Rabu, 31 Agustus 2011

Rosihan Anwar dalam Kenangan

Daniel Dhakidae
Kompas, 18 April 2011

Syahdan, suatu sore di Yogyakarta, sekitar Juni atau Juli 1988, saya bertemu Rosihan dalam satu acara. Saya duduk berdampingan dan tanpa mau membuang kesempatan saya langsung minta waktu untuk mewawancarainya. Dia katakan, ”OK nanti kita atur waktu di Jakarta.”

Waktu kami berbicara, di televisi di depan kami, TVRI menayangkan penahbisan imam Katolik di Flores. Persis waktu itu berlangsung adegan prostratio, ketika para calon imam itu merebahkan diri tertelungkup di depan altar sambil mendengarkan litania omnium sanctorum untuk mendapatkan berkat para santo.

Rosihan tertarik dengan adegan itu, lantas mengeluarkan komentar yang sama sekali di luar dugaan saya: ”Daniel, kau begaya pula mau nulis disertasi doktor segala! Lebih baik kau kembali ke Flores sana dan berbaring-baring seperti pastor-pastor itu.”

Nah..., ini dia! Rosihan yang sering saya dengar tentang komentarnya yang nyelekit! Saya tidak bisa jawab dan hanya senyum-senyum tanpa makna.

Sesampai di Jakarta, berkali-kali saya telepon untuk wawancara, tapi selalu gagal karena kesibukannya. Sampai saya kembali ke Cornell Maret 1989, wawancara tak terlaksana. Dengan sedikit ”teror”, akhirnya dia memberi wawancara tertulis yang dikirim ke Cornell.

Rosihan dan pers nasional

Petualangan intelektual ditunjukkan pada tahun 1957 ketika dia dengan tegas mengatakan bahwa ”tidak mungkin ada press magnate” di Indonesia, yaitu bertumbuhnya pers yang besar dalam kesatuan besar dan dalam konglomerasi besar, baik yang terdiri dari usaha serupa maupun gabungan dari berbagai jenis bisnis di luar surat kabar dengan berindukkan suatu perusahaan surat kabar. Namun, dalam hidupnya sendiri yang panjang itu, 89 tahun, dia saksikan sendiri konglomerasi surat kabar bukan saja sebagai pengamat, melainkan juga pelaksana serta merasakan sendiri pahit getir dan juga manis madunya.

Dalam kompetisi yang ganas, Pedoman yang dipimpinnya sejak didirikan pada November 1948 tidak bisa bertahan sebagai bisnis sampai ditutup pada awal 1961 dan Januari 1974. Dia membela dirinya bahwa ”ramalan atau prediksinya” itu berpijak pada suasana tahun 1950-an sehabis perang ketika partai-partai sangat berkuasa untuk menghidupkan dan mematikan pemerintah. Namun, yang terutama adalah hidupnya suasana egalitarian pada masa-masa itu.

Namun, dia juga membela dirinya, yaitu setelah ditutup Soekarno, Pedoman terlalu lambat mendapatkan izin terbit pada masa Orde Baru. Rosihan berdalih, kalau sekiranya tahun 1966 izin terbitnya sudah dikeluarkan, dia akan mampu bersaing.

Menghilangnya Pedoman dari percaturan dunia pers tentu karena berbagai alasan perkembangan ekonomi-politik Indonesia. Dalam refleksi Rosihan tentang dirinya dan Pedoman, dia selalu mengembalikannya pada masalah etika dan etika politik dirinya sendiri dan Pedoman yang dipimpinnya. Di satu sisi dia mengatakan, perkembangan persaingan tak memungkinkan surat kabarnya bertahan. Tapi di sisi lain etos yang berubah jadi soal. Dia mengatakan: ”Tuntutan jurnalistik sudah berbeda. Dahulu pers dan wartawan punya harga diri (self respect) dan berani terhadap penguasa. Sekarang, di zaman Orde Baru, wartawan harus punya aliansi dan koneksi dalam kalangan oknum-oknum pemerintah, selanjutnya ’menjilat’ supaya bisa selamat dan beroperasi terus. Pedoman dan Indonesia Raya tidak mempunyai keterampilan berbuat yang demikian. Jadi, mana bisa bertahan?”

Namun, bila dikembalikan ke etos politik, Rosihan justru menderita karena etos itu juga yang dia lepaskan dalam bentuk konsesi yang dia berikan pada kekuasaan. Dua konsesi pernah diberikannya kepada dua penguasa yang juga menjadi dasar ketiadaannya dalam dua masa yang berbeda. Pada masa Demokrasi Terpimpin dia memberikan konsesi kepada Soekarno dengan menandatangani apa yang disebut ”pernyataan 19 pasal” untuk menerima Manipol-Usdek. Ketika memberikan konsesi politik kepada Soekarno, alasan yang diberikannya, to create the conditions (asli dari Rosihan) untuk demokrasi karena yang lebih penting adalah to be there, to exist (asli dari Rosihan), baru sesudah itu pers bisa berjuang.

Alasan yang sama untuk konsesi kedua yang diberikan kepada Soeharto ketika harus menandatangani pernyataan tertulis untuk menghormati dan menjaga keselamatan keluarga Soeharto, bersama semua pemimpin redaksi lain: yang penting adalah ”hadir”, baru setelah itu berjuang untuk mengembangkan demokrasi. Namun, semuanya membawa krisis hidupnya. Semua koran yang diterbitkannya diberangus tanpa ampun.

Meski demikian, dalam krisis atau bukan, Rosihan tetap Rosihan Anwar ketika dengan kepala batu dia mengatakan: ”No regrets, saya telah melakukannya. Namanya berjuang, kok. Selalu ada risikonya, kan.”

Tragedi dan daya tangkal

Hampir tidak dapat membayangkan psikologi Rosihan setelah gagal mendapatkan imbalan setelah memberikan dua konsesi. Kegagalan pertama bisa diterima, barangkali lebih mudah, karena beban yang ditanggung bersama adalah beban yang mungkin lebih ringan. Pedoman tahun 1960-an adalah Pedoman Rosihan yang menamakan dirinya sebagai ”Sjahririst” dan secara sukarela mendukung cita-cita politik PSI karena dia selalu mengatakan, surat kabarnya bukan surat kabar partai. Dibubarkannya PSI dan dibubarkannya Pedoman menjadi beban yang tertanggung bersama.

Kegagalan konsesi kedua adalah tanggungan Rosihan sendiri, semata-mata, meski masih ”Sjahririst”, tetapi seorang ”Sjahririst” tanpa partai, seperti Rosihan sendiri juga wartawan beken tanpa surat kabar.

Rosihan sadar dan semakin pahit kesadaran itu ketika dikatakannya, lima belas tahun setelah Pedoman ”sirna dari muka bumi” (1974), pada 1989, ”...lokasi tempat Pedoman dicetak (Jakarta Press, Gunung Sahari Ancol 13) dijual kepada seorang pengusaha, lalu di situ didirikannya sebuah kompleks ruko (rumah toko). Pengusaha itu ternyata keponakan Lim Soei Liong....”

Namun, Rosihan adalah Rosihan. Tragedi ditebusnya dengan berbagai cara, sekurang-kurangnya dua cara yang tampak pada penulis ini. Pertama, setelah surat kabarnya disirnakan dari muka bumi, dia ditawari menjadi duta besar di Vietnam oleh Presiden Soeharto. Kali ini Rosihan tidak mau lagi memberikan konsesi ketiga kalinya. Dia menolak tawaran itu.

Saya pikir ditolaknya tawaran menjadi diplomat tidak untuk membalas dendam, tetapi muncul dari political sensibility tentang keseimbangan antara dua profesi. Yang satu adalah jurnalistik yang dipupuk dari kata ke kata, kalimat ke kalimat, hasil dialogia antara dunia nyata dan dunia pikiran dengan kata-kata sebagai jembatan dan sekaligus menjadi dunianya sendiri. Bersama itu ada seluruh risiko yang harus ditanggung—secara politik dan bisnis. Yang lain, dunia diplomatik yang baginya lebih menjadi hadiah, ”pemberian”. Bagi dia, dunia diplomatik penuh tanggung jawab, tetapi tanpa risiko. Yang diperlukan hanya kepatuhan. Arogansinya melarang itu.

Jalan kedua untuk menebus tragedi hidup Rosihan adalah sesuatu yang harus ditanggungnya seumur hidup, mempertahankan dunia miliknya sendiri, yaitu dunia intelektual dan jurnalistik. Semakin dunia itu digelutinya, semakin ia jadi ”milikku sendiri”, milik Rosihan, jemeinig, kata Heidegger. Dia menghabiskan waktunya untuk mempertahankan jemeinigkeit itu dengan mengajar jurnalisme, menjadi juri festival film, dan lain-lain.

Namun, di atas segala-galanya, dia menulis dan menulis, buku dan artikel, sampai titik darah penghabisan.

*)Daniel Dhakidae Pemimpin Redaksi Prisma, Jakarta

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae