Kamis, 29 September 2011

Bayang-Bayang Wajah

Ahmad Zaini *
http://sastra-indonesia.com/

Kabut pagi belum mengering. Padahal sinar matahari sudah mulai menghangatkan tubuh. Tapi toh begitu, bening air telaga sudah mulai menguap tersengat oleh hangat sinarnya. Kumparan waktu menyeretku berkeliling di tepian telaga. Riak-riak kecil menggiring ikan-ikan berkecipak di permukaannya. Sebatang pohon mangga menyapaku saat aku duduk di bawahnya. Daun kuningnya membelai wajahku yang muram memikirkan lembaran hari yang tiada menentu.

Pikirku terkuras untuk mengukir hari-hariku agar menjadi sebuah barang berharga. Selama ini hari-hari kubiarkan berjalan seiring perputaran matahari. Sejak fajar menjelang pagi hingga fajar menjelang malam, waktu kubiarkan berlalu tak membekas sedikitpun pada diriku. Aku tahu bahwa waktu tak akan datang lagi setelah dia berlalu bersama angin. Ia tak akan kembali yang kedua kali. Akan tetapi, kenapa aku selalu terlena membiarkan waktu pergi begitu saja?

Keluh kesah sang istri karena desakan kebutuhan hidup setiap hari memenuhi ruang kepala. Telinga terasa sakit jika mendengar keluhan-keluhan itu. Sebagai lelaki aku merasa gagal untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tapi apakah sebagai istri terus hanya menuntut yang di luar batas kemampuan suami? Kurasa tidak. Sebab selama suami sudah menggerakkan tangan untuk mengais rizki dan hasilnya sudah diberikan kepada istri berarti kewajibannya sudah gugur. Istri tinggal mengatur pengeluaran hingga menjelang bulan berikutnya.

Menjelang senja saat langit merah bertarung dengan malam aku tak kuasa menahan himpitan beban yang semakin kencang. Catatan-catatan kebutuhan selama sebulan telah berderet di tembok malam. Yang satu belum terbayar yang lain sudah mengantre.

“Di saku celana. Ya, di saku celana masih tersimpan uang,” kataku dengan yakin.

Celana yang bergantung di tiang kuraba saku samping dan belakang. Tak ada yang tersentuh jemariku yang merayap mencari uang itu. Tiba-tiba dari balik kelambu istri muncul dan mengatakan bahwa uang yang ada dalam saku sudah ia gunakan untuk belanja pagi tadi.

“Aduh, mati aku! Itu uang untuk membeli pulsa!” kataku kesal.

Hari-hariku tercoret oleh ketidakpuasan istri. Ia selalu mengomel siang dan malam. Setiap keinginan yang terlontar dari mulut cerewetnya selalu kuturuti. Tapi risikonya, setelah tanggal lima belas uang untuk kebutuhan hari-hari tersisa sudah habis.

”Ah, tidak perlu susah! Yang penting anak istri bisa tersenyum. Kan, masih ada uang di tabungan!” suara kecil yang muncul dari dalam hatiku.

Perasaan gembira karena ada uang cadangan di tabungan menghiasi hari itu. Anak istri kutawari untuk berbelanja di minimarket yang berderet di sepanjang jalan. Tanpa basa-basi mereka bergirang ria. Si istri dengan sibuk mencatat belanjaan yang dibutuhkannya. Si anak minta mainan ini itu. Aku sekejap merasa bangga karena bisa membuat mereka tersenyum gembira. Eh, tidak tahunya setelah aku antre di bank berjam-jam ternyata saldo di buku tabunganku tinggal lima puluh ribu.

“Wik…..!” kataku kaget melihat saldo di buku tabungan.

“Ayo, Pak kita berangkat ke minimarket!” rengek anak-anakku.

Selembar uang lima puluh ribuan kuselipkan di dompetku yang menipis. Sedangkan sewaktu aku melirik catatan belanja istriku jumlah totalnya mencapai sekitar dua ratus ribuan. Belum lagi permintaan anak-anakku. Tapi apa boleh buat karena aku yang menawari mereka belanja mau tidak mau aku harus memberangkatkan mereka ke minimarket.

Ruang sejuk karena berpendingin di supermarket sedikit mendinginkan kekuatiran hatiku. Rasa was-was saat melihat tangan istriku trampil menyikat barang ini barang itu sedikit terkurangi. Anak-anakku yang mengambil beragam mainan juga kubiarkan. Keranjang barang belanja yang ditenteng oleh istriku sudah penuh. Akan tetapi, mereka juga belum berhenti melirik barang-barang yang dipajang di minimarket.
”Sudah, Bu?” tanyaku pada istri.

“Mestinya, belum. Karena banyak barang yang kosong terpaksa aku hanya belanja ini saja,” jawabnya dengan enteng.

Dalam hatiku mendongkol. Barang yang menggunung di keranjang belanja dibilang “hanya segini”.

“Capek deh!” ungkapku kesal.

Tangan kekar istriku menyodorkan barang belanjaan. Jari-jemari kasir terampil menghitung barang-barang yang dibongkar dari keranjang istriku. Di monitor kasir sempat kulirik ternyata biaya keseluruhan adalah seratus lima puluh ribu rupiah. Sedangkan uangku hanya lima puluh ribu.

“Ini, Bu dua seratus lima puluh ribu,” kata kasir sambil menyodorkan selembar kertas pada istriku.

Keringat mengucur deras menyerbu keluar dari pori-pori. Seketika itu pula kaos yang kukenakan basah oleh keringat. Istriku dengan mata menyalak menyodorkan hasil print out dari mesin kasir. Kuambil dompet yang terselip di saku belakang dengan tangan gemetar. Perlahan kubuka dompet berwarna hitam lantas kuambil selembar uang lima puluh ribuan.

”Cuma ada ini, Bu,” aku menunjukkan uang tersebut pada istri.

Raut istriku memerah dengan mata yang melotot tajam. Ia mengeluarkan raungan bak harimau yang siap menerkam mangsa. Aku mundur selangkah untuk menghindari terkaman istriku.

”Aduh, Pak!” jerit anakku karena jempol kakinya terinjak oleh sandal jepitku.

”Kurang ajaaaar!” auman istriku menggetarkan seluruh isi ruangan minimarket. Aku malu tiada terkira saat semua pandangan orang yang berada di ruang tersebut melihat ke arahku. Sekeranjang belanjaan dibiarkan tergeletak di meja kasir. Istriku membalikkan tubuhnya dan langsung melompat ke luar ruangan minimarket.

Gemetar tubuhku melihat wajah seram istriku seperti Maklampir, tokoh antagonis dalam sinetron Misteri Gunung Merapi. Aku melihat ia berkelabat menyerberang jalan dengan menyeret tangan anakku. Aroma wangi dari baju yang dikenakan oleh istri masih tertinggal di tempatku berdiri mematung. Sesaat kemudian bayangannya lenyap ditelan pertokoan yang berjajar di sepanjang trotoar.

“Aku yang salah,” ratapku dalam hati.
***

Di sudut telaga yang berair bening aku duduk seorang diri. Aku meratapi nasibku sebagai lelaki yang tak berdaya di mata istri. Bayang-bayang wajahku yang muram dan semakin mengerut tergores usia, terlihat hancur tak berbentuk. Bayang-bayang itu selalu kuamati dari permukaan air telaga yang menggiring riak-riak kecil ke tepian. Pohon magga yang berjajar rapi di sepanjang tepi telaga diam membisu tak mau menyapa diriku yang termenung di bawahnya. Bahkan mereka pun tak tega sekedar meluruhkan daun kuningnya yang membangunkan diriku dari ratapan yang berkepanjangan ini.

Sementara di rumah suasana menjadi hening. Ruangan yang luas tampak begitu sempit. Saat istriku duduk dengan ongkang-ongkang kaki di dingklik panjang peninggalan mertua, aku enggan masuk ke rumah.

”Ayo, Pak main kuda-kudaan!” ajak anakku sambil menyeret tanganku ke dalam rumah.

Hatiku berdebar-debar takut jika istriku menyalak lagi. Aumannya pasti bisa merobohkan rumah yang tak layak huni ini. Ah, ku tak peduli yang penting aku bisa enjoy bersama anak tersayangku yang sudah melupakan kekecewaannya sewaktu di minimarket tadi.

”Ayo, Pak yang kencang larinya!” gertak anakku dari atas punggungku. Spontan aku memacu rangkakku dengan kencang. Tanpa kusadari aku menyelonong di kolong meja makan.

”Duk!” bunyi sesuatu. Eh, anakku terjatuh dan keningnya berdarah terbentur meja. Jerit tangisnya segera kubungkam dengan telapak tangan agar istriku yang tadi ke ruang belakang tidak mendengar tangisan anakku. Darah yang mengalir di keningnya segera kuusap dengan kaos dalamku. Kening anakku sudah bersih tak ada tetesan darah lagi. Tapi benjolan yang muncul di kening bagian atas sulit kuhilangkan.

”Bagaimana, ya, caranya?” pikirku.

Topi yang bergambar ipin dan upin yang tergeletak di meja tamu segera kuraih lalu kukenakan di kepala anakku.

”Beres. Sudah tidak kelihatan.”

Istriku yang berderap dari ruang belakang menggetarkan seluruh pelataran. Hentakan-hentakan langkah kakinya seperti ribuan kaki kuda prajurit yang berlaga di medan perang. Jantungku berdegup kencang saat anakku di tarik ke gendongannya. Tanpa basa-basi ia melompat keluar bak singa menerjang lingkaran api dalam sirkus di televisi.

Pada siang hari istriku datang dengan diiringi sinar hatahari yang membakar. Gelembung-gelembung darah seakan mendidih di seluruh tubuhnya. Langkah kakinya berderap semakin kencang dengan mata terbelalak lebar. Tangan kirinya mengelus-elus kening anakku yang benjol terbentur meja sedangkan tangan kananya mencengkeram topi ipin upin sambil diacung-acungkan ke langit yang menyemprotkan hawa panas menyengat.

Aku masuk ke dalam kamar pura-pura tidak mengetahui kedatangannya. Saat kaki kananku baru melangkah ke dalam kamar tiba-tiba istriku sudah membentak dari pintu depan.

“Kau apakan anakku ini? Kenapa keningnya benjol seperti buah kedondong ini? Pakkkkkk…! Jawab!” ia membentakku dengan suara menggelegar.

“Ti, ti, tidak ta, ta, tahu!” jawabku gemetar sampai terbata-bata.

“Tidak tahu?! Terus darah yang ada di kaos dalammu itu darah siapa, heh?” serang istriku sambil menunjukkan bercak darah yang ada di kaosku.

“Sial! Aku lupa membersihkannya,” gerutuku dalam hati.

“Kamu ini suami apa? Kerja tak becus, momong anak gak becus. Bisanya hanya duduk daglu di talaga. Ya ini akibatnya, kepala anaknya dibenturkan di meja,” istriku mengomel.

Aku diam tak menyanggah apa yang ia ucapkan. Aku duduk diam tak menggubris semua yang diucapkan.

”Nanti kalau sudah lelah mengomel, ya…, ia akan berhenti sendiri,” belaku dalam hati.

Setelah menghabiskan bahan omelannya, tensi darah istriku menurun. Ia lantas berlalu di depanku menuju kamar.

Bayang-bayang sikap istriku yang semakin berani padaku terkadang mengukir pikiran tidak enak dalam hatiku. Aku lelaki yang tak berdaya jika berhadapan dengan istri. Padahal aku sendiri sudah berusaha menjadi suami yang bertanggung jawab dengan mencarikan mereka nafkah setiap hari. Tapi lagi-lagi karena penghasilanku yang tidak memadahi selalu menjadi alasannya berani merendahkan diriku.

Namun apa boleh buat, rizki itu sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa sejak zaman azali. Rizkiku segini sudah dicatat oleh Tuhan. Jadi tidak bisa dipaksa berpenghasilan seperti yang lain. Kalau terlalu dipaksakan maka yang terjadi adalah suami akan nekat melakukan tindakan yang menyimpang. Kalau sudah begitu, keluarga sendiri nantinya yang akan menanggung malu. Jadi aku berprinsip selama aku masih berkerja halal, tetap akan kujalani. Apa pun nanti hasilnya. Aku tak menghiraukan omelan-omelan istriku yang setiap hari memekakkan telingaku.

Deretan ratusan ikan berenang-renang di bening air telaga. Mereka hidup rukun berjalan berdampingan. Saat kulemparkan patahan ranting pohon mangga mereka berlomba-lomba mendapatkannya. Ketika mereka tahu bahwa itu bukan makanannya, mereka pun pergi mencari makanan yang lain dengan tetap berderet dan berenang bersama-sama.

Lamongan, April 2010
*) Ahmad Zaini, Penulis beralamat di Wanar Pucuk Lamongan, beberapa puisi dan cerpennya pernah dimuat di Radar Bojonegoro, Majalah MPA (Depag Jatim), Antologi Puisi Bersama seperti Bulan Merayap (Dewan Kesenian Lamongan,2004), Lanskap Telunjuk (DKL, 2004), Khianat Waktu, Antologi Penyair Jawa Timur (DKL, 2006), Absurditas Rindu (Sastra Nesia Lamongan, 2006), Kidung Rumeksa Praja (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2010). Pembina SMA Raudlatul Muta’allimin Babat, Lamongan.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae