Rabu, 09 Maret 2011

Waktu dalam Puisi Eko Suryadi WS

Sainul Hermawan
http://www.radarbanjarmasin.co.id/

Demi Waktu

(1) Demi masa, (2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, (3) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran (Al-Asr, QS 103:1-3)

Dalam konteks “demi Masa” kita dituntut beradaptasi dan melakukan penguatan dari waktu ke waktu untuk menempatkan kita sebagai bagian dari dinamika. Lebih dari sekadar wacana, kita segera diingatkan akan pentingnya memasuki wilayah-wilayah yang belum kita kuasai. Membaca puisi adalah salah satu cara memasuki wilayah mendiskusikan kebenaran. Puisi yang saya maksud di sini adalah karya penyair dari Kotabaru.

Kata kunci puisi karya Eko Suryadi WS yang terhimpun dalam buku Di Batas Laut yang diterbitkan oleh LP2M AKPB Kotabaru pada 2005 ini adalah waktu. Kumpulan puisi yang disunting oleh YS Agus Suseno ini memuat 87 puisi karya Eko yang pernah dipublikasikan di media lokal dan nasional, di antologi pribadi dan bersama. Sejumlah pihak yang membantu penyusunan buku ini, seperti Ali Syamsudin Arsy, M. Rifani Djamhari, Maman S. Tawie, Micky Hidayat, Jarkasi, dan Haderani Thalib disebut oleh penyunting dalam sekapur sirihnya. Belum ada pembicaraan lain setelah D. Zawawi Imron membahasnya di Aruh Sastra III di Kotabaru pada 2005. Apa yang dibicarakan penyair itu tak terlalu berbeda dengan apa yang ditulisnya di akhir buku ini.

Puisi Eko sebagian menempatkan waktu untuk mengingatkan dirinya sendiri atas peristiwa pribadi dan sosial dan sebagian yang lain waktu dijadikan penanda untuk mengingatkan masyarakat tentang momentum sosial yang penting sebagai bekal menghadapi masa depan. Puisinya dalam buku ini mengajak kita memahami makan waktu kebahasaan.

Waktu kebahasaan adalah perwujudan secara kebahasaan konsep waktu dengan melibatkan peristiwa dengan pengujaran. Ada tiga jenis perwujudan waktu secara kebahasaan, yakni waktu gramatikal, waktu leksikal, dan waktu dalam rangka wacana. Pengungkapan konsep waktu sifatnya deiktis atau dinamis. Artinya, unsur bahasa yang dipergunakan untuk menyatakan waktu hanya memiliki makna temporal yang jelas bila dihubungkan dengan suatu referen. Bila referennya diganti, maka muatan semantisnya juga berubah (lihat Hoed, 1992: 36-38).

Waktu dalam pengungkapan estetik puisi Eko dapat digolongkan sebagai waktu kronis (temps chronique) dan waktu kebahasaan (temps linguistique) dalam taksonomi waktu Benveniste (dalam Hoed, 1992: 2). Dalam membicarakan waktu, Berveniste membedakan waktu dalam tiga pengertian, yaitu waktu fisis (waktu yang secara alamiah kita alami, bersifat sinambung, linier, tak terhingga, dan berjalan terus tanpa dapat kita alami lagi), waktu kronis (waktu yang dipikirkan kembali atau dikonseptualisasikan oleh manusia berdasarkan suatu atau sejumlah peristiwa yang ditetapkan oleh masyarakat atau seseorang sebagai titik acuan dalam waktu fisis), dan waktu kebahasaan (waktu yang dilibatkan dalam tuturan dan sistem bahasa yang kita pakai).

Oleh karena itu waktu kronis sosial dan waktu kronis pribadi dapat kita bedakan. Waktu kronis sosial terwujud dalam kalender, tapi waktu kronis pribadi terwujud dalam pengalaman pribadi. Dengan demikian, waktu kronis sebenarnya merupakan landasan bagi penentuan waktu kebahasaan (Hoed, 1992: 40).

Waktu Anti Dehumanisasi

Bacalah sajak-sajaknya dalam dua puluh halaman pertama buku ini. Puisi itu dapat membawa pembacanya pada alam malam dan kesunyian dalam persepsi dan konsepsi penyairnya. Kesepian antara lain dihayati secara dewasa atau kesepian sebagai kemampuan diri bersahabat dengan diri sendiri. Cara ini jelas bertentangan dengan kesepian dalam konsepsi umum yang antara lain dimaknai sebagai ketakmampuan diri bersahabat dengan diri sendiri sehingga kesepian menjadi semacam siksaan saat orang-orang terdekat kita pergi. Eko menyatakan dalam sajaknya:


Dunia adalah dinding dari sejuta teka-teki
di mana manusia seperti engkau juga aku dan dia
saling butuhkan sepi

(sajak “Sebelum”, hal. 9)

Memilih sepi dalam puisi seperti mencipta waktu senggang dalam konsep Fransiscus Simon (lihat dalam Muhammad Ridha, Kompas, 2010). Waktu digunakan untuk mendiskusikan kebenaran dan upaya menjunjungnya. Waktu dipakai untuk merefleksikan gelagat peristiwa kehidupan yang telah, sedang, dan akan ada.

Waktu semacam ini telah di ambang kepunahan karena secara masif digilas oleh logika konsumsi. Seluruh waktu manusia habis tersita oleh kerja, mengejar bermacam-macam kebutuhan, ambisi, dan cita-cita. Jam kerja yang padat membuat manusia seperti robot yang dijalankan oleh mesin kerja kapitalisme. Kembali ke sepi bisa berarti menjauh dari dehumanisasi waktu.

Humanisasi waktu dalam puisi Eko diwujudkan dalam personifikasi seperti saat malam memisah mimpi (1), waktu yang berkemas (4), menatapmu lewat telunjuk waktu (5), waktu yang mencorat-coret dinding (25), dan ruhnya diburu waktu (28).

Seperti halnya Aristoteles pernah berharap agar rakyatnya memiliki waktu senggang yang seluas-luasnya. Sebab, katanya, meminjam Xenophon, ”kerja menyita seluruh waktu dan dengan kerja, orang tidak memiliki waktu luang untuk republik dan teman-temannya”. Tapi, bisakah kita berharap hal itu terjadi saat ini? Berharap agar saat-saat yang meditatif, kontemplatif, dan romantis dapat kita nikmati atau bahkan kita rayakan sebagai sebuah upacara pembebasan manusia dari penjara kerja. Memimpikan berhentinya roda kapitalisme, roda mesin penghasil uang dan laba (Ridha, Kompas, 2010).

Waktu Personal, Waktu Sosial

Salah satu momentum yang mungkin terulang dan secara tersirat diharapkan jangan terulang oleh Eko antara lain dicatat dalam sajak “Salemba” (h. 92). Dalam sajak ini waktu historis disimpan di kaca jendela, di jalan, di lorong-lorong. Lintasan waktu yang menyedihkan itu membuat ia tiba-tiba ingin pulang. Pulang bisa berarti kembali ke tempat asal, Kotabaru yang dibayangkannya sebagai negeri damai. Pulang bisa pula bermakna lain yang lebih sublim dan filosofis.

Eko menjadi salah seorang pencatat pengalaman batin masyarakat Indonesia secara umum dan Kalsel secara khusus dan Kotabaru secara lebih spesifik, memasuki abad XXI dalam sajaknya “Matahari Tahun 2000″ (h. 98). Puisi ini pun dapat menjadi tonggak pengukur untuk mengetahui setidaknya sampai tahun ini (sudah satu dekade) negeri ini belum berbuat yang berarti.

Doanya dalam sajak ini masih sangat relevan di tengah belum sinkronnya hubungan pusat dan daerah dalam memperbaiki keadaan daerah dan bangsa. Negeri ini, kata sajak ini, masih dirobek oleh tangan kita sendiri. Ini perlu digarisbawahi di tengah sikap kekanak-kanakan orang kebanyakan yang sering menuding bangsa lain sebagai perusak negeri ini tanpa menyisakan sedikit momen introspeksi atas kesalahan diri yang menahun dan akut.

Waktu dalam puisi Eko bukan substansi yang lepas dari suasana hati. Suasana sepi nyaris selalu terikat pada waktu malam, menjelang malam, atau tengah malam. Sifat malam secara universal memang memetaforkan suasana hati yang jatuh, sedih (meski tak harus cengeng). Sebaliknya suasana hati yang riang terikat pada waktu pagi.

Misalnya, ketika Eko ingin menyimpan kenangan manisnya di masa anak-anak yang penuh keriangan, menceritakan kedekatannya dengan gunung, sungai, dan laut, maka ia memilih waktu pagi untuk sajak “Kasidah Kota” (h.100).

Silakan teruskan pembacaan yang lebih serius pada kumpulan puisi ini, terutama soal sifat deiktis waktu dan metafora dan personifikasi waktu dalam puisi karena penelusuran yang sungguh-sungguh mengenai hal ini bisa menjadi ukuran objektif dari perspektif kebahasaan dan kesastraan dalam menakar kualitas puisi.

Setidaknya kita mendapatkan pelajaran dari kumpulan puisi ini bahwa waktu dalam sajak bisa menjadi penuntun kita memahami persepsi seorang penyair atau perasaan kolektif masyarakat terhadap peristiwa yang melintas dalam waktu fisis mekanis.

Waktu kronis dalam puisi tak semata konsepsi waktu dan peristiwa pribadi. Dalam konsepsi waktu yang individual, jika kita cermati lebih hati-hati, bisa juga kita temukan pertemuan antara konsepsi waktu yang personal dan sosial.

Loktara, 26.08.2010

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae