Ragdi F. Daye
harianhaluan.com, 27 Maret 2011
Sebagai karya sastra, puisi mengekspresikan pengalaman hidup manusia dan pemahamannya tentang kehidupan melalui bahasa yang estetis. Berbeda dengan prosa yang mempunyai peluang menyampaikan maksud dengan kapasitas ruang ekspresi yang cukup luas, puisi memadatkan gagasan dalam tubuh yang ramping. Konsekuensinya, puisi perlu menyaring dan memilah kata-kata secara lebih ekstrem untuk menghantarkan maksud pengarangnya. Bahasa dalam puisi merupakan kristalisasi atas bahasa yang biasa digunakan dalam keseharian. Inilah yang menimbulkan aspek estetika di dalam tubuh unik puisi.
Aspek estetika tersebut memungkinkan terjadinya komunikasi antara penyair sebagai pencipta puisi dan pembaca yang kelak merefleksikan dirinya pada teks. Apabila bahasa yang digunakan oleh penyair dapat dipahami secara seimbang oleh pembaca, komunikasi makna pun tercapai. Apa yang dimaksudkan penyair ikut dirasakan oleh pembaca. Kegelisahan dan keperihan penyair juga menimbulkan pembaca gelisah dan menderita perih. Namun, komunikasi tersebut tidak mudah karena dunia pengalaman sang penyair berbeda dengan pembaca. Di sanalah kekuatan refleksi bahasa memegang peranan penting, ketika dunia yang dialami oleh penyair dapat terhadirkan dan secara sejajar dapat diterima oleh pembacanya. Kalaupun sang pembaca tidak sepenuhnya memahami apa yang dimaksudkan penyair, namun bahasa yang membangun teks puisi memungkinkan pembaca mendapatkan bias atau pantulan kehidupan dan pengalamannya pada teks tersebut, sehingga dia pun secara sadar atau tidak, secara memuaskan atau tidak, telah mencerap makna dari teks tersebut.
Rumit dan Sederhana
Memasuki puisi seperti berendam di kolam, tak akan terasa hangat atau sejuk airnya bila kita tidak masuk ke dalamnya. Dimulai dengan menyentuh air, mencelupkan tangan atau kaki, dan mencebur ke dalamnya. Setelah berada di dalamnya, kita pun dapat membuka diri untuk membiarkan tubuh merasakan aliran sensasi yang meresap melalui pori-pori. Memang, menikmati kolam bisa juga dengan sekadar duduk-duduk di pinggirnya sambil membasuh muka dan tangan serta membasahkan kaki, namun rasa yang direguk tentu berbeda dibanding bila telah berendam dan berkecimpung di dalamnya.
Puisi-puisi Nirwan Dewanto dalam Buli-Buli Lima Kaki (GPU, 2010) ini bagi saya seperti kolam eksotis yang misterius. Saya begitu tergoda untuk mencebur ke dalamnya, namun remang kabut dan aneka makhluk-tak-dikenal yang menyesak di sekelilingnya membuat hati saya gugup untuk melompat masuk, mengukur kedalaman dan menikmati keindahannya. Hanya setelah mengumpulkan segenap keberanian dan sedikit bekal, saya dapat memasukinya. Tapi entahlah, apa sudah sampai ke dasar paling dasar atau hanya permukaan dangkal.
Sebagian besar puisi dalam buku ini berbicara tentang hal-hal yang sebenarnya sederhana; tentang hewan, makanan, tumbuhan, tempat, orang-orang, peristiwa, atau pun benda-benda yang ada atau dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Peoni, misalnya. Bagi orang Indonesia mungkin nama itu tidak akrab, namun ia merupakan bunga belaka. Ia adalah sejenis bunga rempah yang berasal dari Tiongkok dan biasa dipakai sebagai hiasan ornamen keramik. Bentuknya seperti mawar, namun mempunyai mahkota yang agak luas. Perilaku bunga ini adalah setelah mekar di awal musim semi, ia perlahan-lahan melayu ke tanah dan mati. Puisi ini berbicara tentang lahir-hidup-mati melalui bunga yang tak sepopuler mawar.
Puisi-puisi Nirwan cenderung diselimuti oleh kata-kata dan frase yang terasa asing sehingga memancing saya untuk membuka kamus atau pun browsing di internet. Sering saya berhenti sebentar untuk mencari makna suatu kata atau mencari informasi tentang nama dan istilah tertentu. Memang melelahkan, namun membawa saya pada dunia baru yang belum saya kenal, lama-lama mengasyikkan. Bila sedang tak serajin itu, saya akan mengacuhkan saja kata-kata referensial yang bertaburan dan memandang si puisi dengan sesederhana mungkin. Misalnya puisi “Asal Usul Kebahagiaan”, saya paham bahwa kebahagiaan itu akan dapat dirasakan ketika kita bisa menerima sesuatu dengan apa adanya, seiklas-iklasnya, dan merasakan pesonanya.
Sebagian besar puisi Nirwan ini dirangkai dengan nama-nama dan istilah dari berbagai bidang dan dari berbagai belahan bumi. Di antaranya bertuliskan nama tokoh di bawah judul yakni tokoh-tokoh dari bidang seni rupa dan puisi. Untuk lebih leluasa memasuki puisinya, memang dibutuhkan penjelajahan mencari referensi. Terutama agar dapat memaknai secara pas. Walau tidak ada jaminan bahwa referensi tersebut memang menguatkan makna puisi atau nonsens.
Esha Tegar Putra telah melakukan penelusuran atas nama-nama tokoh di bawah judul sejumlah puisi. Hasilnya mengejutkan, ada beberapa puisi yang mempunyai hubungan erat dengan karya seni rupa yang dikerjakan oleh tokoh yang namanya tertulis itu, seperti Max Ernst pada puisi “Gajah Sulawesi” dan Anish Kapoor pada puisi “Telur Chicago”. Apakah Nirwan Dewanto menulis puisi dari karya rupa? Entahlah, yang jelas dia memang seseorang yang punya perhatian besar terhadap karya rupa dan sering menjadi kurator di bidang itu. Apabila benar bahwa ada puisi Nirwan yang diciptakan dengan sumber ide dunia dalam karya rupa, itu adalah suatu hal yang menarik. Pengarang atau penyair dapat memaknai alam semesta untuk menulis, termasuk alam di dalam lukisan, lebih-lebih bila menafsirkannya melalui karya sastra. Karya rupa dapat menjadi sumber ide untuk menulis karya sastra, itu sebuah jalan yang unik. Hanya saja, apabila puisi memindahkan realitas dalam karya rupa secara ‘utuh’ begitu saja, puisi menjadi transformasi belaka. Nilainya bisa tak kalah menyedihkan dibanding novel-novel adaptasi dari film.
Perihal Erotika dan Parodi
Buli-buli merupakan sejenis guci atau botol kecil. Benda ini dapat digunakan untuk menyimpan barang-barang kecil atau minyak wangi. Buli-buli juga dikaitkan dengan organ reproduksi/ sekresi laki-laki yakni kantung kemih sehingga dapat dihubungkan dengan alat kelamin. Di dalam ilmu kedokteran, salah satu jenis kanker prostat adalah kanker buli-buli atau kanker kantung kemih. Pada judul buku ini, buli-buli sepertinya mengacu pada guci kecil karena memiliki kaki. Namun, kandungan makna yang kedua sepertinya ikut mewakili isi buku ini.
Tidak satu-dua saya temukan puisi yang mengandung unsur erotika. Sebagian hanya berupa kilasan, namun ada juga yang cukup intens seperti dalam “Sapi Lada Hitam”, “Bulan Madu”, dan “Virgo”. Secara teori, istilah erotika berbeda dengan pronografi. Menurut KBBI edisi ketiga, erotika adalah karya sastra yang tema atau sifatnya berkenaan dengan nafsu kelamin atau keberahian.
Di dalam puisi “Sapi Lada Hitam” (hal. 31-32) berulang kali muncul kata buli-buli yang mengacu pada pengertian kedua. Puisi bersubjudul Francis Bacon itu menceritakan dua orang yang menyembelih seekor sapi untuk hidangan mereka diselingi adegan persetubuhan. Mungkin puisi ini ada hubungannya dengan peristiwa pemancungan Pangeran Essex, sahabat Francis Bacon yang hendak mengkudeta Ratu Elizabeth di abad ke-16, atau tentang cinta terlarang pelukis bernama sama di abad 20, atau bisa saja tak berhubungan sama sekali. Tapi beberapa bagian dalam puisi ini terdapat unsur erotisisme.
Selain erotika, saya juga menemukan kenakalan Nirwan dengan memarodikan sesuatu yang telah ada dan mapan. Seperti ‘mempermainkan’ peribahasa, doa, dan puisi terkenal.
Puisi “Belaka” (hal. 131-132) adalah ‘olok-olok’ atas puisi “Aku Ingin (Mencintaimu dengan Sederhana)” karya Sapardi Djoko Damano yang telah terkenal.
Puisi lain yang berisi parodi adalah “Doa Musim Gugur” (hal. 158-162) yang merupakan puisi terakhir dalam kumpulan ini. Puisi ini diawali dengan gaya pembuka surat (dalam Al Quran): “Demi waktu yang memisahkan nyanyi dari pahala, lemak dari susu, kau dari kulit, aku dari akar”, disertai ungkapan “Mahabenar majas dengan segala muslihatnya”, dan ditutup dengan “Aku berlindung kepada lidahmu dari godaan nahu yang terkutuk.”
Apa maksud Nirwan dengan berparodi begitu? Saya pikir, itu tak jauh berbeda dengan motif-motif puisinya: bereksperimen dengan bahasa yang membuat pembaca sesak napas untuk menunjukkan jalan puisinya, sekaligus bersenang-senang. Bukankah puisi juga media ekspresi menghibur diri?
Kampung dan Kosmopolitan
“Pengarang Telah Mati” demikian ungkapan yang biasa dimahfumi ketika membaca karya sastra. Bicara karya sastra berarti murni membicarakan teks. Namun, karena di dalam teks banyak jejak-jejak ‘lekat tangan’ si pengarang yang memengaruhi karya ciptaannya, seolah ada sebagian jiwanya menyisip di dalam teks, maka saya merasa perlu mengenal penyairnya. Membaca puisi-puisi dalam buku Buli-Buli Lima Kaki ini, saya tidak bisa untuk tidak mengaitkan dengan sosok Nirwan Dewanto yang seorang kritikus sastra, kurator seni rupa, dan pernah hidup di negeri asing (luar Indonesia, terutama Amerika Serikat dan Eropa). Bila puisi-puisi Nirwan tampak ‘melenceng’ dari kecenderungan puisi-puisi penyair Indonesia, ini disebabkan oleh dunia pengalaman yang mempengaruhi sudut pandangnya dalam memaknai kehidupan, termasuk atas minat, pikiran, dan gaya bertuturnya.
Semua itu malah memperkaya warna dalam puisinya. Saya menemukan nuansa kampung dalam alam kosmopolitan. Aneka bau bumbu dan rempah-rempah di dapur kampung berbaur dengan suasana negeri empat musim yang bersalju, musim semi, tumbuhan-tumbuhan berdaun jingga, dan lanskap kota yang asing. Meskipun bermain-main dengan hal-hal yang asing atau ganjil, Nirwan masih penyair Indonesia yang rajin dan ambisius dalam menggali khazanah bahasa Indonesia. Puisi-puisinya banyak memakai kata-kata yang terasa janggal bagi orang yang tak mengenalnya, seperti ‘semenjana’, ‘hujah’, ‘jirih’, ‘cerpelai’, ‘tarikh’, atau ‘padma’, serta menggunakan rangkaian kata (frase dan klausa) yang ganjil, namun itu memperkaya puisi. Buli-Buli Lima Kaki ini seperti menunjukkan bahwa Nirwan Dewanto masih ‘mengerjakan’ puisi.
Ragdi F. Daye, Pengarang tinggal di Padang.
Dijumput dari: http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2939:puisi-puisi-yang-berselimut-tebal&catid=41:kultur&Itemid=193
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar