(Catatan perjalanan di Desa Jono, Temayang, Bojonegoro)
Sabrank Suparno *
http://sastra-indonesia.com/
1. Keberangkatan
Setelah melakukan latihan ‘terakhir’ dalam proses naskah teater Negri Sungsang pada 20 Januari 2012, seluruh awak Komunitas Suket Indonesia berdiskusi khusus mengenai pementasan dua hari berikutnya tanggal 22 Januari di Desa Jono, Kecamatan Temayang, Bojonegoro dan 23 Januari 2012 di Desa Maibit, Kecamatan Rengel-Tuban. Fokus pembicaraan seputar perlengkapan dapur, properti panggung, kendaraan dll, yang alkhasil diputuskan berangkat pada 21 Januari, dengan perhitungan tiga mobil: Satu Taff dan dua Colt, cukup untuk mengangkut 25 personel dan alat perlengkapan. Sengaja KSI memersiapkan segala perbekalan termasuk alat dapur sekali pun supaya tidak merepotkan tuan rumah.
Sekitar jam 15.30, tiga mobil para teaterawan meluncur dari Jombang menuju Desa Jono, Kecamatan Temayang Bojonegoro. Langit memayungi rombongan dengan cara berbeda, sebab sepanjang perjalanan diguyur hujan. Begitulah kiranya supaya perjalanan menjadi catatan mengesankan. Sebab tidak hanya diguyur hujan dan berselimut kabut tipis, namun satu di antara mobil rombongan mengalami kerusakan kipas kaca pengibas air. Sehingga, perjalanan sempat berhenti hingga lima kali, karena sopir harus memasang tali penarik-ulur manual pada gagang kipas. Bisa dibayangkan betapa mengesankan, salah seorang yang duduk di sebelah sopir bertugas menjadi pengganti mesin kipas sepanjang perjalanan, itu pun tali sempat putus berkali-kali. Keadaan demikian menjadi tantangan tersendiri bagi sopir yang juga merangkap awak Jaran Dor. Apalagi selepas jalur Lengkong-Kertosono, mobil memasuki kawasan alas perbukitan Lengko (perbatasan Nganjuk dengan Bojonegoro). Sopir terpaksa ekstra konsentrasi mengendalikan setir pada tanjakan, tikungan yang acapkali curam. Rombongan sampai di Desa Jono pukul 19.30, seperti rencana survei beberapa hari sebelumnya oleh sesepuh KSI: Catur, Sinyo dan Lek Mujib, rombongan jujug di Sanggar Anugrah desa Jono yang pernah ditempati Konggres Sastra Jawa (KSJ) III pada 28-30 Oktober 2011.
2. Pak Dasuki Kepala Desa + Seniman
Sesampai di Sanggar Anugrah desa Jono, rombongan disambut Pak Kades Dasuki. Selaku tuan rumah, Pak Dasuki mempersilahkan rombongan menggunakan segala fasilitas yang ada di sanggar. Sebagian anggota menggelar tikar yang sengaja di bawa dari Jombang, namun Pak Dasuki juga memersilahkan memakai tikar yang ada. Sebagian awak KSI yang lain menyetting panggung, dengan harapan besok seharian sudah harus beristirahat total, kecuali jalan-jalan mengenal lingkungan sekitar. Sedang sebagian lagi sibuk memasak.
Dari dua ruangan, separuh bagian depan ditempati seperangkat gamelan. Melihat gamelan tertata lengkap, awak KSI yang terbiasa bermain Jaran Dor dari desa Mojowarno Jombang langsung menabuh. Mereka duduk di masing-masing jenis alat: kendang, kenog, saron, gambang, gong dll. Suasana pun semakin gayeng dengan tembang tembang Jawa nan rancak. Saya berfikir, “laiyo, arek arek iki kok isoae ngaransemen seperangkat gamelan, padahal Jaran Dor yang mereka punyai alatnya cuma kendang, ketipung, jidor.” Bahkan dari gebyakan musik gamelan tersebut, hingga menggelitik Kades Dauki bergoyang bersama beberapa rombongan, hihihi.
Suasana pun berlanjut dengan cerita masa kecil Pak Dasuki yang sudah mengamen jaranan. “Saya mengamen jaranan itu sejak jejaka kecil, teman saya Pak Rekimo ini (sambil menunjuk seorang lebih tua yang berdiri di sampaing Pak Dasuki). Kalau Saya kecapekan waktu mengamen ya digendong Pak Rekimo. Pernah suatu kali pulang mengamen tidak mendapat uang, Pak Dasuki dan Pak Rekimo terpaksa harus mencopot garpu sepeda ontelnya untuk dijual rongsokan. Kadang baju yang baru dibeli pun terpaksa dijual untuk ongkos pulang.
Bersama Pak Rekimo, Pak Dasuki pun akhirnya mendirirkan ketoprak Ngesti Budoyo pada tahun 1969. Bahkan, demi membayar surat perizinan ketoprak, Pak Rekimo hingga menjual baju DPR-nya (merk kain terkenal waktu itu). “kulo niki belani kesenian, sampek kulo rewangi adol celono, gadekno sewek. Begitu pula Pak Dasuki, belani ketoprak hingga dibelani menjual tegalan. ” Alkhasil, anak Pak Rekimo kini menjadi Kades di desa sebelah. Demikian juga Pak Dasuki, dia tidak menyangka kalau dahulunya hanya menjadi lurahe ketoprak, kini menjadi luran desa betulan.
Demikianlah bersama Pak Rekimo, Pak Dasuki kini mengelolah Sanggar Anugrah Desa Jono. Usaha Pak Dasuki berkembang hingga memiliki 14 bus transportasi jurusan Bojonegoro-Nganjuk. Sementara Pak Rekimo diangkat menjadi pemangku sanggar. Sekarang Sanggar Anugrah rutin ditempati latihan. Beberapa komunitas yang inten latihan adalah Dwijo Laras, kelompok Porgu (Para Guru sekecamatan Temayang setiap hari Jum’at, Wahyu Taruno Budoyo (latihan Jaranan) tiap hari Selasa, latihan musik Kulintang Dwijo Laras pada Kamis malam, Rabu latihan pedalangan yang dipandu Ki Dalang Ragil, Minggu khusus komunitas anak anak yang bernama Mardisiwi. Keberadaan sanggar memang sudah ada turun temurun, namun baru diresmikan namanya tahun 1961.
3. Peyek Jompong, Makam Mbah Jono Puro
Tanggal 22 pagi para aktris Negri Sungsang berbelanja ke pasar ‘Krempyeng’, pasar dadakan yang berjarak 500 m dari sanggar. Sedang mBah Catur, Lek Mujib yang dikawal mas Isa (Jamah Maiyah Bojonegoro) berburu ke rumah salah satu warga yang terkenal memroduksi rempeyek jompong (daun jati muda). Namun keinginan menganalisa ‘rempeyek jompong’ gagal karena orangnya sudah minggat ke Banyuwangi. Sementara Saya, Hadi dan awak Jaran Dor berziarah ke malam Mbah Sejono Puro, sesepuh yang dianggap mbabat alas Jono. Itulah kenapa disebut desa Jono, berasal dari nama Sejono Puro yang artinya: siapa yang mempunyai hajat di desa Jono pasti terkabul dan disepuro. Keunikan makam Eyang Jono Puro adalah terdapat sebagian tanah yang tidak basah walau terguyur hujan. Bagi Saya, menziarahi makam Mbah Jono Puro artinya silaturakhim kultur dan budaya. Mematurnuwuni perintis sejarah yang mendirikan republik ini. Kami tidak mendoakan, tetapi mengajak ruh mbah Jono untuk berdoa bersama atas paseduluran yang kami jalin antar desa. Tentu saja bukan bersilaturrakhim secara riel, sebab mBah Jono sudah berubah menjadi padatan partikel yang berbeda dengan jasat yang masih hidup.
Khusus mbah Catur dan beberapa sesepuh Jaran Dor juga bertamu ke rumah sesepuh Jaranan Desa Jono. Sedang anggota yang lain menuruti perintah Pak Dasuki agar ledang, yakni bersiaran keliling desa sambil membawa speaker dan tabuhan.
4. Diskusi di Warung Lek Subari dan Musium Malam
Sejak pertama kedatangan rombongan memang diamping PakDe Uban, sosok seniman sepuh yang mengamping hampir seluruh proses berkesenian di Jawa Timur pojok Barat Laut. Sambil jagongan di warung Lek Bari yang berada di depan sanggar, Pak De Uban bercerita masa lalunya ketika mengadakan pementasan di Wonosalam-Jombang bersama Cak Yusron. Meskipun rombongan tidak ingin merepotkan tuan rumah, ternyata PakDe Uban mentraktir sipapun yang ada di warung Lek Bari. Alasan PakDe Uban sederhana namun mendalam,”dayoh iku koyok mayit, dikapaknoae karo tuan rimahe, kudu manut,” sungguh sebuah ungkapan sesepuh yang jaman sekarang tak terdengar lagi.
Sejak pukul 11.00 para pedagang berdatangan, sementara mulai pukul 13.00, beberapa kawan sastrawan, teaterawan juga hadir, terlihat Kang Heri dkk (seniman Bojonegoro, Timur Budi Raja (penyair Madura), Denny Mizhar (Networker Malang), Nurel Javissyarqi (penyair Lamongan), Pak Agung (wartawan Antara), Bonari (sastrawan Trenggalek) dll yang Saya belum mengenal.
Pada jam 13.00 sekitar 25 mahasiswa berbagai Universitas di Malang berdatangan, otomatis warung Lek Bari berjubelan, Pak De yang sudah akrab dengan mereka spontan “ayo, siapa yang ingin bertanya pada KSI dipersilahkan, mumpung bertemu, kuras habis ilmunya, daripada mendatangkan ke kampus kalian.” Warung Lek Subari berubah drastik menjadi CafĂ© diskusi. Saya, Lak Mujib, Ragil dan Mbah Catur digelontori berbagai pertanyaan seputar kepenulisan, pembuatan majalah, menembus media dll. Diskusi warung berakhir setelah jam memungkinkan untuk napak tilas mahasiswa Malang tersebut bersama Pakde Uban mengunjungi Musium Malam yang berjarak 2 KM dari desa Jono. Musium Malam adalah museum di perbukitan terbuka yang berisi fosil tulang belulang ikan laut, bebatuan karang yang usianya diperkirakan sejak pulau Jawa menjadi dasar lautan. Sebab mustahil kerangka ikan dan bebatuan laut yang kadar garamnya tinggi bisa berada di Desa Jono, perbukitan yang jauh dari Laut Utara Jawa.
5. Sekilas Pementasan Negri Sungsang
Sesuai jadwal, pementasan di mulai jam 19.30 dengan terlebih dulu dibuka oleh Camat Temayang. Dalam prolognya Camat Temayang mengatakan betapa kehadiran KSI ke depan akan menjadi media promosi tersendiri bagi Desa Wisata Jono. Sebab setelah mereka pulang ke Jombang, pasti mereka bercerita perihal Desa Jono, getok tular cerita itulah yang sebanding media promo yang tak terkirakan jika dihitung dengan uang. Selain itu Camat Temayang juga memaparkan keunggulan Desa Wisata Jono yang juga mempunya produk unggulan, yakni Sawo Jono dan Pisang khas.
Sekitar 20 menit sebelum pementasan, gerimis tipis (klepyur) mulai turun. Namun penonton makin datang berdesakan dan tak menghiraukan gerimis, padahal separuh arena penonton berupa alam terbuka. Apalagi musik Jaran Dor mulai giro dan para penunggang Jaran Kepang mulai beratraksi dengan tarian khas Jaran Dor yang berbeda bentuk dengan Jaran Kepang umumnya (kulonan), penonton kian terserap.
Atraksi seni tradisi Jaran Dor dalam pementasan Negri Sungsang bertugas menjemput aktor mengawali aktingnya. Namun dibanding waktu latihan, durasi pementasan bertambah menjadi 2 jam. Sebab akhir atraksi Jaran Dor, penari jaran kesurupan, sehingga rekan lain segera menyuiti (bersiul) dari balik layar supaya kuda kesurupan mengejar. Sesampai di belakang layar, dua kuda yang kesurupan segera disembuhkan.
Bagi KSI pentas di desa merupakan pilihan, maka tidak heran selama pertunjukan suara penonton gaduh dan bersautan sehubungan dengan adegan. Peran Ki Bolo Siji Dan Ki Bolo Sewu yang merupakan gambaran ‘wong deso’ berfungsi tepat menghubungkan pemaknaan penonton yang tidak mengenal apa itu teater. Mereka menggap pementasan Negri Sungsan adalah Jaranan yang memakai lakon cerita. Ki Bolo Siji dan Ki Bolo Sewu yang keluar dari kerumunan penonton membuat tepuk sorak riuh. Saya yang memerankan Ki Bolo Sewu, harus akting ndlusup di pangkuan Pak Camat ketika adegan ditakuti tokoh Sampok. Hahaha. Hingga pertunjukan berakhir, penonton tidak bubar, mereka mengira masih ada adegan lakon lagi dan masih kurang puas menonton.
6. Diskusi Seusai Pementasan
Seusai pementasan diskusi dipandu oleh PakDe Uban. Ia mengutarakan keterpukauannya melihat dua kepala desa (seniman) beserta istri masing-masing. Camat Temayang dalam diskusi tersebut menyatakan siap suatu saat manggung di Mojowarno, sebab di Jono juga ada seni Samboyo, yaitu jaranan yang memakai lakon. Timur Budiraja yang juga hadir menyatakan tidak menyaksikan Negri Sungsang secara jelas karena padat penonton. Timur juga akan belajar lebih banyak dari gerakan KSI.
Pak Agung (wartawan Antara) mengatakan kagum dan heran, kok beraninya terater main di desa dan bisa membuat penonton tidak beranjak hingga pertunjukan usai. Berbeda dengan Bonari Nabonenar melihat sudut pandang. Ia mengacungkan jempol pada KSI yang merajut persaudaraan antar desa di kala sering terjadi tawuran antar desa di mana-mana. Sementara Pak Dasuki menjadi gong penutup sidkusi yang mengutarakan terimakasih sebab cuaca tidak hujan seperti hari sebelumnya dan menyatakan kecewa jika KSI suatu saat tidak tampil di desa Jono kembali.
*) Peserta Temu Sastra Jawa Timur 2011 /25 Januari 2012
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar