Sainul Hermawan
http://www.radarbanjarmasin.co.id/
Demi Waktu
(1) Demi masa, (2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, (3) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran (Al-Asr, QS 103:1-3)
Dalam konteks “demi Masa” kita dituntut beradaptasi dan melakukan penguatan dari waktu ke waktu untuk menempatkan kita sebagai bagian dari dinamika. Lebih dari sekadar wacana, kita segera diingatkan akan pentingnya memasuki wilayah-wilayah yang belum kita kuasai. Membaca puisi adalah salah satu cara memasuki wilayah mendiskusikan kebenaran. Puisi yang saya maksud di sini adalah karya penyair dari Kotabaru.
Kata kunci puisi karya Eko Suryadi WS yang terhimpun dalam buku Di Batas Laut yang diterbitkan oleh LP2M AKPB Kotabaru pada 2005 ini adalah waktu. Kumpulan puisi yang disunting oleh YS Agus Suseno ini memuat 87 puisi karya Eko yang pernah dipublikasikan di media lokal dan nasional, di antologi pribadi dan bersama. Sejumlah pihak yang membantu penyusunan buku ini, seperti Ali Syamsudin Arsy, M. Rifani Djamhari, Maman S. Tawie, Micky Hidayat, Jarkasi, dan Haderani Thalib disebut oleh penyunting dalam sekapur sirihnya. Belum ada pembicaraan lain setelah D. Zawawi Imron membahasnya di Aruh Sastra III di Kotabaru pada 2005. Apa yang dibicarakan penyair itu tak terlalu berbeda dengan apa yang ditulisnya di akhir buku ini.
Puisi Eko sebagian menempatkan waktu untuk mengingatkan dirinya sendiri atas peristiwa pribadi dan sosial dan sebagian yang lain waktu dijadikan penanda untuk mengingatkan masyarakat tentang momentum sosial yang penting sebagai bekal menghadapi masa depan. Puisinya dalam buku ini mengajak kita memahami makan waktu kebahasaan.
Waktu kebahasaan adalah perwujudan secara kebahasaan konsep waktu dengan melibatkan peristiwa dengan pengujaran. Ada tiga jenis perwujudan waktu secara kebahasaan, yakni waktu gramatikal, waktu leksikal, dan waktu dalam rangka wacana. Pengungkapan konsep waktu sifatnya deiktis atau dinamis. Artinya, unsur bahasa yang dipergunakan untuk menyatakan waktu hanya memiliki makna temporal yang jelas bila dihubungkan dengan suatu referen. Bila referennya diganti, maka muatan semantisnya juga berubah (lihat Hoed, 1992: 36-38).
Waktu dalam pengungkapan estetik puisi Eko dapat digolongkan sebagai waktu kronis (temps chronique) dan waktu kebahasaan (temps linguistique) dalam taksonomi waktu Benveniste (dalam Hoed, 1992: 2). Dalam membicarakan waktu, Berveniste membedakan waktu dalam tiga pengertian, yaitu waktu fisis (waktu yang secara alamiah kita alami, bersifat sinambung, linier, tak terhingga, dan berjalan terus tanpa dapat kita alami lagi), waktu kronis (waktu yang dipikirkan kembali atau dikonseptualisasikan oleh manusia berdasarkan suatu atau sejumlah peristiwa yang ditetapkan oleh masyarakat atau seseorang sebagai titik acuan dalam waktu fisis), dan waktu kebahasaan (waktu yang dilibatkan dalam tuturan dan sistem bahasa yang kita pakai).
Oleh karena itu waktu kronis sosial dan waktu kronis pribadi dapat kita bedakan. Waktu kronis sosial terwujud dalam kalender, tapi waktu kronis pribadi terwujud dalam pengalaman pribadi. Dengan demikian, waktu kronis sebenarnya merupakan landasan bagi penentuan waktu kebahasaan (Hoed, 1992: 40).
Waktu Anti Dehumanisasi
Bacalah sajak-sajaknya dalam dua puluh halaman pertama buku ini. Puisi itu dapat membawa pembacanya pada alam malam dan kesunyian dalam persepsi dan konsepsi penyairnya. Kesepian antara lain dihayati secara dewasa atau kesepian sebagai kemampuan diri bersahabat dengan diri sendiri. Cara ini jelas bertentangan dengan kesepian dalam konsepsi umum yang antara lain dimaknai sebagai ketakmampuan diri bersahabat dengan diri sendiri sehingga kesepian menjadi semacam siksaan saat orang-orang terdekat kita pergi. Eko menyatakan dalam sajaknya:
…
Dunia adalah dinding dari sejuta teka-teki
di mana manusia seperti engkau juga aku dan dia
saling butuhkan sepi
(sajak “Sebelum”, hal. 9)
Memilih sepi dalam puisi seperti mencipta waktu senggang dalam konsep Fransiscus Simon (lihat dalam Muhammad Ridha, Kompas, 2010). Waktu digunakan untuk mendiskusikan kebenaran dan upaya menjunjungnya. Waktu dipakai untuk merefleksikan gelagat peristiwa kehidupan yang telah, sedang, dan akan ada.
Waktu semacam ini telah di ambang kepunahan karena secara masif digilas oleh logika konsumsi. Seluruh waktu manusia habis tersita oleh kerja, mengejar bermacam-macam kebutuhan, ambisi, dan cita-cita. Jam kerja yang padat membuat manusia seperti robot yang dijalankan oleh mesin kerja kapitalisme. Kembali ke sepi bisa berarti menjauh dari dehumanisasi waktu.
Humanisasi waktu dalam puisi Eko diwujudkan dalam personifikasi seperti saat malam memisah mimpi (1), waktu yang berkemas (4), menatapmu lewat telunjuk waktu (5), waktu yang mencorat-coret dinding (25), dan ruhnya diburu waktu (28).
Seperti halnya Aristoteles pernah berharap agar rakyatnya memiliki waktu senggang yang seluas-luasnya. Sebab, katanya, meminjam Xenophon, ”kerja menyita seluruh waktu dan dengan kerja, orang tidak memiliki waktu luang untuk republik dan teman-temannya”. Tapi, bisakah kita berharap hal itu terjadi saat ini? Berharap agar saat-saat yang meditatif, kontemplatif, dan romantis dapat kita nikmati atau bahkan kita rayakan sebagai sebuah upacara pembebasan manusia dari penjara kerja. Memimpikan berhentinya roda kapitalisme, roda mesin penghasil uang dan laba (Ridha, Kompas, 2010).
Waktu Personal, Waktu Sosial
Salah satu momentum yang mungkin terulang dan secara tersirat diharapkan jangan terulang oleh Eko antara lain dicatat dalam sajak “Salemba” (h. 92). Dalam sajak ini waktu historis disimpan di kaca jendela, di jalan, di lorong-lorong. Lintasan waktu yang menyedihkan itu membuat ia tiba-tiba ingin pulang. Pulang bisa berarti kembali ke tempat asal, Kotabaru yang dibayangkannya sebagai negeri damai. Pulang bisa pula bermakna lain yang lebih sublim dan filosofis.
Eko menjadi salah seorang pencatat pengalaman batin masyarakat Indonesia secara umum dan Kalsel secara khusus dan Kotabaru secara lebih spesifik, memasuki abad XXI dalam sajaknya “Matahari Tahun 2000″ (h. 98). Puisi ini pun dapat menjadi tonggak pengukur untuk mengetahui setidaknya sampai tahun ini (sudah satu dekade) negeri ini belum berbuat yang berarti.
Doanya dalam sajak ini masih sangat relevan di tengah belum sinkronnya hubungan pusat dan daerah dalam memperbaiki keadaan daerah dan bangsa. Negeri ini, kata sajak ini, masih dirobek oleh tangan kita sendiri. Ini perlu digarisbawahi di tengah sikap kekanak-kanakan orang kebanyakan yang sering menuding bangsa lain sebagai perusak negeri ini tanpa menyisakan sedikit momen introspeksi atas kesalahan diri yang menahun dan akut.
Waktu dalam puisi Eko bukan substansi yang lepas dari suasana hati. Suasana sepi nyaris selalu terikat pada waktu malam, menjelang malam, atau tengah malam. Sifat malam secara universal memang memetaforkan suasana hati yang jatuh, sedih (meski tak harus cengeng). Sebaliknya suasana hati yang riang terikat pada waktu pagi.
Misalnya, ketika Eko ingin menyimpan kenangan manisnya di masa anak-anak yang penuh keriangan, menceritakan kedekatannya dengan gunung, sungai, dan laut, maka ia memilih waktu pagi untuk sajak “Kasidah Kota” (h.100).
Silakan teruskan pembacaan yang lebih serius pada kumpulan puisi ini, terutama soal sifat deiktis waktu dan metafora dan personifikasi waktu dalam puisi karena penelusuran yang sungguh-sungguh mengenai hal ini bisa menjadi ukuran objektif dari perspektif kebahasaan dan kesastraan dalam menakar kualitas puisi.
Setidaknya kita mendapatkan pelajaran dari kumpulan puisi ini bahwa waktu dalam sajak bisa menjadi penuntun kita memahami persepsi seorang penyair atau perasaan kolektif masyarakat terhadap peristiwa yang melintas dalam waktu fisis mekanis.
Waktu kronis dalam puisi tak semata konsepsi waktu dan peristiwa pribadi. Dalam konsepsi waktu yang individual, jika kita cermati lebih hati-hati, bisa juga kita temukan pertemuan antara konsepsi waktu yang personal dan sosial.
Loktara, 26.08.2010
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar