Hartono Harimurti
http://www.suaramerdeka.com/
MARTABAT negeri ini sedang dipertanyakan. Berbagai persoalan: larangan terbang pesawat Indonesia ke Eropa, penganiayaan tenaga kerja wanita di luar negeri, dan ancaman disintegrasi bangsa tak bisa lagi dielakkan. Ada yang salah dalam sistem sosial dan kebudayaan kita? Mengapa kita tak bisa segera bangkit dari keterpurukan? Ignas Kleden, salah satu pemikir kebudayaan Indonesia, sedih sekali melihat kenyataan itu. Karena itu berbincang-bincang dengan media ini di Kantor Komunitas Indonesia untuk Demokrasi Jalan Tirtayasa VII 1 Kebayoran, Jakarta, Jumat lalu, Ketua Komunitas Indonesia untuk Demokrasi ini, memberikan beberapa saran perbaikan. Berikut petikan perbincangan itu.
Negeri ini benar-benar terpuruk. Oleh Eropa, misalnya, maskapai penerbangan kita dilarang terbang di wilayah mereka. Bukan hanya itu. Tenaga kerja Indonesia juga kerap dilecehkan di negeri orang. Menurut Anda bagaimana cara kita mengatasi persoalan ini? Apakah ada jalan kebudayaan tertentu yang harus ditempuh?
Yang Anda sebutkan adalah problem yang berasal dari tindakan yang diambil pemerintah kita saat ini. Ini tidak bisa dikatakan sebagai cerminan masyarakat pada umumnya. Tentu kita tidak menghendaki kondisi seperti ini.
Juga jika dibandingkan dengan pemerintah sebelumnya, saya bayangkan saat Bung Karno atau Pak Harto misalnya, mungkin tidak terjadi hal-hal seperti itu. Kondisi ini harus kita jadikan pelajaran berarti dan segera diperbaiki.
Mengenai apakah ada jalan kebudayaan yang bisa menjadi pencerah keterpurukan, saya katakan hal itu pasti ada. Kita toh punya potensi kebudayaan yang diakui oleh dunia internasional. Mengenai kebudayaan ini akan saya khususkan pada kesenian. Kita punya tokoh-tokoh yang mendapat tempat terhormat di dunia. Kita bukan hanya punya sastrawan Pramoedya Ananta Toer, tapi juga memiliki penyair Sapardi Doko Damono, teaterwan Putu Wijaya, penyair Goenawan Mohamad, penari Sardono W Kusumo, dan Retno Maruti.
Mungkin dalam ilmu pengetahuan dan teknologi kita kalah dari negara lain. Juga di bidang olahraga kita masih kurang. Jadi untuk bidang kebudayan khususnya kesenian kita punya jalan konkret untuk menaikkan martabat kita di mata dunia. Inilah yang membuktikan kita sebagai bangsa berbudaya tinggi.
Sebagai bangsa unggul, mengapa budaya positif belum juga jadi warna utama perpolitikan kita? Konflik Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seperti tak memiliki jalan keluar. Malah yang lebih tragis, gerakan sparatisme kian merebak.
Ini terjadi karena sumber daya manusia (SDM) di bidang politik belum dipenuhi oleh figur-figur terbaik. Rekrutmen menjadi anggota legislatif, misalnya, sampai saat ini belum melewati mekanisme yang menjamin ada quality control. Belum tampak betapa yang diletakkan pada nomor urut atas adalah yang terbaik di partai politik bersangkutan. Saat ini semua itu ditentukan oleh elite partai dan kita tidak atau belum bisa menentukan. Jadi ada pertanyan atau keraguan, apakah benar mereka yang di nomor urut atas tersebut benar-benar terjamin keunggulannya atau malah di bawah rata-rata syarat sebagai politikus yang baik.
Padahal di satu sisi DPR ini menjalankan fungsi quality control melalui mekanisme fit and proper test. Jadi anggota DPR yang mungkin tidak memenuhi harapan kita, ternyata justru ikut menentukan siapa-siapa yang duduk dalam posisi strategis di pemerintahan negeri ini. Seperti saat pemilihan Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI, Hakim Agung dan sebagainya.
Karena juga belum seperti yang kita harapkan, maka wajar kalau mereka terlalu mudah terjebak untuk kepentingan sesaat. Mengenai berbagai pernyataan bahwa gerakan sparatisme kini seakan bangkit kembali, saya kok melihatnya kita ini terlalu memberikan tanggapan yang serius sekali. Ini humor kekuasaan. Mengapa demikian? Sebab jika ingin masuk beneran, mereka akan tidak hanya bawa bendera Republik Maluku Selatan (RMS), tapi juga senjata. Saya melihat aksi itu hanya sebagai cara mereka berekspresi untuk menunjukkan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat.
Upaya pengibaran bendera RMS, saya kira hanya bermakna simbolik. Ya tidak sampailah mereka benar-benar menyatakan ingin merdeka. Jadi jangan sampai kita katakan insiden di Ambon itu mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itu hanya sebuah peringatan kepada pemerintah pusat bahwa, “Hati-hati jika kami tidak diperhatikan, terutama kesejahteraan, soalnya RMS masih ada lho.”
Begitu juga yang terkait dengan pengibaran bendera Bintang Kejora di Jayapura. Mengenai Papua saya rasa resep yang paling mujarab bagi mereka adalah pemerintah memberikan perhatian khusus. Harus ada perhatian terhadap masaah-masalah besar yang terjadi di sana.
Misalnya masalah keterbelakangan orang Papua dibandingkan dengan pendatang dan ketertinggalan mereka dalam bidang ekonomi di tanah mereka sendiri. Nasib dan masa depan mereka kan masih gelap gulita. Bagaimana sebenarnya pembagian dari peruntungan perusahan pertambangan besar di sana bagi pembangunan masyarakat Papua, ternyata juga masih belum jelas. Pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai tekanan agar pemerintah meperhatikan mereka. Jadi resepnya adalah pemerintah memberikan kesejahteraan dan keadilan kepada warga. Bukan malah memberikan tekanan dengan jalan kekerasan. Jika di sana banyak dibangun jalan, sekolah serta pelayanan kesehatan terjamin, maka segala omong kosong tuntutan merdeka akan mereda dengan sendirinya.
Saat ini suasana lebih demokratis, namun masyarakat masih dilanda keterpurukan di bidang ekonomi sehingga banyak yang berpikir lebih baik kembali ke zaman orde baru. Bagaimana pendapat Anda menanggapi hal itu?
Yang pertama, kesejahteraan rakyat memang harus diberikan oleh sistem yang demokratis. Akan tetapi, demokrasi itu punya tugas yang lebih dari sekadar menyejahtrakan rakyat secara ekonomi. Demokrasi itu memunyai tujuan agar setiap orang terjamin hak-haknya, mempunyi kedudukan yang sama di mata hukum, masyarakat terjamin mendapatkan pelayanan sesuai martabat kemanusian, dan mendapatkan pelayanan yang manusiawi dari pemerintah.
Menurut saya adalah logika yang berbahaya jika kita berpikir bahwa jika demokrasi tidak juga membawa kesejaheraan, lebih baik kembali kepada zaman orde baru yang otoriter. Karena sekali kita kembali ke pemerintahan yang otoriter demi mengejar kesejahteraan dengan cepat, maka tidak akan ada lagi kesemptan bagi kita untuk mengembalikan pemerintahan ini ke sistem yang demokratis. Kita tidak boleh tawar-menawar dan harus dikatakan kita memang perlu sistem pemerintahan yang demokrtis.
Begitu juga dengan pemikiran bahwa demokrasi baru cocok diterapkan di Indonesia setelah rakyat mencapai pendapatan 6000 dolar AS, itu adala nonsens belaka.
Menurut saya kita masih seperti ini, masih terpuruk dalam bidang ekonomi. Ya karena kita masih kurang dalam berdemokrasi. Kita lihat mengapa rakyat di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih juga dilanda kelaparan? Kalau benar-benar aspirasi mereka diperhatikan, saya yakin NTT t idak terus-menerus kelaparan. DPR kan punya tim ahli, mitrapemerintah, yaitu departemen terkait. Seharusnya mereka bisa membuat langkah untuk memecakan masalah di NTT. Tidak malah sibuk meributkan interpelasi.
08 Juli 2007
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar