Selasa, 12 April 2011

Bukan Puncak Huangshan

S.W. Teofani
http://www.lampungpost.com/

TERSEBAB kau memilih jalan yang lebih mendaki dari Puncak Huangshan, aku merasa malu berani menyuntingkan tunjung biru pada mahkotamu. Seharusnya kuberada pada ketinggian sanjung manjadi takdirmu. Kau terima dengan rela pelepah hati masaiku. Tapi, di malam yang telah dihalalkan kubuka cindai jinggamu, aku tak mampu menatap kejora jiwa itu.

Bibirmu yang tak seranum kuncup kenanga, meneteskan makna-makna melampaui sabda. Meski matamu tak secerlang kaca, kedalamannya menundukkan keangkuhan sahara. Seluruhku lumat pada keteduhan yang kau pungut dari belantara sukma.

Dalam keheningan malam yang dihentikan debar harap, aku mematung dengan sebab yang tak tertangkap. Menatap sosokmu pun aku luruh. Senyummu yang tak jeda menakhta pada pipimu nan merona, menahan setiap kehendak penuh bara. Apakah aku telah menikahi peri, ataukah bidadari?

Kulihat tapakmu berpijak di bumi, rautmu pun tak menabur kejelitaan purna, tapi apa yang membuatku mabuk dalam pana.

Seharusnya kubimbing kau pada sesiah mahamesra, atau kutunaskan cumbu paling rayu. Tapi aku seperti hamba menghadap ratu. Kau begitu agung dalam diam dan kulum. Bahkan aku tak tahu, apakah harus mengulurkan tangan untuk memulai atau menghaturkan seluruh khidmat umpama cantrik bertemu mahadewi.

Kucoba bersitatap, retinaku terantuk kilau pupilmu yang memaksa rela menumbuk permadani. Di pelaminan itu, kau melebihi Sinta yang menjaga kesucian. Tapi aku bukan Rama, ksatria bijaksana itu, pun Rahwana si durjana. Aku hanya menusia tanpa tanda untuk cinta juga citra.

Saat aku berani mengangkat pandang, tetap tak mampu bertaut dengan tatapmu. Apakah kau Robiah Agung yang tak terjamah nafsu. Tapi mengapa kau sedia dengan ikatan ini?

Aku tak mungkin menyalahkanmu. Bukan kau menolak inginku, tapi seluruhku luruh sebelum tunas hendak itu menjembul pada jasad mahawadak. Dan kita biarkan malam menyisakan mamang tanpa kenang.

***

Pada enam pergantian waktu, engkau tetap tak terjamah. Menatapmu aku tak ubah laron yang silau pada pijar dian. Seucap kata terbaik pun begitu sia-sia dibanding kedip matamu. Aku lebih suka terdiam mengeja seluruh kemungkinan tentangmu. Di hadapmu, kubiarkan diri tanpa rupa, luruh tak berasa.

“Mengapa kau memilihku sebagai takdirmu?”

Frasamu menjadi denting pertama dari ginonjing jiwa kita.

“Karena aku mencintaimu.”

“Karena cinta menangih pembuktian, salahkah jika aku mempertanyakannya?”

“Apa yang kau inginkan?”

“Temui Al Malik.” Suaramu tenang, penuh kelembutan, tanpa kehilangan rasa yakin.

“Maksudmu?”

“Temui Rajamu.”

Kau hanya membubuhkan sedikit penegasan.

“Bisakah dipertandas…?” Kucoba meyakinkan diri atas pinta itu.

“Tidakkah cukup jelas, temui Al Malik, Maharaja itu!” Suaramu meninggi. Pupilmu yang biasa redup, memijar. Aku terhentak meski tak gentar.

“Siapakah engkau? Mengapa pintamu begitu ganjil? Seorang Sulaiman bisa memindahkan singgasananya ke hadapan Bilqis dalam sekejap. Bandung Bondowoso mampu membangunkan seribu candi dalam semalam untuk membuktikan cintanya pada Roro Jonggrang, tapi aku? Aku bukan siapa-siapa. Aku tak punya ribuan tentara jin untuk melakukan semua. Kau telah menerima akadku, bisakah kau terima aku apa adanya?” Aku mengimbangi nada yang kau cipta, kecanggunganku sirna.

“Adakah aku meminta kemegahan yang diminta perempuan-perempuan itu? Aku meminta sesuatu yang mampu kau lakukan tanpa bantuan tentara kera milik Rama atau pasukan jinnya Raja Sulaiman. Adakah aku berlebihan?”

“Duhai…pilihan hatiku, tidakkah ini mulai bencana itu. Jika kau minta Taj Mahal, aku akan berguru ke negeri Syah Jehan, membangunkan mendiang Guru Isa. Tapi kau meminta yang tak mungkin dilakukan manusia biasa. Seorang Musa pun tak sanggup menatap Cahaya Al Malik di Gunung Sina, kau memintaku menemui-Nya. Ya muhyal qulub….adakah pilihan untukku?”

“Kau telah memilihku, aku meminta temui Al Malik, hanya itu.” Aku diam, mulai meragukan cinta yang kulafazkan, antara menyesal dan mengental. Tapi mundur tetap bukan pilihan.

“Berjalanlah ke arah matahari tenggelam. Ikuti jejak burung-burung yang tak bisa lagi mengepakkan sayap. Ke sebuah puncak yang lebih mulia dari Huangshan.” Suaramu sayup antara nyata dan ngiang.

***

Aku berada di tempat yang kau inginkan, Kekasih. Meski belum sampai pada pintamu. Aku meragukan diri bisa memenuhi yang kau mau. Tapi mencoba lebih agung dari meragu.

Aku tak sendiri. Sebelumku tak terhitung manusia yang mendaki tempat ini. Tapi tak ada yang mengabariku telah bertemu Al Malik. Kulihat kesah dan lelah di wajah mereka, merarasi maksud yang tak mewujud. Raut-rautnya lebih menyedihkan dari tentara kalah perang, dengan tubuh penuh kasusahan. Pemandangan itu menerbankan maksudku yang belum teguh.

Aku surut. Saat hendak kembali, tangan kukuh mencengkeram bahuku. Sosok itu tegak di sampingku. Matanya begitu elang, menembus ranyah kalbuku.

“Engkau menyerah sebelum memulai?” Suaranya setajam belati.

“Aku tak mau melakukan kesia-siaan.” Kuberanikan membalas kilaunya.

“Adakah yang sia-sia setiap tapak menuju Al Malik?”

“Kau lihat orang-orang itu pulang hampa, haruskah aku melakukan hal serupa?”

“Kita tak harus mengikuti orang-orang kalah, masih ada diksi kemenangan.”

“Aku manusia biasa, tak kan bermimpi bertemu Al Malik.”

“Kau tahu, para nabi pun manusia biasa. Adakah mereka disebut nabi tanpa cobaan? Adakah kau disebut beriman tanpa ujian? Benar kita manusia biasa, tapi kita adalah makhluk yang diciptakan Zat Luar Biasa. Dan kita diperintahkan untuk menemui-Nya.”

“Untuk apa?”

“Kau bertanya untuk apa? Tidakkah Al Malik tujuan tiap makhluk. Ke mana kita kembali kalau tidak kepada-Nya? Hidup hanya memilih dua hal; menuju Al Malik atau menghamba syaitan.”

Aku diam, dia bukan manusia biasa, pikirku. Hatiku mengeja halnya.

“Kau akan tetap pergi?”

“Lebih baik mati dalam perjalanan menuju Al Malik daripada hidup tanpa tujuan.”

Lalu dia meninggalkanku begitu saja. Aku terdiam dalam pana. Tersisa ngiang kata terakhirnya.

“Tunggu…” Dia tetap bergegas. Aku mengejarnya. Jalannya begitu cergas. Aku mempercepat langkah hingga manjajar diri.

“Aku ikut….”

“Mantapkan hatimu.”

Aku hanya diam, berharap dia menguatkanku jika rapuh. Kutemukan jawab di matanya.

***

Kami beriringan menuju tempat tanpa alamat. Menyisir jalan setapak yang penuh jejak juga bercak. Ada tilas pergi dan kembali. Ada bercak darah pun peluh lelah.

Aku meraba rasa yang tak berupa. Termasukah aku yang pergi untuk kembali? Atau yang pergi untuk kepergian itu sendiri.

Kami melintasi taman tanpa nama. Dengan rupa-rupa tawan di dalamnya. Ada sepasang angsa memadu cinta, juga kijang kencana bagus rupa. Aku ingin menangkapnya. Tidakkah rusa itu bisa menyenangkan kekasihku, hingga ia lupa mempertanyakan Al Malik. Aku mengedip pada teman perjalanan, berahap ia mengiyakan. Kulihat alis matanya beradu tanda marah padaku.

“Adakah rusa itu lebih membahagiakan dari pertemuan dengan Al Malik?”

“Rusa itu nyata, sedang Al Malik?”

“Maka manusia disebut beriman karena percaya pada yang gaib. Jika kau meragukannya, tak pernah ada jalan menuju Al Malik untukmu.”

Aku diam, termangu antara gamang dan bimbang.

“Jika kau menuju Al Malik karena yang lain, Al Malik tak akan memalingkan wajah padamu.” Suaranya semakin mantap.

“Kau seperti pernah bertemu Al Malik.”

“Karena aku belum bertemu Al Malik, kupelajari jalan-jalan menuju Al Malik.”

“Kau tahu banyak tentang jalan menuju Al Malik.”

“Yang kuketahui belum seberapa, tapi kucoba melintasinya. Kau sendiri?”

“Aku selalu tergoda dan tak tahu jalan ke sana.”

“Lalu, kau akan kembali?”

“Aku akan mengikutimu?”

“Kenapa?”

“Karena kau lebih mengerti.”

***

Kami meneruskan perjalanan. Mendaki ketinggian tanpa undakan. Menyisir tebing paling ngarai. Memanjat gigir yang lebih cadas dari stalaktit. Menjejak terjal paling koral. Menapaki magma paling batu yang menguras kesabaran juga kekuatan.

Sampai di sebuah lembah kami istirah. Mengeja yang nanti dan yang sudah.

Entah berapa waktu telah kami tatah. Pun berapa lagi yang akan terjamah. Kami tak tahu mula dan ujung, awal dan khatam. Aku menatap teman yang seorang, kudapati matanya memendam bimbang serupa.

“Apakah kita tetap menuju Al Malik?”

“Iya!” angguknya tandas. Meski kuyakin dia mengeja jalan-jalan buntu dengan letih paling kuyu.

“Al Malik….Al Malik…kami datang dengan seluruh ketidaktahuan. Terimalah langkah kecil kami yang begitu siput. Tuntun tapak lemah ini menuju Engkau. Tunjuki jalan yang Kau rahasiakan. Amiiin.”

Suara itu lebih dalam dari palung. Lebih getar dari gelombang. Aku terbawa magnitnya, meleburi kefanaan.

***

Sejurus aku tersadar pada dahaga yang paling lapar. Di sekelilingku rimbun pohon buah-buahan. Juga unggas yang siap jadi buruan. Kucari jawab pada matanya untuk menuntaskan hasrat.

“Jangan turuti kehendak nafsu. Kita bukan sedang mengembarakan keinginan raga. Biarkan jasadmu merana. Rasakan wisata jiwamu merindu Al Malik. Jika kau manjakan wadak itu, akan terpejam mata jiwamu dari Al Malik. Tahanlah…sampai Dia sendiri yang memberikannya.”

“Sampai kapan?”

“Sampai kita menemui-Nya.”

Aku diam, mengatur kehendak yang membuncah. Menjepit nafsu yang menggelagah. Bagai kabut dan asap saling mencegah. Seluruhku payah. Hingga kurasa sesesap jiwa bermandi cahaya.

Pada kali lain aku tergoda, teringat kekasihku, muasal segala cerita.

“Kekasih,…ikhlaskan jika aku tak lagi menemuimu. Kita yang saling ikat karena syahadah harus terpisah. Karena tebing yang kau ingin bukan Puncak Huangshan, gunung indah tempat bersenang.” Aku menggumam dalam kepasrahan.

“Lupakan dia. Al Malik tidak menyapa hati yang bertakhta sang lain di dalamnya.”

Kutatap sahabatku, dia lelah kuyu, tapi tak pernah disebutnya selain Al malik juga jalan-jalan selain jalan menuju Al Malik. Aku cemburu. Mungkin dia yang pantas bertemu Al Malik. Dan aku….

Bandar Lampung

Ramadan, 1431 Hijriah

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae