Kamis, 22 September 2011

SASTRA KENDARI

Syaifuddin Gani
http://komunitassastra.wordpress.com/

Pintu Kesilaman

Sastra Kendari sudah lebih maju dari segi kuantitas, juga kualitas dibanding ketika pertama kali saya mengenalnya sejak tahun 1997 ketika tiba di Kendari. Selain soal karya, kemajuan itu juga sangat nyata pada orang atau penulis yang melahirkan karya itu. Dan mereka, para generasi terkini itu, berusia muda dan menampakkan semangat mencipta dengan penuh kegembiraan.

Saya tiba di Kendari tahun 1997 lalu masuk di Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Unhalu, dan kemudian tahun 1998 bergabung dengan Teater Sendiri (TS). Di sanggar inilah saya membaca antologi puisi Dengung karya para penyair Kendari saat itu, antara lain Achmad Zain, Ahid Hidayat, Munawar Jibran, L.M Saleh Hanan, Arrasyidi Budiman, La Ode Djagur Bolu, Edy Zul, dan Jusdiman. Di kemudian hari, hanya beberapa orang saja yang intens menulis dan mengikuti perkembangan puisi tanah air. Di Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, saya membaca Majalah Semiotika yang di dalamnya terdapat puisi-puisi Saleh Hanan, Asidin La Hoga, dan Iwan Jibran.

Sastra Kendari di masa silam, adalah bagian dari upaya untuk meletakkan pondasi bagi kesusastraan Kendari selanjutnya. Bagi saya, hal itu patut disyukuri karena telah memperkenalkan bacaan awal yang terus mendorong untuk mencari bacaan lain. Akan tetapi, Dengung tidak mendengung sampai di luar Kendari.

Saya sendiri, kemudian berproses dalam bidang teater dan sastra di TS bersama banyak teman yang lain. Di sanggar ini, Kak Stone (Achmad Zain) adalah seorang motivator bagi kurang lebih dua puluh anggotanya. Posisi Kak Stone dalam pandangan saya bukan pada korektor atau kritikus bagi proses penulisan sastra bagi anggota-anggotanya, tetapi lebih sebagai mesin pendorong kreativitas yang tak lelah-lelah menyuruh bahkan memaksa menulis. Di dalam proses yang bertahun-tahun inilah, Kak Stone berhasil menanamkan budaya tulis di kalangan anggota TS. Tulisan-tulisan awal saya dalam proses ini, masih tersimpan sampai sekarang.

Salah satu kendala yang dihadapi saat itu adalah tiadanya hubungan dengan dunia luar dalam arti yang luas. Dunia luar yang saya maksud adalah persinggungan dengan penyair atau sastrawan Indonesia, media sastra (harian dan majalah sastra), komunikasi dengan pengamat sastra. Jadinya, sastra yang saya alami saat itu, hidup di dalam lingkungannya sendiri yang tidak lapang. Hal ini berakibat pada, kita tidak pernah tahu sejauh mana pencapaian estetik atas karya sastra yang diciptakan. Akan tetapi, di tengah situasi seperti ini, proses dan semangat menulis, intens dilakukan, tak terbendung.

Proses dan hasil penulisan yang dilakukan pun lebih banyak dibaca oleh teman-teman sendiri. Akan tetapi, pintu cakrawala itu sedikit demi sedikit terbuka dengan diadakannya Prosesi Seni Malam Jumat (Proselamat) yang berlangsung beberapa tahun. Di Proselamat, karya-karya yang ditulis di TS dan juga karya-karya penulis-penulis lain yang giat di komunitasnya juga, menampilkan karya di hadapan banyak orang. Proselamat, bagi saya adalah salah satu arena pemasyarakatan sekaligus penggemblengan karya di internal Kendari. Karena di momen inilah, beragam karya (sastra, teater, tari, musik) dipentaskan dan dikritisi. Kegiatan bulanan ini sudah berhenti.

Proses yang kami alami di TS itu dalam pengalaman saya, turut juga diikuti dan diapresiasi oleh Ahid Hidayat, yang sering menjadi teman dalam membahas karya yang kami tulis. Sementara itu, Irianto Ibrahim, yang segenarisi dengan Abd. Razak Abadi dan Dhidit Marsel, kemudian hari, lebih banyak aktif di kampus bersama para mahasiswa di dalam menggeluti sastra. Sehingga lahirlah beberapa perkumpulan sastra yang dibuatnya, misalnya Eksis. Pada akhirnya, membentuk Komunitas Arus sampai sekarang. Abd. Razak Abadi, selain menulis sastra, juga berteater bersama TAM dan Didit Marshel lebih memilih teater sebagai lahan kreatifnya.

Pintu Kekinian

Proses penulisan yang dilakukan di Kendari, di tengah-tengah ketertutupan dengan dunia luar itu, terkuak pintunya pada sekitar tahun 2000-an sampai sekarang. Karya-karya yang ditulis, cerpen atau puisi, diapresiasi dengan baik oleh sesama sastrawan di luar Kendari. Menulis cerpen dan puisi di tahun-tahun awal itu tidaklah sia-sia. Puisi dan cerpen mulai dimuat di berbagai majalah sastra dan harian yang memuat sastra hari Minggu.

Sastrawan muda yang karya-karyanya termuat itu seperti Sendri Yakti, Irianto Ibrahim, Iwan Konawe, Galih, Abd. Razak Abadi, dan La Ode Gusman Nasiru. Salah satu penyebab teraksesnya karya-karya mereka adalah karena tradisi membaca sastra mutakhir yang kuat, komunikasi dengan sastrawan luar Kendari, memanfaatkan media internet untuk membaca karya sastra mutakhir, serta mengikuti wacana, fenomena, isu, dan politik sastra Indonesia terkini. Selain itu, tentunya adalah karya-karya sastra mereka sudah layak untuk dipublikasikan.

Hubungan dengan dunia luar itu menjadi sangat terbuka dan akhirnya tidak ada pintu penutup dengan kamar-kamar sastra lain itu. Sastra Kendari dan sastra daerah lain menjadi sebuah rumah sastra, rumah sastra Indonesia. Pintu-pintu itu mulai terbuka dengan hadirnya rombongan sastrawan SBSB (Siswa Bertanya Sastrawan Berbicara) di beberapa sekolah di Sultra, yang diprogramkan oleh majalah Horison didukung Ford Foundation, tahun 2003. Lalu tahun-tahun berikutnya, banyak sastrawan ternama Indonesia hadir di Kendari, yang diundang oleh antara lain Kantor Bahasa Prov. Sultra, Prodi Bahasa dan Sastra Unhalu, dan kemudian singgah menemui komunitas sastra Kendari, antara lain di Komunitas Arus dan Teater Sendiri, yang lalu dimanfaatkan untuk diskusi intensif dan membuka jaringan. Hal ini, disadari atau tidak, turut membentuk dan menyokong majunya sastra Kendari.

Selain nama-nama yang saya sebut sebelumnya di atas, lahir pula penyair dengan usia lebih muda yang melakukan proses penulisan di berbagai komunitas, salah satunya adalah Komunitas Arus. Sanggar yang dibina oleh penyair Irianto Ibrahim ini, juga punya proses menulis di kalangan anggotanya, hingga melahirkan penulis-penulis berbakat. Di genre sastra pop, hadir Krisni Dinamita dengan novelnya Cintai Aku Sekali Lagi dan Arham Kendari dengan bukunya Jakarta Under Kompor dan Dumba-dumba Gleter.

Harian Kendari Pos pernah membuka rubrik Sastra & Budaya yang memuat selain sastrawan luar Kendari, juga dan terutama memuat karya sastra penulis Kendari, setiap hari Sabtu. Saya dan Ahid Hidayat, secara “tidak formal” menjadi penjaga rubriknya. Selain dari luar, banyak penulis Kendari, terutama yang berstatus mahasiwa mengirim karyanya. Hal ini memperlihatkan bahwa kepenulisan di kalangan mahasiwa itu sangat bagus dan perlu ditunjang oleh media. Akan tetapi, keberadaan kami di rubrik itu tidak berlangsung lama, dan rubrik itu masih eksis sampai sekarang, meskipun pemuatan karya sastra penulis Kendari tidak seintens dulu.

Penyair-penyair Kendari terkini, mempublibksikan karyanya tidak hanya melalui media-media cetak atau media on line yang dikelola pihak lain, tetapi juga sekaligus membuat blog pribadi, selain facebook, lalu menampangkan karya-karyanya di dalamnya, juga karya sastrawan lain. Dengan demikian, sastrawan Kendari terkini, selain mengikuti perkembangan sastra melalui buku, koran, dan majalah sastra, juga ikut serta terlibat di dalam media internet sebagai medium sastra mutakhir. Artinya, bagi pelaku sastra, baik itu sastrawan, pengamat, atau kritikus sastra, harus melibatkan diri dalam dialektika sastra mutakhir yang terjadi tidak hanya di “darat” tetapi juga di dunia maya. Jika tidak, maka kita akan segera tertinggal dengan cepat.

Sastra Kendari terkini, secara perlahan-lahan, telah menjadi bagian dari sastra Indonesia, meskipun keterlibatan, peranan, atau keberadaanya masih belum terlalu signifikan. Di berbagai antologi puisi bersama telah mencatatkan nama-nama penulis sastra Kendari, antara lain di buku Tanah Pilih (TSI I Jambi), Pedas Lada Pasir Kuarsa-Buku Puisi dan Jalan Menikung ke Bukit Timah-Buku Cerpen (TSI II Bangka Belitung), Percakapan Lingua Franca (TSI III Tanjungpinang), Penyair Menuju Bulan dan Wajah Deportan (Banjarbaru), Rumpun Kita (Malaysia), Bungahati Buat Diah Hadaning (Jakarta), Beranda Senja (Jambi), Penyair Perempuan Indonesia (Jakarta), dan lain-lain. Selain buku di luar Kendari di atas, terdapat pula buku/manuskrip puisi Kendari yang merupakan pondasi seperti Sendiri 1, Sendiri 2, Sendiri 3, Malam Bulan Puisi, Barzanji di Tengah Karang, Yang Tak Pernah Pergi, Tanah Merah Tanah Sorume, Perjalanan, Dari Cinta ke Jembatan Rindu, dan lain-lain.

Keberadaan tokoh-tokoh yang ikut mendorong iklim sastra Kendari adalah, Ahid Hidayat yang intens mengamati serta menulis makalah tentang sastra Kendari sejak pertama kali saya tiba di Kendari. Ahid Hidayat, dalam pengamatan saya, mencoba tekun mempraktikkan tradisi penulisan di Unhalu, meskipun langkahnya kadang dianggap kontroversial. Salah satu langkah nyata keberaksaraan yang dihasilkannya adalah buku puisi Pagi Mendaki Langit yang merupakan puisi mahasiswa mata kuliah Menulis Kreatif. Di sini, banyak karya mahasiswa yang bagus. Ada La Ode Balawa yang turut mengamati sastra Kendari dan terakhir mencoba ikut di dalam mendorong suasana penciptaan yang baik. Iwan Jibran yang sejak mahasiswia menulis puisi dan pernah meraih juara dalam lomba cipta puisi tingkat mahasiswa nasional, ikut memiliki andil di kalangan mahasiswa melalui UK Seni Unhalu. Asidin La Hoga adalah sosok yang sejak mahasiswa menulis puisi dan sampai sekarang memberikan motivasi pelaku-pelaku sastra untuk giat menulis.

Salah satu faset perkembangan sastra Kendari yang sangat berarti adalah diterbitkannya antologi puisi Irianto Ibrahim Buton, Ibu, dan Sekantong Luka oleh Frame Publishing, Yogyakarta. Antologi puisi tunggal ini kemudian diluncurkan dan dibedah di Yogyakarta, Tasikmalaya, dan PDS H.B Jassin, Jakarta, mendapat sambutan yang baik di kota-kota tersebut. Ini adalah sebuah pencapaian tersendiri bagi sastra Kendari yang memahat tradisi keberaksaraan dan turut memperkenalkan sastra Kendari ke masyarakat sastra Indonesia yang lebih luas.

Pintu Masa Depan

Sastra Kendari kini maju selangkah. Hopla! Teriak Chairil Anwar. Kita memang harus melompat agar maju dan bisa seiring dengan kota lain, meskipun berat. Sastra Kendari, tidak bisa tidak, harus dibangun dari tradisi tulis yang cukup kuat. Selain tradisi tulis, harus ditopang dengan tradisi membaca, tradisi diskusi atau sharing, tradisi berguru, dan tradisi bertualang. Jika tidak mengikuti perkembangan sastra Indonesia mutakhir, Kendari akan mundur dan terpuruk.

Kehadiran sastra Kendari, sebagaimana di daerah lain, adalah suatu kenyataan betapa Jakarta bukan lagi Pusat Sastra. Kota-kota yang tersebar di Indonesia membangun dirinya sendiri menjadi pusat yang baru. Kata Emha, setiap penyair membangun kursinya sendiri. Akan tetapi, membangun diri sendiri, butuh “kemandirian” dan kemauan kuat agar bisa dikenal sebagai Kota Sastra.

Seperti apakah sastra Kendari masa depan? Jawabnya sangat musykil. Akan tetapi bisa kita raba dengan menengok sastra masa lalu dan melihat sastra hari ini. Jawabnya bisa tiga: mundur, jalan di tempat, dan lebih maju! Tergantung pada “gantungannya”. Dan gantungan itu ada pada kita semua.

BTN Puri Tawang Alun 2
Rabu, 24 November 2010

Tulisan ini pernah dipaparkan pada diskusi Sastra Kendari: Masa Silam, Masa Kini, dan Masa Depan di Teater Sendiri, 28 November 2010, lalu dipublikasikan di Facebook Syaifuddin Gani, 2 Desember 2010.
Dijumput dari: http://komunitassastra.wordpress.com/2011/01/03/sastra-kendari/

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae