Selasa, 12 April 2011

IDEOLOGI SASTRA INDONESIA

Maman S Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/

Dua tulisan tentang ideologi yang dimuat Kompas (Novel Ali, “Ideologi Media Massa” 15/4 dan Komaruddin Hidayat, “Reformasi tanpa Ideologi” 24/4) menegaskan pentingnya institusi, gerakan, dan teristimewa: bangsa, melandasi arah perjuangannya ke depan dengan sebuah ideologi. “Ideologi media massa berkaitan dengan idealisme yang mestinya menjadi dasar perjuangan pers nasional,” demikian Novel Ali. Sementara hal penting yang diajukan Komaruddin Hidayat adalah penyikapan negara menghadapi fenomena global. Di situlah, perlu diciptakan: “ideologi baru yang menyatukan kepentingan semua anak bangsa dan menjadi pengikat kohesi emosi dan cita-cita bersama ….”

***

Kesusastraan Indonesia sesungguhnya dapat memainkan peranan penting dalam menawarkan ideologi sebagai usaha membangun cita-cita bersama. Mengapa sastra? Bukankah itu cuma hayalan sastrawan belaka? Bukankah membaca karya sastra berarti membaca sebuah dunia fiksional? Bagaimana mungkin membangun cita-cita dan kepentingan bersama dapat dilakukan melalui sastra?

Sejumlah pertanyaan itu boleh dianggap representasi ketidaksadaran masyarakat kita pada fungsi sastra. Padahal, sejarah telah membuktikan itu. Misalnya, dari mana ungkapan Tanah Air (Indonesia) sebagai konsep abstrak menjadi entitas yang di sana bernaung sebuah bangsa? Siapa yang melontarkan gagasan itu, lalu mewujud kesatuan wilayah politik yang dipagari garis teritorial untuk membedakannya dengan wilayah negara lain?

Periksalah puisi “Tanah Air” Muhammad Yamin (Bogor, 1920). Yamin menempatkan puisi sebagai alat mengekspesikan perasaan, sekaligus gagasan tentang warga bangsa. Itulah awal konsep Tanah Air digunakan. Sejalan perkembangan pemikirannya, maknanya bergerak dari Tanah Air sebagai tempat kelahiran (Minangkabau-Sumatera) menjadi Tanah Air Indonesia. Vaderland (fatherland) yang dimaknai Ibu Pertiwi, adalah Indonesia yang secara politik belum menjadi negara. Maka, konsep Indonesia perlu dirumuskan melalui kesadaran yang menyangkut tiga faktor:

Pertama, Indonesia sebagai Tanah Air. Secara geografis tercakup dalam wilayah Nusantara. Kedua, Indonesia sebagai bangsa mempunyai sejarah panjang keagungan raja-rajanya. Ketiga, Indonesia terdiri dari berbagai sukubangsa, etnis, agama, bahasa. Mendiami pulau-pulau dan dipersatukan oleh kesadaran menggunakan bahasa yang sama sebagai alat komunikasi. Perumusan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 –yang dikatakan Sutardji Calzoum Bachri sebagai puisi—lahir atas kesadaran pada ketiga faktor itu. Pidato Yamin (disampaikan pada Kerapatan Besar Indonesia Muda, di Surakarta, 29 Desember—2 Januari 1931), menegaskan: ketiga faktor itu tidak ada artinya jika Indonesia tetap sebagai bangsa terjajah. “Kebangunan merupakan hal penting untuk mencapai kemerdekaan!”

Pemikiran Yamin tentang Tanah Air, bergerak dari ekspresi puitik ke penyikapan atas ideologi politik. Puisi menjadi pematik tumbuhnya kesadaran kebangsaan. Sesungguhnya, perjalanan sastra Indonesia adalah sejarah pemikiran ideologi. Sastra lahir dari sebuah ide, lalu mengeram, berkelindan, dan tumpah menjadi gagasan tentang kehidupan manusia yang diidealisasikan. Jadi, sastra hakikatnya ideologi yang ditawarkan sastrawan. Di sana, ada nilai-nilai yang hendak ditanamkan. Maka, membaca karya sastra pada dasarnya membuka diri pada dialog ideologis. Teks sastra adalah representasi ideologi pengarang. Teks itulah yang dihadapi pembaca. Tanpa sadar, pembaca disodori pilihan: melakukan pemihakan, perlawanan, atau kesadaran yang berkaitan dengan penyikapan pada nilai-nilai kemanusiaan.

Marco Kartodikromo, dalam Studen Hijo (1918) dan Rasa Merdika atau Hikayat Sudjarmo (1924) menawarkan kesadaran nasional melalui penggambaran kebrengsekan bangsa Belanda, di samping pentingnya para bangsawan bersatu membangun generasi baru kaum terpelajar. Hikayat Kadirun (1920) Semaun, lebih tegas lagi memberi pilihan: menjadi birokrat pemerintah kolonial atau memperjuangkan gerakan politik. Ketiga novel itu jelas sangat ideologis dengan menawarkan gerakan politik sebagai alat perjuangan. Cermati drama Bebasari (1926) Rustam Effendi. Secara simbolik tokoh Sita mewakili Ibu Pertiwi dan Rama mewakili pemuda Indonesia. Penculikan Sita oleh Rawana adalah simbolisasi penjajahan Belanda. Perjuangan Rama membebaskan Sita adalah pembebasan Indonesia dari kolonialisme Belanda. Bukankah karya-karya sastra tadi menyimpan pesan ideologi tentang bagaimana bangsa Indonesia menyikapi keberadaan pemerintah kolonial Belanda?

***

Mengapa Sutan Takdir Alisjahbana (STA) berhenti jadi redaktur Pandji Poestaka dan memutuskan mendirikan Poedjangga Baroe (1933) yang dananya mengandalkan bantuan beberapa orang bupati? Mengapa majalah yang pelanggannya sekitar 150-an orang dengan tiras tak pernah mencapai angka 500 menjadi sebuah monumen ketika kita berbicara tentang kebudayaan Indonesia? Melalui majalah itu, pertengkaran ideologi tentang Timur— Barat, tradisi—modernisasi, berkembang menjadi Polemik Kebudayaan. Sejumlah karya sastra yang dimuat Poedjangga Baroe menggambarkan perbalahan ideologi itu. Bukankah gagasan STA bermula dari penolakannya pada semangat model pantun dan syair. Dikatakan Armijn Pane: Kami tidak menyebut hasil jiwa kami syair dan pantun, tapi sajak dan puisi.” Para pengelola majalah itu menegaskan ideologinya: “Poedjangga Baroe mendjedjakkan kakinja dilapangan keboedajaan bangsa kita… keboedajaan persatoean Indonesia.”

Pada zaman Jepang, kesusastraan Indonesia dimanfaatkan untuk membangun ideologi Asia Timur Raya! Hampir semua karya diarahkan ke sana. Pemerintah mendirikan barisan propaganda (Sendenhan) dan Kantor Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Syidosyo). Juga gencar menyelenggarakan berbagai lomba penulisan dengan tema semangat Tiga A –Jepang pemimpin—pelindung—cahaya Asia. Bagaimana ideologi diselusupkan dalam karya sastra? Perhatikan nama-nama tokoh drama Pandoe Partiwi (1945), Merayu Sukma, pemenang pertama sayembara Asia Raja—Djawa Shimbun berikut ini: Dainip Jaya (pahlawan budiman), Partiwi (gadis yang rela berkorban untuk perjuangan majikannya, Dainip Jaya), Nadarlan (orang kaya kejam), Priayiwati (perempuan Nadarlan yang tak mau berjuang). Bukankah Dainip Jaya bermakna Dai Nippon yang jaya dan Nadarlan bermakna Nederland?

***

Begitulah, sastra Indonesia berkembang sesuai perubahan zaman. Ia mewartakan potret sosial dan semangat zaman, juga menyelusupkan pesan ideologi pengarang dalam menyikapi persoalan masyarakatnya. Maka, jika sastra Indonesia hendak dimanfaatkan menanamkan “ideologi” untuk membangun cita-cita bersama dalam menyikapi tantangan global, ada tiga skenario yang dapat dikembangkan:

Pertama, sejalan dengan semangat otonomi daerah, pemerintah daerah perlu mendorong sastrawan untuk menggali kebudayaan etnik dengan segala kearifan lokalnya. Penerbitan cerita rakyat dan pendistribusiannya ke sekolah-sekolah adalah langkah penting dalam menyiapkan generasi yang menyadari nilai-nilai luhur kebudayaan etnik sebagai bagian integral dari heterogenitas kebudayaan Indonesia.

Kedua, sastrawan Indonesia perlu didorong untuk mengembangkan nilai-nilai luhur melalui politik pencitraan dan menciptakan stigmatisasi pada segala bentuk kebrengsekan. Tentu saja dorongan itu dengan tetap memberi ruang kebebasan kreatif sastrawannya.

Ketiga, sejalan dengan semaraknya sastra Indonesia melalui jejaring sosial (blogger, multiply, twitter, dan facebook) pemerintah patut mempertimbangkan penerbitan karya-karya yang baik untuk mendorong aktivitas itu lebih konstruktif dan berbobot. Pengekangan aktivitas mereka adalah tindakan kontra-produktif yang akan menuai gelombang protes.

Jika melihat perjalanan sastra Indonesia yang ideologis itu, menciptakan ideologi baru untuk membangun cita-cita bersama, bukanlah sesuatu yang berlebihan. Sastra patutlah menjadi pilihan.

(Maman S Mahayana, Pengajar FIB-UI Depok. Kini Mengajar di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea)

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae