Deddy Arsya
http://www.harianhaluan.com/
Pernahkah kau mendengar sebuah lagu, atau beberapa lagu, dengan begitu banyak nama kota disebutkan di dalamnya? Ketika lirik-lirik dalam lagu itu dibuat, kota-kota itu masih berupa dusun-dusun kecil dengan orang-orang yang saling mengenal satu sama lain. Dan kini, ketika kau mendengar nyanyian itu (secara kebetulan atau sengaja kau mencarinya di toko-toko kaset di kota-kota kami, kota-kota yang menjual nyanyian yang mencatat dirinya sendiri) maka dusun-dusun itu telah menjadi kota yang ganjil, kota besar atau kota kecil, atau di antaranya?
Kota dalam dendang, kota kecil dalam nyanyian, kota di daratan!
Pernahkah kau mendengar begitu banyak nama kota disebutkan dalam sebuah nyanyian, sebuah nyanyian saja? Kota-kota itu, dua di antaranya akan kuceritakan.
Kota Pertama
Kota yang kini masih menyimpan gema derit rantai di kaki-kaki pekerja tambang. Kota hitam arang, hitam batubara. Lubang-lubang tambang itu, masihkah ada kira-kira? Atau kereta yang membawa batubara, seperti membawa luka masa silam manusia, masihkan terdengar peluitnya?
Aku berjalan suatu kali, di pinggiran kota itu, kota yang seperti kuali raksana, ke arah hutan yang menyimpan jejak kenangan orang-orang tentang buruh tambang yang dikirim dari pulau seberang. Dari Jawa, Jawa, Jawa, seperti kami sekarang, perantau yang pulang-malang. Kota yang masih larut dalam kenangan tentang batu yang serupa arang itu. Apa yang berbeda kiranya jika warna hitamnya digariskan di muka kita kini ketika semua telah dilupakan begitu lama?
Aku seret tangan kecil Marissa. Kami menatap hutan di tepi jalan lintas kabupaten, membelakangi kota yang seperti kuali raksasa itu. Aku tukilkan pandangan ke arah hutan pinggiran kota itu sekali lagi, dan menemukan sungai mengalir di bawah jalan utama. Sungai itu jernih airnya, bayangan sendiri akan tampak dengan jelas, jelas sekali serupa asli. Suara riak sungai itu mengingatkan tentang jejak buruh tambang dan derit rantai di kaki yang terngiang-ngiang di telinga sampai kini. Masih serupa gema, menguapkan gema. Sungai di mana dahulu kala, perlukah aku catatkan tahunnya, jasad-jasad kurus pekerja tambang dihanyutkan.
Tak berapa lama, aku kembali mengelilingi kota, kota yang seperti kuali raksasa. Menumpangi sebuah angkutan kota, menyeret tangan Marissa, dan menyadari tangan itu betapa kecilnya, barangkali sejak ayahnya tiada. Kami turun di jalan utama kota, mengunjungi pasar satelit tanpa membeli apa-apa, naik angkutan kota lagi, melihat-lihat kota lama. Benar ada bekas tambang batubara itu kiranya, lubang hitam yang kini telah diberi cahaya, 15.000 rupiah kalau aku tak salah jika kau ingin masuk ke dalamnya.
Aku juga melihat lori-lori yang dulu katanya pernah diperjalankan di atas kawat besi yang kini tak lagi beroperasi. Tetapi semua masa lalu itu kini, juga kereta hitam dan beberapa gerbong-gerbong kayu, pabrik-pabrik pengolahan batubara, jejak-jejak kamp konsentrasi pekerja, dan tansi, telah menjadi bagian dari museum raksasa. Museum kota. Jejak-jejak kota tambang, kota yang seperti kuali raksasa.
Apakah kau ingin kuingatkan tanpa perlu aku berkata, tapi cukup hanya dengan mengunjungi kota-kota yang dicacat dalam sebuah nyanyian? Kota-kota yang selalu menyedihkan? Tidakkah nyanyian di daerah itu lebih sering digunakan untuk mengingat kesakitan, cemas, dan rusuh yang tak tertahankan? Maka inilah kota kedua, cukup dua saja, seperti buklet pariwisata yang membuatmu memutuskan berkunjung.
Kota Kedua
Sebentar lagi kami akan sampai di kota tujuan kami berikutnya dan mendapati masalalu. Sebentar lagi, tetapi kami merasa tak akan sampai-sampai. Entah bila, mungkin benar-benar tak akan tiba aku di sana. Aku menujunya, kota yang senantiasa dirindukan, tetapi tak seorang pun yang benar-benar ingin ke sana (mungkin ayah Marissa sebelum mati dulu pernah bermimpi).
Tetapi, kau tahu, aku tak bisa membayangkan sesuatu yang mampu mengembalikan ingatanku pada kampung halaman kami itu, kampung halaman yang bukan sebuah pemandangan atau gambaran yang kau perkirakan tentang negeri-negeri eksotik di pedalaman, seperti orang Eropa membayangkan dunia timur kita. Tetapi ia sebuah kampung yang kota, atau setidak-tidaknya berlagak serupa kota.
Ketika kota itu masih serupa kampung, ketika aku masih gadis muda dengan pipi kuning-tua, aku pernah mendengar kota kami disebutkan dalam lagu pada sebuah pesta perkawinan seseorang entah siapa. Dalam dendang mana, dalam dendang mana saja, aku lupa judulnya. Aku pernah mendengarnya, dan itu pasti. Dan kini, aku sudah sebelas tahun tak pernah ke kota itu dan nyaris tidak tahu apa-apa tentang keadaan kota itu hari ini. Hal itu membuatku menunda-nunda untuk sampai ke kota itu, mencoba singgah di beberapa kota dalam perjalanan pulang. Tetapi aku tak juga mendapatkan suatu gambaran yang menggembirakan tentang bagaimana aku harus menghadapi kota itu.
Aku naik bis lagi dan turun tidak sampai dua jam kemudian bersama Marissa di pusat kota berikutnya. Kau ingat, kota dalam dendang selalu akan mengingatkanmu untuk pulang. Benar-benar celaka semua nyanyian yang diciptakakan jika hanya untuk membawa larut atau menyuruh bunuh diri perlahan-lahan. Tapi begitulah adanya. Di kota kami, untuk tujuan itulah kiranya nyanyian diciptakan, untuk membunuh pendengarnya belaka atau melarikan diri dari nasib pahit bumi seumpama batu yang ditelan lubuk dalam.
Dan kami memutuskan berjalan kaki menuju danau di pinggiran kota, mengacuhkan keramaian, menyabaikan warna-warni iklan di kota kecil yang berantakan. Kami lalu menaiki sebuah kereta kuda yang disewa tak melebihi uang kertas duapuluh ribu, meminta pada kusirnya untuk mengantarkan kami ke tepi danau hijau dan luas, seluas lautan jika seandainya kau lupa bahwa kau sedang menghadap ke sebuah danau saja.
Kami berkeliling danau sejenak dan memutuskan turun dari kereta kuda. Kami memutuskan berjalan kaki dan mengisi tabung air Marissa dengan air perasan tebu yang dijajakan di pinggir danau. Kami, aku dan Marissa, kenapa aku sampai lupa memperkenalkan anak itu kepadamu?
Marissa yang baru terbangun dari tidur di atas bis, tentu masih merasa belum mengerti di mana kami sekarang. Tetapi ia telah berada di atas kereta kuda selama beberapa menit dan menikmati lejutan-lecutan ekor kuda yang kasar. Dan merasa untuk pertama kali dalam hidupnya menaiki kereta kuda. Ia hampir selalu berada di sampingku selama tujuh tahun sehingga aku tahu pasti apa ia pernah naik kereta kuda sebelumnya atau tidak. Jadi, tidak perlu kau meragukan pengetahuanku tentang anak bisu itu.
Aku membawa Marissa menuruni tebing jalan menujut tepi danau, terus ke tebing landai ke arah danau, lebih dekat lagi, untuk sampai di tepi danau itu dengan perasaan lega. Aku menyentuhkan tangan Marissa ke air. Ketika tangannya dan tanganku sampai di permukaan danau dan merasakan sejuknya air, seluruh pori-poriku bangkit dan ternganga, seperlu luka yang kembali muda.
Danau hijau itu, danau yang tersebut dalam dendang, juga dalam buklet Dinas Pariwisata. Jika kau datang, kau bisa membuka bajumu dan berenang telanjang di tempat yang tersembunyi dari orang-orang tentu saja. Tak akan ada yang melarangmu selagi kau tak dilihat siapa pun. Kau juga bisa berenang sambil membayangkan kau sedang berenang dengan semacam sirip yang perlahan-lahan ada dan menyumbul dari bawah ketiakmu. Atau jika kau tidak pandai berenang karena berat tubuhmu yang aneh dan membuatmu menjadi serupa batu, maka di tempat tertentu di pinggir danau itu kau bisa menyewa perahu atau pelampung dari ban dalam mobil yang tak akan menghabiskan sepuluh ribu uangmu.
Ketika aku berada di pinggir danau, setelah membasahi muka Marissa, aku kemudian juga membasahi mukaku, dan wajahku terkejut mendapati air danau yang dingin itu. Ya, air danau yang terus dingin meskipun kau datang tepat ketika matahari sedang berada di puncak kepalamu dan langit ketika itu begitu cerlang. Karena ikan-ikan di sana, menurut cerita, pernah besar, pernah begitu besar melebihi kekuatanmu untuk merangkul seluruh diameter tubuhmu sendiri. Sehingga kau tak akan pernah percaya sampai kapanpun kalau ikan itu adalah ikan purba yang datang dari kutub utara entah selatan ke danau itu ketika seluruh dunia mencair, sehingga dingin kutub terbawa dingin tubuh ikan-ikan itu dan mengkontaminasi air di danau itu sekujurnya. Kau tidak akan percaya jika cerita itu benar adanya, seperti juga aku dan mungkin anakku, yang mendapatkan cerita tentang ikan besar dari kutub itu dari perempuan penjual air peras tebu yang mendirikan lapak-lapak di pinggir danau. Tak apalah.
Tapi dari perempuan penjual air peras tebu yang lain kau akan mendengar yang lain pula, kalau danau itu buah dari celaka, dari kutuk perempuan buta terhadap sembilan anak bujang mereka. Sembilan anak bujang yang kemudian menjadi ikan. Sembilan ekor ikan raksasa. Serupa Malin Kundang dalam versi yang berbeda. Seketika kutuk perempuan buta itu berlaku, seketika itu pula sembilan anak bujang yang melanggar pantang itu menjadi ikan. (Haruskah aku menceritakannya sedemikian mendetail kepadamu tentang pantang itu? Kau ingat saja bahwa cerita semacam itu berlaku untuk hampir seluruh dongeng-dongeng kuno di dunia kita, bukan?)
Beberapa waktu kemudian, aku sudah mendapati diriku berjalan dengan ransel berat di punggung mengelilingi danau itu hendak kembali ke kota, sementara Marissa menarik-narik ujung kemeja bawahku, membentuk gerakan tangan mengatakan kalau ia haus. Aku keluarkan tabung yang berisi perasan air tebu yang sudah tak lagi dingin dari dalam ranselku dan dengan gerakan tangan pula aku menyuruh Marissa menghabiskannya.
Marissa mungkin dapat merasa sangat lega dan, sepertiku kini, mendapati danau dan hamparan gunung-gunung yang melingkarinya begitu menawan dan memanjakan hati, membuatku melupakan dongeng-dongeng pilu yang menceritakan asal-mula terbentuknya danau itu di masa lalu.
Kami terus berjalan dan belum merasa letih meskipun kami telah hampir dua hari satu malam turun-naik bis yang berbeda (Kami perantau yang pulang dari Jawa, ah, sudahlah). Aku kadang tidur sejenak dan terbangun kembali oleh guncangan jalan, dikebat insomnia beberapa lama, sementara Marissa mendapat banyak tidur sepanjang perjalanan
Setelah merasa lelah berjalan mengelilingi danau, kami berhenti di sebuah kedai nasi dengan menu utama ikan khas danau itu. Aku berpikir, adakah sembilan ekor ikan jantan itu telah kawin dengan sembilan ikan betina yang mungkin juga ada karena kutuk dan celaka ibu mereka, dan mereka, pasangan-pasangan ikan yang terkutuk itu melahirkan begitu banyak ikan kecil di danau ini?
Marissa makan dengan lahap, aku kehilangan selera untuk mencicipi apa pun. Ketika mendapati senja jatuh ke danau, aku menarik tangan Marissa, kami memutuskan naik bis lagi. Bis dengan tujuan kota lain lagi, kota dalam dendang.
Tapi bukan kota kami. Kami tak akan pernah pulang-pulang lagi ke kampung halaman kami, ke kampung yang berlagak seperti kota. Kami terus saja mengunjungi kota lain, kota-kota yang pernah tersebut dalam dendang yang lain, kota-kota kecil yang lain yang bukan milik kami, yang hanya akan mengingatkan kami pada kota kami yang sesungguhnya.
Pernahkah kau mendengarnya? Jika kelak kau berkunjung ke kota-kota yang pernah kami kunjungi, kau bisa mendapati nyanyian itu di toko-toko kaset dengan menanyakan: adakah kaset dengan nyanyian yang memuat begitu banyak nama kota di dalamnya?
08 Januari 2011
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar