajak, cerpen dan esai. Buku kumpulan puisinya yang baru terbit berjudul ‘’Ke mana Nak Melenggang’’ Selain itu, alumni Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) dan saat ini sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unilak. Jefri tergabung di Sanggar Teater Matan. Bermastautin di Kota Bertuah Pekanbaru.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/06/plastik-dicintai-sekaligus-dibenci.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar