S.W. Teofani
http://www.lampungpost.com/
TERSEBAB kau memilih jalan yang lebih mendaki dari Puncak Huangshan, aku merasa malu berani menyuntingkan tunjung biru pada mahkotamu. Seharusnya kuberada pada ketinggian sanjung manjadi takdirmu. Kau terima dengan rela pelepah hati masaiku. Tapi, di malam yang telah dihalalkan kubuka cindai jinggamu, aku tak mampu menatap kejora jiwa itu.
Bibirmu yang tak seranum kuncup kenanga, meneteskan makna-makna melampaui sabda. Meski matamu tak secerlang kaca, kedalamannya menundukkan keangkuhan sahara. Seluruhku lumat pada keteduhan yang kau pungut dari belantara sukma.
Dalam keheningan malam yang dihentikan debar harap, aku mematung dengan sebab yang tak tertangkap. Menatap sosokmu pun aku luruh. Senyummu yang tak jeda menakhta pada pipimu nan merona, menahan setiap kehendak penuh bara. Apakah aku telah menikahi peri, ataukah bidadari?
Kulihat tapakmu berpijak di bumi, rautmu pun tak menabur kejelitaan purna, tapi apa yang membuatku mabuk dalam pana.
Seharusnya kubimbing kau pada sesiah mahamesra, atau kutunaskan cumbu paling rayu. Tapi aku seperti hamba menghadap ratu. Kau begitu agung dalam diam dan kulum. Bahkan aku tak tahu, apakah harus mengulurkan tangan untuk memulai atau menghaturkan seluruh khidmat umpama cantrik bertemu mahadewi.
Kucoba bersitatap, retinaku terantuk kilau pupilmu yang memaksa rela menumbuk permadani. Di pelaminan itu, kau melebihi Sinta yang menjaga kesucian. Tapi aku bukan Rama, ksatria bijaksana itu, pun Rahwana si durjana. Aku hanya menusia tanpa tanda untuk cinta juga citra.
Saat aku berani mengangkat pandang, tetap tak mampu bertaut dengan tatapmu. Apakah kau Robiah Agung yang tak terjamah nafsu. Tapi mengapa kau sedia dengan ikatan ini?
Aku tak mungkin menyalahkanmu. Bukan kau menolak inginku, tapi seluruhku luruh sebelum tunas hendak itu menjembul pada jasad mahawadak. Dan kita biarkan malam menyisakan mamang tanpa kenang.
***
Pada enam pergantian waktu, engkau tetap tak terjamah. Menatapmu aku tak ubah laron yang silau pada pijar dian. Seucap kata terbaik pun begitu sia-sia dibanding kedip matamu. Aku lebih suka terdiam mengeja seluruh kemungkinan tentangmu. Di hadapmu, kubiarkan diri tanpa rupa, luruh tak berasa.
“Mengapa kau memilihku sebagai takdirmu?”
Frasamu menjadi denting pertama dari ginonjing jiwa kita.
“Karena aku mencintaimu.”
“Karena cinta menangih pembuktian, salahkah jika aku mempertanyakannya?”
“Apa yang kau inginkan?”
“Temui Al Malik.” Suaramu tenang, penuh kelembutan, tanpa kehilangan rasa yakin.
“Maksudmu?”
“Temui Rajamu.”
Kau hanya membubuhkan sedikit penegasan.
“Bisakah dipertandas…?” Kucoba meyakinkan diri atas pinta itu.
“Tidakkah cukup jelas, temui Al Malik, Maharaja itu!” Suaramu meninggi. Pupilmu yang biasa redup, memijar. Aku terhentak meski tak gentar.
“Siapakah engkau? Mengapa pintamu begitu ganjil? Seorang Sulaiman bisa memindahkan singgasananya ke hadapan Bilqis dalam sekejap. Bandung Bondowoso mampu membangunkan seribu candi dalam semalam untuk membuktikan cintanya pada Roro Jonggrang, tapi aku? Aku bukan siapa-siapa. Aku tak punya ribuan tentara jin untuk melakukan semua. Kau telah menerima akadku, bisakah kau terima aku apa adanya?” Aku mengimbangi nada yang kau cipta, kecanggunganku sirna.
“Adakah aku meminta kemegahan yang diminta perempuan-perempuan itu? Aku meminta sesuatu yang mampu kau lakukan tanpa bantuan tentara kera milik Rama atau pasukan jinnya Raja Sulaiman. Adakah aku berlebihan?”
“Duhai…pilihan hatiku, tidakkah ini mulai bencana itu. Jika kau minta Taj Mahal, aku akan berguru ke negeri Syah Jehan, membangunkan mendiang Guru Isa. Tapi kau meminta yang tak mungkin dilakukan manusia biasa. Seorang Musa pun tak sanggup menatap Cahaya Al Malik di Gunung Sina, kau memintaku menemui-Nya. Ya muhyal qulub….adakah pilihan untukku?”
“Kau telah memilihku, aku meminta temui Al Malik, hanya itu.” Aku diam, mulai meragukan cinta yang kulafazkan, antara menyesal dan mengental. Tapi mundur tetap bukan pilihan.
“Berjalanlah ke arah matahari tenggelam. Ikuti jejak burung-burung yang tak bisa lagi mengepakkan sayap. Ke sebuah puncak yang lebih mulia dari Huangshan.” Suaramu sayup antara nyata dan ngiang.
***
Aku berada di tempat yang kau inginkan, Kekasih. Meski belum sampai pada pintamu. Aku meragukan diri bisa memenuhi yang kau mau. Tapi mencoba lebih agung dari meragu.
Aku tak sendiri. Sebelumku tak terhitung manusia yang mendaki tempat ini. Tapi tak ada yang mengabariku telah bertemu Al Malik. Kulihat kesah dan lelah di wajah mereka, merarasi maksud yang tak mewujud. Raut-rautnya lebih menyedihkan dari tentara kalah perang, dengan tubuh penuh kasusahan. Pemandangan itu menerbankan maksudku yang belum teguh.
Aku surut. Saat hendak kembali, tangan kukuh mencengkeram bahuku. Sosok itu tegak di sampingku. Matanya begitu elang, menembus ranyah kalbuku.
“Engkau menyerah sebelum memulai?” Suaranya setajam belati.
“Aku tak mau melakukan kesia-siaan.” Kuberanikan membalas kilaunya.
“Adakah yang sia-sia setiap tapak menuju Al Malik?”
“Kau lihat orang-orang itu pulang hampa, haruskah aku melakukan hal serupa?”
“Kita tak harus mengikuti orang-orang kalah, masih ada diksi kemenangan.”
“Aku manusia biasa, tak kan bermimpi bertemu Al Malik.”
“Kau tahu, para nabi pun manusia biasa. Adakah mereka disebut nabi tanpa cobaan? Adakah kau disebut beriman tanpa ujian? Benar kita manusia biasa, tapi kita adalah makhluk yang diciptakan Zat Luar Biasa. Dan kita diperintahkan untuk menemui-Nya.”
“Untuk apa?”
“Kau bertanya untuk apa? Tidakkah Al Malik tujuan tiap makhluk. Ke mana kita kembali kalau tidak kepada-Nya? Hidup hanya memilih dua hal; menuju Al Malik atau menghamba syaitan.”
Aku diam, dia bukan manusia biasa, pikirku. Hatiku mengeja halnya.
“Kau akan tetap pergi?”
“Lebih baik mati dalam perjalanan menuju Al Malik daripada hidup tanpa tujuan.”
Lalu dia meninggalkanku begitu saja. Aku terdiam dalam pana. Tersisa ngiang kata terakhirnya.
“Tunggu…” Dia tetap bergegas. Aku mengejarnya. Jalannya begitu cergas. Aku mempercepat langkah hingga manjajar diri.
“Aku ikut….”
“Mantapkan hatimu.”
Aku hanya diam, berharap dia menguatkanku jika rapuh. Kutemukan jawab di matanya.
***
Kami beriringan menuju tempat tanpa alamat. Menyisir jalan setapak yang penuh jejak juga bercak. Ada tilas pergi dan kembali. Ada bercak darah pun peluh lelah.
Aku meraba rasa yang tak berupa. Termasukah aku yang pergi untuk kembali? Atau yang pergi untuk kepergian itu sendiri.
Kami melintasi taman tanpa nama. Dengan rupa-rupa tawan di dalamnya. Ada sepasang angsa memadu cinta, juga kijang kencana bagus rupa. Aku ingin menangkapnya. Tidakkah rusa itu bisa menyenangkan kekasihku, hingga ia lupa mempertanyakan Al Malik. Aku mengedip pada teman perjalanan, berahap ia mengiyakan. Kulihat alis matanya beradu tanda marah padaku.
“Adakah rusa itu lebih membahagiakan dari pertemuan dengan Al Malik?”
“Rusa itu nyata, sedang Al Malik?”
“Maka manusia disebut beriman karena percaya pada yang gaib. Jika kau meragukannya, tak pernah ada jalan menuju Al Malik untukmu.”
Aku diam, termangu antara gamang dan bimbang.
“Jika kau menuju Al Malik karena yang lain, Al Malik tak akan memalingkan wajah padamu.” Suaranya semakin mantap.
“Kau seperti pernah bertemu Al Malik.”
“Karena aku belum bertemu Al Malik, kupelajari jalan-jalan menuju Al Malik.”
“Kau tahu banyak tentang jalan menuju Al Malik.”
“Yang kuketahui belum seberapa, tapi kucoba melintasinya. Kau sendiri?”
“Aku selalu tergoda dan tak tahu jalan ke sana.”
“Lalu, kau akan kembali?”
“Aku akan mengikutimu?”
“Kenapa?”
“Karena kau lebih mengerti.”
***
Kami meneruskan perjalanan. Mendaki ketinggian tanpa undakan. Menyisir tebing paling ngarai. Memanjat gigir yang lebih cadas dari stalaktit. Menjejak terjal paling koral. Menapaki magma paling batu yang menguras kesabaran juga kekuatan.
Sampai di sebuah lembah kami istirah. Mengeja yang nanti dan yang sudah.
Entah berapa waktu telah kami tatah. Pun berapa lagi yang akan terjamah. Kami tak tahu mula dan ujung, awal dan khatam. Aku menatap teman yang seorang, kudapati matanya memendam bimbang serupa.
“Apakah kita tetap menuju Al Malik?”
“Iya!” angguknya tandas. Meski kuyakin dia mengeja jalan-jalan buntu dengan letih paling kuyu.
“Al Malik….Al Malik…kami datang dengan seluruh ketidaktahuan. Terimalah langkah kecil kami yang begitu siput. Tuntun tapak lemah ini menuju Engkau. Tunjuki jalan yang Kau rahasiakan. Amiiin.”
Suara itu lebih dalam dari palung. Lebih getar dari gelombang. Aku terbawa magnitnya, meleburi kefanaan.
***
Sejurus aku tersadar pada dahaga yang paling lapar. Di sekelilingku rimbun pohon buah-buahan. Juga unggas yang siap jadi buruan. Kucari jawab pada matanya untuk menuntaskan hasrat.
“Jangan turuti kehendak nafsu. Kita bukan sedang mengembarakan keinginan raga. Biarkan jasadmu merana. Rasakan wisata jiwamu merindu Al Malik. Jika kau manjakan wadak itu, akan terpejam mata jiwamu dari Al Malik. Tahanlah…sampai Dia sendiri yang memberikannya.”
“Sampai kapan?”
“Sampai kita menemui-Nya.”
Aku diam, mengatur kehendak yang membuncah. Menjepit nafsu yang menggelagah. Bagai kabut dan asap saling mencegah. Seluruhku payah. Hingga kurasa sesesap jiwa bermandi cahaya.
Pada kali lain aku tergoda, teringat kekasihku, muasal segala cerita.
“Kekasih,…ikhlaskan jika aku tak lagi menemuimu. Kita yang saling ikat karena syahadah harus terpisah. Karena tebing yang kau ingin bukan Puncak Huangshan, gunung indah tempat bersenang.” Aku menggumam dalam kepasrahan.
“Lupakan dia. Al Malik tidak menyapa hati yang bertakhta sang lain di dalamnya.”
Kutatap sahabatku, dia lelah kuyu, tapi tak pernah disebutnya selain Al malik juga jalan-jalan selain jalan menuju Al Malik. Aku cemburu. Mungkin dia yang pantas bertemu Al Malik. Dan aku….
Bandar Lampung
Ramadan, 1431 Hijriah
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar