Imam Jahrudin Priyanto*
Pikiran Rakyat, 9 Feb 2008
MENDALAMI bahasa Indonesia tidak semudah yang dibayangkan. Semakin didalami, semakin terasa kesulitan dan segala kroniknya. Namun, dalam kesulitan itu terdapat keunikan tertentu sehingga orang yang mencintai bahasa Indonesia akan semakin asyik mendalaminya.
Sudah selayaknya bila kita merasa bangga terhadap bahasa Indonesia yang kosakatanya digali dari kekayaan budaya sendiri, khususnya bahasa Melayu, yang kemudian mendapat pengayaan dari sana-sini.
Proses adopsi atau penyerapan dari bahasa lain selalu ada. Bahasa Inggris, misalnya, sebagai bahasa yang paling banyak dipakai di dunia, ternyata masih menyerap kata-kata dari bahasa Indonesia. Umpamanya saja kata rattan (dari rotan), bamboo (bambu), orangutan (orangutan), roozak (rujak), dan amok atau amuck yang berarti marah.
Bahasa Inggris pun masih perlu menyerap utuh kata entrepreneur (pengusaha) dari bahasa Prancis. Kemudian kata itu dibubuhi akhiran ship (sufiks yang dalam bahasa Indonesia berarti ke – an) sehingga muncullah kata entrepreneurship (kewirausahaan). Jangan lupa juga kata “sambal” dan “tahu” sudah masuk dalam bahasa Jerman, atau setidaknya sudah digunakan oleh orang Jerman untuk maksud dan arti yang sama dengan sambal dan tahu dalam bahasa Indonesia.
Demikianlah perkembangan bahasa, selalu diwarnai dinamika yang tak ada habisnya. Setiap bahasa saling berinteraksi dengan tujuan untuk memperoleh pengayaan, suatu hal yang sudah menjadi syarat mutlak agar bahasa bisa eksis di tengah masyarakat yang terus maju dan berkembang.
Dalam kaitan itu, bahasa Indonesia pun terus memperkaya diri dengan kosakata baru agar bisa mengikuti perkembangan, termasuk dalam hal teknologi. Tak bisa disangkal, untuk pengayaan istilah teknologi, bahasa Indonesia banyak menyerap kata atau istilah bahasa Inggris, yakni bahasa yang dipergunakan para ahli penemu atau pencipta barang-barang tertentu.
Proses pengayaan itu tidak hanya terkait proses penyerapan, tetapi juga penciptaan kata-kata (baru) yang memiliki arti sama atau sepadan, misalnya cakram padat untuk compact disc, pelantang untuk microphone (walaupun sudah ada bentuk serapan mikrofon), atau peranti pengondisi udara untuk air conditioner (AC), dan lain-lain.
Dalam bidang lainnya, kini hadir pula istilah pemangku kepentingan yang artinya sama dengan stakeholder, atau penyintas yang artinya sama dengan survivor (orang yang selamat dalam insiden, musibah, atau kecelakaan). Belum lama ini pun muncul istilah uang kerahiman yang artinya sepadan dengan atonement money atau uang kompensasi atas kedukaan, kerugian (semacam uang penebus dosa).
Para ahli bahasa juga merasa tidak nyaman dengan kata nominator yang diartikan secara salah kaprah sebagai orang yang dicalonkan atau diunggulkan dalam proses nominasi. Padahal, nominator berarti orang atau tim panel yang mencalonkan atau mengunggulkan orang (pihak) tertentu dalam proses nominasi. Sementara orang yang dicalonkan atau diunggulkan dalam proses nominasi disebut nomine dan kata ini sudah resmi masuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (sejak edisi kedua). Kata nomine diserap dari nominee (bahasa Inggris).
Selain dari bahasa asing, bahasa Indonesia juga memperkaya diri dengan kata-kata yang berasal dari bahasa daerah, termasuk bahasa Sunda. Salah satu contohnya, kata ngabuburit. Pada bulan Ramadan, media-media nasional, baik cetak maupun elektronik, tak ragu lagi menggunakan kata itu untuk arti menanti tibanya waktu magrib (burit) saat orang berbuka puasa. Kini kata ngabuburit sudah menasional. Perkembangan bahasa memang tidak bisa dibendung.
Saat ini, pejabat dari berbagai daerah di Indonesia terus berkomunikasi dengan Pusat Bahasa (dulu Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa) Depdiknas di Jakarta, untuk mengusulkan agar kata-kata atau istilah dari daerah mereka bisa dimasukkan ke Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat yang rencananya diterbitkan Oktober 2008.
Dinamika bahasa
Bahasa yang hidup adalah bahasa yang dinamis. Jadi tidak ada bahasa yang benar-benar mapan. Selalu ada kekurangannya. Ambil contoh, semula dalam bahasa Inggris beberapa kata yang menunjukkan profesi atau pekerjaan, seolah-olah hanya untuk laki-laki, yang ditandai adanya akhiran man, misalnya businessman (pengusaha), spokesman (juru bicara), atau chairman (ketua). Kata-kata itu sangat bias gender. Apakah profesi pengusaha, juru bicara, atau ketua organisasi itu hanya untuk laki-laki?
Dalam perkembangannya, banyak perempuan yang memprotes penggunaan kata-kata itu. Maka kemudian muncullah kata businessperson, spokesperson, dan chairperson. Mungkin kata-kata terakhir ini masih terdengar asing bagi sebagian kalangan, namun lihatlah dalam perkembangannya, kata-kata tersebut pasti akan semakin akrab. Kata spokesperson sudah lebih dulu “tampil” karena sering digunakan dalam laporan politik, terutama bila juru bicara kepresidenan atau juru bicara kementerian luar negeri (yang berjenis kelamin perempuan) memberikan keterangan di televisi.
Perkembangan bahasa adalah bagian dari proses sosial yang ditandai oleh adanya dinamisasi dalam konteks kehidupan masyarakat. Namun, hendaknya perkembangan itu tidak sampai mengurangi wibawa bahasa sebagai bagian dari jati diri bangsa. Dalam konteks keindonesiaan, hendaknya bahasa Indonesia menempati posisi terhormat. Tidak menjadi bahasa kelas II seperti tercermin dari sikap sebagian anggota masyarakat yang lebih sering membangga-banggakan bahasa asing dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Dalam benak mereka, bahasa asing lebih gaya, lebih bergengsi, atau lebih laku dijual.
Kecenderungan penggunaan bahasa asing secara tidak proporsional atau berlebihan, sejatinya memang harus diwaspadai karena dalam konteks makro bisa mengancam wibawa bahasa Indonesia. Ambil contoh, nama-nama kompleks perumahan atau pertokoan mewah. Masih banyak kompleks perumahan atau pertokoan mewah yang menggunakan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Sementara nama perumahan tipe-tipe kecil menggunakan bahasa Indonesia.
Perlakuan seperti ini cenderung diskriminatif dan menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kelas II. “Mengapa harus menggunakan bahasa asing? Tokh kompleks perumahan Pondok Indah di Jakarta yang jelas-jelas berasal dari bahasa Indonesia, tetap dianggap sebagai kompleks elite, kompleks yang bergengsi. Jadi tidak harus dengan bahasa asing,” kata Drs. Mustakim, M.Hum., Kepala Bidang Pembinaan Pusat Bahasa saat menjadi pembentang makalah pada Seminar Pengutamaan Penggunaan Bahasa Indonesia di Pusat Bahasa, Jakarta, Desember 2007 lalu.
Bahasa Indonesia tentu bukanlah bahasa kelas II, namun bahasa terhormat yang memiliki peran strategis. Namun, pernyataan ini hendaknya jangan ditafsirkan bahwa kita harus “memusuhi” bahasa asing. Apalagi kini, menguasai bahasa asing sudah menjadi keharusan untuk mengikuti perkembangan zaman. Namun, perlu dicatat, penggunaan bahasa asing haruslah proporsional, terutama dalam konteks hubungan internasional.
Peran sekolah
Sikap menyepelekan bahasa Indonesia juga terjadi pada sebagian pelajar yang tidak mau mendalami bahasa nasional ini karena mereka menganggap bahasa Indonesia merupakan bahasa sehari-hari. Tak heran bila ada pelajar SMP atau SMA mendapat nilai 10 untuk pelajaran bahasa Inggrisnya di rapor, sementara nilai bahasa Indonesianya 7.
Disinyalir, sekolah-sekolah tertentu pun cenderung tidak mengutamakan bahasa Indonesia. Kini banyak sekolah nasional berstandar internasional yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Padahal sebaiknya (atau seharusnya), yang “internasional” itu hanya kurikulumnya, sedangkan bahasa pengantarnya tetap bahasa Indonesia. Ini tentu berbeda dengan sekolah internasional yang pasti menggunakan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, sebagai bahasa pengantar sehari-hari.
Kondisi-kondisi tersebut mengundang keprihatinan pakar linguistik Prof. Dr. Amrin Saragih yang juga Guru Besar Universitas Negeri Medan. Tokoh yang juga Kepala Balai Bahasa Medan ini menganggap sebagian orang Indonesia sedang mengalami krisis bahasa yang juga berarti mengalami krisis identitas. Mereka mengalami “demam” bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, yang dianggap memiliki nilai jual tinggi. Semua istilah, merek dagang, spanduk, nama perusahaan, nama hotel, dan nama tempat pelayanan umum menggunakan bahasa Inggris, atau bercampur bahasa Inggris, sehingga tidak proporsional.
Dalam konteks senada, penyair mbeling Remy Sylado yang juga seorang munsyi (ahli bahasa), mengecam keras bertebarannya kata-kata dan istilah asing di berbagai segi kehidupan bangsa Indonesia, seolah-olah kita tidak punya bahasa Indonesia. Media massa cetak dan elektronik pun dikritiknya karena sering menggunakan kata atau istilah bahasa asing secara berlebihan, padahal kata atau istilah yang memiliki arti sama atau sepadan sudah ada dalam bahasa Indonesia.
Sikap respek
Sebenarnya, bahasa Indonesia punya tempat yang khusus di hati masyarakat internasional. Banyak warga negara lain, misalnya Jepang atau Australia yang mempelajari bahasa Indonesia. Kini tercatat ada 73 negara yang mengajarkan bahasa Indonesia, baik di tingkat SD, SMP, SMA, atau perguruan tinggi.
Di Australia, bahasa Indonesia diajarkan dari tingkat SD sampai SMA. Beberapa perguruan tinggi di sana juga membuka program studi bahasa Indonesia. Sementara di Jepang ada tujuh belas perguruan tinggi yang mengajarkan bahasa Indonesia.
Dari semua paparan tersebut, kini diharapkan muncul sikap untuk selalu mengutamakan bahasa Indonesia dan menempatkannya pada posisi terhormat. Petugas hotel misalnya, tak perlu ragu untuk menyapa tamu asing dengan salam “selamat pagi” pada kesempatan pertama, baru kemudian “good morning” (bila dirasa perlu). Buat apa kita menggunakan kata concern padahal kita punya kata peduli? Mengapa kita memakai kata input padahal kita punya kata masukan? Mengapa harus organizing committee, bukan panitia pelaksana? Dan seterusnya, dan seterusnya.
Semua pihak dituntut untuk peduli terhadap perkembangan bahasa Indonesia, baik itu pelajar, pengajar, pejabat, maupun pers. Apalagi pers memiliki peran yang sangat besar karena produknya setiap hari dibaca atau dinikmati masyarakat luas. Kini saatnya kita menunjukkan kecintaan yang tinggi terhadap bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan bagian dari jati diri bangsa.***
* Imam Jahrudin Priyanto, Redaktur Bahasa Pikiran Rakyat
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2008/02/khazanah-bahasa-dan-jati-diri-bangsa.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar