Rabu, 27 Maret 2013

PUISI-PUISI YANG BERSELIMUT TEBAL

Ragdi F. Daye
harianhaluan.com, 27 Maret 2011

Sebagai karya sastra, puisi mengekspresikan pengalaman hidup manusia dan pemahaman­nya tentang kehidupan melalui bahasa yang estetis. Berbeda dengan prosa yang mempunyai peluang menyampaikan maksud dengan kapasitas ruang ekspresi yang cukup luas, puisi memadat­kan gagasan dalam tubuh yang ramping. Konsekuensinya, puisi perlu menyaring dan memilah kata-kata secara lebih ekstrem untuk menghantarkan maksud pengarangnya. Bahasa dalam puisi merupakan kristalisasi atas bahasa yang biasa digunakan dalam keseharian. Inilah yang menim­bulkan aspek estetika di dalam tubuh unik puisi.

Aspek estetika tersebut me­mung­kinkan terjadinya komunikasi antara penyair sebagai pencipta puisi dan pembaca yang kelak merefleksikan dirinya pada teks. Apabila bahasa yang digunakan oleh penyair dapat dipahami secara seimbang oleh pembaca, komunikasi makna pun tercapai. Apa yang dimaksudkan penyair ikut dirasakan oleh pembaca. Kegelisahan dan keperihan penyair juga menimbulkan pembaca gelisah dan menderita perih. Namun, komunikasi tersebut tidak mudah karena dunia pengalaman sang penyair berbeda dengan pembaca. Di sanalah kekuatan refleksi bahasa memegang peranan penting, ketika dunia yang dialami oleh penyair dapat terhadirkan dan secara sejajar dapat diterima oleh pembacanya. Kalaupun sang pembaca tidak sepenuhnya mema­hami apa yang dimaksudkan penyair, namun bahasa yang membangun teks puisi memung­kinkan pembaca mendapatkan bias atau pantulan kehidupan dan pengalamannya pada teks tersebut, sehingga dia pun secara sadar atau tidak, secara memuaskan atau tidak, telah mencerap makna dari teks tersebut.

Rumit dan Sederhana

Memasuki puisi seperti beren­dam di kolam, tak akan terasa hangat atau sejuk airnya bila kita tidak masuk ke dalamnya. Dimu­lai dengan menyentuh air, mence­lupkan tangan atau kaki, dan mencebur ke dalamnya. Setelah berada di dalamnya, kita pun dapat membuka diri untuk mem­bi­arkan tubuh merasakan aliran sensasi yang meresap melalui pori-pori. Memang, menikmati kolam bisa juga dengan sekadar duduk-duduk di pinggirnya sambil membasuh muka dan tangan serta membasahkan kaki, namun rasa yang direguk tentu berbeda dibanding bila telah berendam dan berkecimpung di dalamnya.

Puisi-puisi Nirwan Dewanto dalam Buli-Buli Lima Kaki (GPU, 2010) ini bagi saya seperti kolam eksotis yang misterius. Saya begitu tergoda untuk mencebur ke dalamnya, namun remang kabut dan aneka makhluk-tak-dikenal yang menyesak di sekelilingnya membuat hati saya gugup untuk melompat masuk, mengukur kedalaman dan menikmati keinda­hannya. Hanya setelah mengum­pulkan segenap keberanian dan sedikit bekal, saya dapat memasu­kinya. Tapi entahlah, apa sudah sampai ke dasar paling dasar atau hanya permukaan dangkal.

Sebagian besar puisi dalam buku ini berbicara tentang hal-hal yang sebenarnya sederhana; tentang hewan, makanan, tumbu­han, tempat, orang-orang, peristi­wa, atau pun benda-benda yang ada atau dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Peoni, misalnya. Bagi orang Indonesia mungkin nama itu tidak akrab, namun ia merupakan bunga belaka. Ia adalah sejenis bunga rempah yang berasal dari Tiong­kok dan biasa dipakai sebagai hiasan ornamen keramik. Bentuk­nya seperti mawar, namun mempu­nyai mahkota yang agak luas. Perilaku bunga ini adalah setelah mekar di awal musim semi, ia perlahan-lahan melayu ke tanah dan mati. Puisi ini berbicara tentang lahir-hidup-mati melalui bunga yang tak sepopuler mawar.

Puisi-puisi Nirwan cenderung diselimuti oleh kata-kata dan frase yang terasa asing sehingga meman­cing saya untuk membuka kamus atau pun browsing di internet. Sering saya berhenti sebentar untuk mencari makna suatu kata atau mencari informasi tentang nama dan istilah tertentu. Memang melelahkan, namun membawa saya pada dunia baru yang belum saya kenal, lama-lama mengasyik­kan. Bila sedang tak serajin itu, saya akan mengacuhkan saja kata-kata referensial yang bertaburan dan memandang si puisi dengan sesederhana mungkin. Misalnya puisi “Asal Usul Kebahagiaan”, saya paham bahwa kebahagiaan itu akan dapat dirasakan ketika kita bisa menerima sesuatu dengan apa adanya, seiklas-iklasnya, dan merasakan pesonanya.

Sebagian besar puisi Nirwan ini dirangkai dengan nama-nama dan istilah dari berbagai bidang dan dari berbagai belahan bumi. Di antaranya bertuliskan nama tokoh di bawah judul yakni tokoh-tokoh dari bidang seni rupa dan puisi. Untuk lebih leluasa mema­suki puisinya, memang dibutuhkan penjelajahan mencari referensi. Terutama agar dapat memaknai secara pas. Walau tidak ada jaminan bahwa referensi tersebut memang menguatkan makna puisi atau nonsens.

Esha Tegar Putra telah melaku­kan penelusuran atas nama-nama tokoh di bawah judul sejumlah puisi. Hasilnya mengejutkan, ada beberapa puisi yang mempunyai hubungan erat dengan karya seni rupa yang dikerjakan oleh tokoh yang namanya tertulis itu, seperti Max Ernst pada puisi “Gajah Sulawesi” dan Anish Kapoor pada puisi “Telur Chicago”. Apakah Nirwan Dewanto menulis puisi dari karya rupa? Entahlah, yang jelas dia memang seseorang yang punya perhatian besar terhadap karya rupa dan sering menjadi kurator di bidang itu. Apabila benar bahwa ada puisi Nirwan yang diciptakan dengan sumber ide dunia dalam karya rupa, itu adalah suatu hal yang menarik. Pengarang atau penyair dapat memaknai alam semesta untuk menulis, termasuk alam di dalam lukisan, lebih-lebih bila menafsir­kannya melalui karya sastra. Karya rupa dapat menjadi sumber ide untuk menulis karya sastra, itu sebuah jalan yang unik. Hanya saja, apabila puisi memindahkan realitas dalam karya rupa secara ‘utuh’ begitu saja, puisi menjadi transformasi belaka. Nilainya bisa tak kalah menyedihkan dibanding novel-novel adaptasi dari film.

Perihal Erotika dan Parodi

Buli-buli merupakan sejenis guci atau botol kecil. Benda ini dapat digunakan untuk menyim­pan barang-barang kecil atau minyak wangi. Buli-buli juga dikaitkan dengan organ reproduk­si/ sekresi laki-laki yakni kantung kemih sehingga dapat dihubung­kan dengan alat kelamin. Di dalam ilmu kedokteran, salah satu jenis kanker prostat adalah kanker buli-buli atau kanker kantung kemih. Pada judul buku ini, buli-buli sepertinya mengacu pada guci kecil karena memiliki kaki. Namun, kandungan makna yang kedua sepertinya ikut mewakili isi buku ini.

Tidak satu-dua saya temukan puisi yang mengandung unsur erotika. Sebagian hanya berupa kilasan, namun ada juga yang cukup intens seperti dalam “Sapi Lada Hitam”, “Bulan Madu”, dan “Virgo”. Secara teori, istilah erotika berbeda dengan pronogra­fi. Menurut KBBI edisi ketiga, erotika adalah karya sastra yang tema atau sifatnya berkenaan dengan nafsu kelamin atau kebera­hian.

Di dalam puisi “Sapi Lada Hitam” (hal. 31-32) berulang kali muncul kata buli-buli yang mengacu pada pengertian kedua. Puisi bersubjudul Francis Bacon itu menceritakan dua orang yang menyembelih seekor sapi untuk hidangan mereka diselingi adegan persetubuhan. Mungkin puisi ini ada hubungannya dengan peristiwa pemancungan Pangeran Essex, sahabat Francis Bacon yang hendak mengkudeta Ratu Eliza­beth di abad ke-16, atau tentang cinta terlarang pelukis bernama sama di abad 20, atau bisa saja tak berhubungan sama sekali. Tapi beberapa bagian dalam puisi ini terdapat unsur erotisisme.

Selain erotika, saya juga menemukan kenakalan Nirwan dengan memarodikan sesuatu yang telah ada dan mapan. Seperti ‘mempermainkan’ peribahasa, doa, dan puisi terkenal.

Puisi “Belaka” (hal. 131-132) adalah ‘olok-olok’ atas puisi “Aku Ingin (Mencintaimu dengan Sederhana)” karya Sapardi Djoko Damano yang telah terkenal.

Puisi lain yang berisi parodi adalah “Doa Musim Gugur” (hal. 158-162) yang merupakan puisi terakhir dalam kumpulan ini. Puisi ini diawali dengan gaya pembuka surat (dalam Al Quran): “Demi waktu yang memisahkan nyanyi dari pahala, lemak dari susu, kau dari kulit, aku dari akar”, disertai ungkapan “Mahabenar majas dengan segala muslihatnya”, dan ditutup dengan “Aku berlindung kepada lidahmu dari godaan nahu yang terkutuk.”

Apa maksud Nirwan dengan berparodi begitu? Saya pikir, itu tak jauh berbeda dengan motif-motif puisinya: bereksperimen dengan bahasa yang membuat pembaca sesak napas untuk menunjukkan jalan puisinya, sekaligus bersenang-senang. Bu­kan­kah puisi juga media ekspresi menghibur diri?

Kampung dan Kosmopolitan

“Pengarang Telah Mati” demi­kian ungkapan yang biasa dimahf­umi ketika membaca karya sastra. Bicara karya sastra berarti murni membicarakan teks. Namun, karena di dalam teks banyak jejak-jejak ‘lekat tangan’ si pengarang yang memengaruhi karya cipta­annya, seolah ada sebagian jiwanya menyisip di dalam teks, maka saya merasa perlu mengenal penyairnya. Membaca puisi-puisi dalam buku Buli-Buli Lima Kaki ini, saya tidak bisa untuk tidak mengaitkan dengan sosok Nirwan Dewanto yang seorang kritikus sastra, kurator seni rupa, dan pernah hidup di negeri asing (luar Indo­nesia, terutama Amerika Serikat dan Eropa). Bila puisi-puisi Nirwan tampak ‘melenceng’ dari kecende­rungan puisi-puisi penyair Indo­nesia, ini disebabkan oleh dunia pengalaman yang mempengaruhi sudut pandangnya dalam memak­nai kehidupan, termasuk atas minat, pikiran, dan gaya bertutur­nya.

Semua itu malah memperkaya warna dalam puisinya. Saya menemukan nuansa kampung dalam alam kosmopolitan. Aneka bau bumbu dan rempah-rempah di dapur kampung berbaur dengan suasana negeri empat musim yang bersalju, musim semi, tumbuhan-tumbuhan berdaun jingga, dan lanskap kota yang asing. Mes­kipun bermain-main dengan hal-hal yang asing atau ganjil, Nirwan masih penyair Indonesia yang rajin dan ambisius dalam menggali khazanah bahasa Indonesia. Puisi-puisinya banyak memakai kata-kata yang terasa janggal bagi orang yang tak mengenalnya, seperti ‘semenjana’, ‘hujah’, ‘jirih’, ‘cerpelai’, ‘tarikh’, atau ‘padma’, serta menggunakan rangkaian kata (frase dan klausa) yang ganjil, namun itu memperkaya puisi. Buli-Buli Lima Kaki ini seperti menunjukkan bahwa Nirwan Dewanto masih ‘mengerjakan’ puisi.
Ragdi F. Daye, Pengarang tinggal di Padang.

Dijumput dari: http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2939:puisi-puisi-yang-berselimut-tebal&catid=41:kultur&Itemid=193

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae