Rabu, 01 Juni 2011

Puisi yang Menggugat Kemerdekaan

Abdul Aziz Rasjid
Malang Post, 25 Juli 2009

Ternyata kemerdekaan itu milik anak-anak. ternyata merdeka
itu adalah anak-anak dari segala sudut dunia

— Wahyu Prasetya, Bendera Anak-anak (1990/1991)

Penyair punya kebebasan dalam mencipta puisi sebagai hasil kreasi. Penyair boleh menumpahkan emosi di antara situasi yang sedang ia alami, membayangkan dunia ideal yang diidamkannya setelah ia memikirkan pengalaman yang pernah terjadi di lingkungan sekitarnya. Penyair punya hak untuk menyatakan, memikirkan ulang dan menanyakan segala sesuatu yang telah terjadi di masa lampau maupun sedang berlangsung di masa kini untuk memberikan saran bahkan membayangkan sesuatu yang akan terjadi di masa depan.

Mengunakan bahasa, kekhasan penyair muncul lewat cara pengolahannya terhadap peristiwa-peristiwa itu dengan kepiawaian baluran daya imajinasi. Fakta dan imajinasi yang saling berkelindan dalam rupa puisi dapat pula diposisikan dan difungsikan sebagai tanggapan evaluatif bermuatan artistik —keindahan bunyi, nuansa maupun kedalaman makna— atas kondisi sosial kultural masyarakat di lingkungannya. Hak dan kewenangan penyair dalam berkreasi, yang acapkali bermuatan bahasa sugestif (penyaranan), asosiatif (pertalian) dan imajis (pembayangan) sering disebut sebagai licentia poetica (poetica licence).

Esai ini, akan membicarakan puisi-puisi yang ditulis oleh Wahyu Prasetya, khususnya ciri licentia poetica Wahyu Prasetya dalam melakukan pemaksimalkan latar untuk membangun imaji puisinya yang terkumpul dalam antologi puisi tunggalnya bertajuk Sesudah Gelas Pecah (Forum Sastra Bandung, 1996).

Sebagai perkenalan singkat penyair, Wahyu Prasetya adalah penyair kelahiran Malang, 5 Februari 1957. Ia menulis sejak tahun 1979, pernah bertualang ke berbagai Negara Asia Tenggara, dan pernah bermukim di Jerman Barat selama 3 tahun. Beberapa puisinya terkumpul dalam antologi Tonggak (Jogjakarta), Pertemuan Penyair Indonesia (TIM-DKJ, Jakarta, 1987) dan juga terdokumentasikan di luar negeri, yaitu 02:30 Abstraction (Sourborne, Perancis, 1996) dan Merely A Dagger (Idaho, USA, 1996).

Latar dalam puisi

Latar yang digambarkan oleh Wahyu Prasetya dalam buku Sesudah Gelas Pecah, didominasi oleh dua macam latar, yaitu latar tempat dan latar material. Latar tempat ditunjukkan dalam penyebutan wilayah semacam kota (Jakarta), negara (Indonesia), sekolah dasar sampai rumah.

Latar tempat itu selalu dilengkapi oleh kehadiran latar material yang memberi efek pembayangan tentang sebuah situasi mencekam, misalnya dalam larik-larik berikut: Indonesia adalah sebuah peta yang pernah diperdaya oleh ranjau, intrik, bom dan kasak kusuk (“Anakku Menulis Merdeka atau Mati”), atau di sela reruntuhan kota dan kemerdekaan, anak-anak tertawa, menangis, menjeritkan kalimat yang tertera di tembok dan rongsokan tank (“Bendera Anak-anak”).

Ranjau, bom, reruntuhan, kalimat yang tertera di tembok dan rongsokan tank merupakan latar material yang memperkuat suasana tentang pembayangan situasi sosial tertentu, yaitu adanya bekas-bekas kekerasan akibat kondisi keterjajahan. Pembayangan bekas-bekas dari situasi keterjajahan itu, di sisi lain, juga menyiratkan sebuah peristiwa adanya usaha-usaha bentuk perlawanan yang hadir dalam bentuk kata kerja aktif, semisal menjeritkan kalimat “Merdeka!” yang tertulis di tembok dan di rongsokan tank atau menulis kalimat “Merdeka atau Mati!” yang didapati dari buku tulis sejarah sekolah dasar.

Situasi keterjajahan yang kemudian menjadi bagian sejarah sebab pada akhirnya dapat dikalahkan lalu mengantarkan pada situasi baru, yaitu mewujudnya kemerdekaan. Ironisnya, kemerdekaan ternyata tetap menimbulkan situasi yang tragis. Sebab dalam penggambaran latar tentang masa merdeka, aku lirik dalam puisi Wahyu Prasetya tetap menemu dan melihat maharajalelanya kesengsaraan. Semisal dalam bait-bait puisi yang berjudul “Bendera Anak-anak” ini:

disini, aku melihat anak-anak trotoir, anak-anak lorong
kampung Jakarta
….
di jembatan yang melingkar, mereka beratap, mengkisahkan mimpi
sebuah tempat teduh beton dan lauk pauk yang terhidang.

Situasi merdeka yang tetap menimbulkan kesengsaraan itu, dimana jembatan menjadi atap dan tempat tinggal, seratus gedung sekolah dasar di pelosok IDT roboh, bahkan aku lirik menatap bendera dalam gerimis kedua mata anak istrinya, timbul karena maraknya kecurangan dan orientasi negeri yang berpihak pada panji-panji ekonomi. Kenyataan yang ditemui ini lalu mengantarkan aku lirik pada pemahaman baru bahwa pekik kemerdekaan telah menjadi sekadar slogan dari ingatan gema optimisme perjuangan masa lampau yang hanya tertulis dalam buku sejarah.

Pada bait-bait puisi yang berjudul “Anakku menulis merdeka atau Mati”, Wahyu Prasetya menulis begini:

biarlah
Kemerdekaan yang kami syukuri dalam rumah sederhana ini
hanya huruf, kalimat dan bahasa cat semprot
dan jari jari anakku yang mengutip ingatan buku tulis sejarahnya.

Tanggapan evaluatif penyair

Pemaksimalan daya artistk yang dilakukan Wahyu Prasetya dengan cara melakukan hubungan asosiatif dua macam latar (tempat dan material) dalam dua masa yang berbeda itu, memberi pembayangan (imaji) pada dua pemahaman personal. Imaji pertama adalah peristiwa dalam masa kemerdekaan yang ternyata tetap menghadirkan kesengsaraan, imaji kedua adanya peralihan optimisme perjuangan melawan keterjajahan yang kini sekadar menjadi slogan. Dua imaji itu, mensugesti aku lirik untuk mempertanyakan tentang perihal ini: “Siapakah pemilik kemerdekaan sebenarnya?”

Pertanyaan itu yang sekaligus menjadi tanggapan evaluatif penyair terhadap kondisi sosial kultural masyarakat di lingkungannya tampak jelas dalam bait-bait init:

tapi aku akan bertanya juga, kemerdekaan siapakah tanah airku,
Kemerdekaan siapakah bangsaku?
jika hari itu selalu kusaksikan banyak kecurangan antara kita, anak-anak
yang tertegun di perempatan jalan
jika hari ini kita bersama saksikan duka cita anak-anak,
seperti anak anak kita, siapakah mereka?

Pertanyaan itu mengandung tiga kemungkinan: aku lirik belum paham akan kemerdekaan, aku lirik ingin tahu lebih lanjut tentang arti kemerdekaan, atau aku lirik menggugat kemerdekaan. Dalam asumsi saya, aku lirik lebih cenderung melakukan gugatan dalam pertanyaan-pertanyaan itu. Karena aku lirik telah menegaskan dalam awalan puisi “Bendera Anak-anak” bahwa ternyata kemerdekaan itu milik anak-anak. Ternyata merdeka itu adalah anak-anak dari segala sudut dunia.

Dari pernyataan itulah, saya tahu, pada suatu masa kemerdekaan adalah hasil dari benih-benih perjuangan melawan keterjajahan. Kemerdekaan yang lantas mewujud dari keringat juga darah yang tumpah itu, menampung harapan massal yang mengandung optimisme bahwa merdeka adalah modal berharga agar regenerasi anak negeri dapat terus berlangsung, terjaga dan tak mengalami kembali hidup dalam penindasan maupun peminggiran.

Sayangnya, harapan massal itu tetap memiliki potensi menjelma keprihatinan ketika kemerdekaan hanya difungsikan demi keuntungan, kepentingan dan kemegahan segelintir orang. Akhirnya, apakah tanggapan evaluatif dalam puisi Wahyu Prasetya terhadap kemerdekaan sekadar omong kosong? Saya kira kita tahu apa jawabnya.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae