Sabtu, 26 Februari 2011

Kekuasaan, Bahasa, dan Kebudayaan Jawa

Muhammad Qodari
http://majalah.tempointeraktif.com/
Kuasa-Kata: Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia
Penulis : Benedict R. O’G. Anderson
Penerjemah : Revianto Budi Santosa
Penerbit : Mata Bangsa, 2000, viii + 634 halaman

BENEDICT R. O’Gorman Anderson adalah murid yang lebih besar dari gurunya. Memang tidak jelas betul apakah Soemarsaid Moertono, penulis buku Negara dan Bina-Negara di Jawa Masa Lampau, memang pernah mengajar Ben—nama panggilan Anderson—di tahun 1964, ketika Moertono menyelesaikan bukunya yang semula adalah tesis di Universitas Cornell. Yang pasti, Moertono memberi kredit kepada Ben muda, yang dalam ucapan terima kasih ia sebut “telah membaca, membaca ulang, memberi komentar, dan mengetik, dan mengetik ulang naskah tesis-nya” tersebut.

Dapat diperkirakan, selain kunjungan pertamanya ke Indonesia pada 1961-1964 yang ia rasakan “Indonesia saat itu pada dasarnya Jawa”, Ben Anderson mendapat wawasan dan ilham soal pengaruh budaya Jawa dalam politik Indonesia dari Moertono. Dan dia kemudian menulis The Idea of Power in Javanese Culture, sebuah tulisan yang disebut R. William Liddle sebagai karya paling orisinal dalam literatur politik Indonesia.

Di sini, bersama karya-karya lainnya, khususnya yang menyelami budaya Jawa dalam hubungannya dengan politik Indonesia, Ben menjadi lebih besar dari Moertono, Claire Holt, Prof. Poerbatjaraka, dan Pak Kodrat—orang-orang yang memperkenalkan kebudayaan Jawa, yang semula asing kepadanya.

Kini, bila membicarakan relasi kebudayaan Jawa dan politik Indonesia, nyaris setiap penulis dan pengamat politik Indonesia selalu menyitir namanya. Buku Ben berjudul Kuasa-Kata: Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia, yang diterjemahkan dari Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia, yang pertama kali terbit pada tahun 1990, dapat dikatakan berisi kumpulan karya-karya tulis Ben Anderson yang paling mencerminkan, sekaligus menyebabkan ia dikenal sebagai salah satu Indonesianis terbesar sampai saat ini.

Di luar karya-karya monumental seperti The Pemuda Revolution: Indonesian Politics 1945-1946 dan Imagined Communities: Reflections on the Origins and Spread of Nationalism, buku Kuasa-Kata mencirikan pendekatan khas budaya, yang membuat analisis sosial-politik Ben menjadi lain daripada yang lain.

Pendekatan budaya tersebut terlihat dari isi buku Kuasa-Kata ini. Dengan pengecualian Bab III, Negara Lama, Masyarakat Baru: Orde Baru Indonesia dalam Perbandingan Perspektif Kesejarahan, yang menurut Vedi R. Hadiz (1992) ditulis dengan pendekatan “struktural” non-Marxis ala Barrington Moore atau Theda Skocpol, hampir semua analisis Ben tentang dinamika politik di Indonesia, dari zaman kerajaan Jawa sampai Orde Baru, ditelusuri lewat bahasa dan penjelajahan artifak-artifak budaya lainnya, seperti babat, kartun, dan monumen nasional.

Secara keseluruhan, buku tebal ini terdiri dari delapan bab, ditambah satu bab pengantar panjang yang menceritakan “autobiografi intelektual” Ben semenjak ia masih menjadi mahasiswa sastra klasik di Universitas Cambridge, Inggris, sampai akhirnya menjadi seorang ahli politik tentang Indonesia.

Bagian pertama buku ini terdiri dari tiga esai tentang kekuasaan. Esei pertama, Gagasan tentang Kuasa dalam Budaya Jawa, menunjukkan “rasionalisme” atau lebih tepatnya “sistematika” kekuasaan dalam pemikiran tradisional Jawa, yang kontras dengan “rasionalisme” konsep kekuasaan masyarakat Barat.

Konsep kekuasaan Jawa, dengan demikian, harus dipahami dengan cara yang berbeda dengan kita memahami kekuasaan melalui “lensa” Barat. Argumen lain tulisan ini, yang bertentangan dengan harapan orang saat itu bahwasanya kekuasaan Soeharto akan pragmatis dan rasional, adalah bahwa Soeharto sebetulnya mempraktekkan banyak konsepsi kekuasaan Jawa yang dipraktekkan oleh orang yang digulingkannya (Tak mengherankan, dalam terjemahan pertama naskah ini pada buku yang diedit Miriam Budiardjo pada tahun 1984, semua acuan yang menunjukkan kesinambungan ini disensor agar bisa terbit.)

Bagian kedua buku ini dipublikasikan pada tahun 1966, 1978, dan 1984, difokuskan pada relasi antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dan politik. Esai pertama, Bahasa-Bahasa Politik Indonesia, juga merupakan tulisan yang tak kalah terkenalnya dengan Gagasan Kuasa. Sebab, ia menjadi tulisan pertama yang menyelidiki perkembangan bahasa Indonesia modern dari sudut klasik.

Sementara dalam Gagasan Kuasa Ben membahas persistensi kekuasaan Jawa tradisional dan pengaruhnya terhadap kehidupan politik kontemporer, dalam Bahasa Politik Ben membahas signifikansi politik dari pengaruh semacam proses “Jawanisasi” bahasa Indonesia, dalam arti yang psikologis.

Bahasa Indonesia yang revolusioner dan egaliter makin tergusur oleh proses Jawanisasi, yang membuatnya “lamban” dan hirarkis. Esai Kartun dan Monumen: Evolusi Komunikasi Politik di Bawah Orde Baru merupakan hasil pengamatan Ben terhadap direct speech dan symbolic speech. Kedua jenis speech itu memperlihatkan kelunturan semangat revolusi Indonesia, sekaligus tanda-tanda refeodalisasi dalam mentalitas masyarakat Indonesia.

Ilham tulisan ini sebetulnya dihasilkan Ben secara “tidak sengaja”. Akibat tulisannya bersama Ruth McVey, A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia, pemerintah Orde Baru melarang Ben mewawancarai aktor politik Indonesia. Untuk mengisi waktu, Ben berjalan berkeliling Kota Jakarta, melihat-lihat monumen, membaca koran dan komik, dan menonton film, yang malah menjadi materi analisisnya.

Penggunaan serat, suluk, novel, biografi, dan teks lainnya ini pulalah yang dilakukan Ben pada esainya yang ketiga, Sembah-Sumpah: Politik Bahasa dan Kebudayaan Jawa. Lewat penelusuran teks kuno dan kontemporer, Ben menunjukkan krisis kebudayaan Jawa dan kontradiksi yang membuncah di dalamnya.

Bagian ketiga dari Kuasa-Kata terdiri dari dua esai, yang oleh Ben disebut “eksperimental”. Keduanya mencoba menerangkan dan memahami perubahan besar dari alam kesadaran kaum intelektual Jawa, dari akhir abad ke-18 sampai dasawarsa pertama abad ke-20.

Esai pertama, yang Ben anggap sebagai karyanya yang paling berhasil dalam antologi ini, merupakan semacam “pembedahan” Ben terhadap biografi yang ditulis secara tidak biasa oleh tokoh pergerakan berkebangsaan Jawa terkemuka Indonesia, Dr. Soetomo. Ben menunjukkan “keterputusan”—dan karenanya tarik-menarik—antara diri Dr. Soetomo dan para leluhurnya dan antara semangat nasionalisme Indonesia dan akar ke-Jawa-annya.

Ben sangat kagum pada Dr. Soetomo, sosok yang menurut dia tidak hanya “lovely man”, tapi juga begitu altruistis kepada rakyat, orang-orang yang menjadi pengikutnya. Dalam esai kedua, sebuah artikel yang belum penah dipublikasikan sebelumnya, Ben melongok ke Serat Centhini dan Suluk Gatholoco, dua karya yang klasik karena keduanya—meminjam definisi Mark Twain—memenuhi kriteria “something that everybody wants to have read and nobody wants to read”.

Ben memperlakukan dua buku tembang tersebut bukan sebagai karya seni ataupun sebagai bukti peristiwa sejarah, melainkan sebagai “phantasmagoria”—imajinasi liar—yakni imaji-imaji politik sebelum istilah “politik” itu sendiri memasuki kosakata bahasa Jawa, dan fantasi tentang kelas sebelum kesadaran tentang kelas dikenal oleh masyarakat Jawa.

Menurut Ben, kedua naskah ini dengan demikian dapat dipahami sebagai cara “subversi” sekelompok intelektual Jawa abad ke-19 untuk merespons keruntuhan kepemimpinan oligarkis Jawa dan penyerahan tuntas Pulau Jawa kepada penguasa kolonial.

Karena analisisnya yang kerap keluar dari—bahkan menantang—konvensi yang umum, Ben Anderson tak jarang menuai kritik ilmuwan lain. Kritik pada level teoretis, misalnya, dilontarkan oleh Koentjaraningrat (1984), yang menolak konsepsi kekuasaan Jawa sebagaimana disimpulkan oleh Ben.

Bila diringkas, Koentjaraningrat, bapak antropologi Indonesia, pertama-tama menolak penggunaan bahan cerita, upacara, dan ujaran orang Jawa untuk menyimpulkan konsepsi kekuasaan Jawa yang sesungguhnya. Dalam kalimat Koentjaraningrat, “Anderson tidak cukup mengenal orang Jawa apabila ia mengira bahwa mereka juga menganggap apa yang ada dalam cerita-cerita itu merupakan realitas.”

Koentjaraningrat secara tidak langsung juga menyanggah kesimpulan partikularitas konsep kekuasaan Jawa dengan menguraikan komponen kekuasaan serta syarat-syarat kepemimpinan dalam tiga kerangka komparatif: masyarakat kecil dan sedang, masyarakat tradisional, dan masyarakat masa kini.

Koentjaraningrat juga mengkritik penekanan Ben, yang terlalu besar pada satu komponen kekuasaan Jawa: “kesaktian”. Kritik yang lebih praktis terletak pada implikasi gagasan “konsep kekuasaan Jawa”, yang seperti diargumentasikan Ben harus dipahami berbeda dengan konsep yang dipahami masyarakat Barat.

Ben, yang sesungguhnya berwatak revolusioner dan anti-status quo, dengan gagasannya itu secara tidak diinginkan terjebak dalam “pembelaan” terhadap rezim Orde Baru, yang dianggap banyak memiliki paralelisme dengan kerajaan-kerajaan Jawa Kuno.

Partikularisme konsep kekuasaan Jawa yang diterapkan Soeharto menjadi tameng untuk menangkis kritik-kritik politik yang dilontarkan, terutama oleh pihak luar, yang dinilai oleh pemerintah Orde Baru sebagai terkontaminasi budaya Barat.

Ben Anderson, yang semenjak 1972 selama 26 tahun dilarang rezim Orde Baru berkunjung ke Indonesia, secara paradoks “membela” musuhnya itu. Kritik berikutnya ditujukan bukan pada Ben Anderson, melainkan pada penerjemahan buku ini.

Menurut saya, hasil terjemahannya termasuk lumayan, tapi masih jauh dari elastis. Bandingkan terjemahan bab The Idea of Power in Javanese Culture di buku ini dengan terjemahan Samekto dan A. Rahman Zainuddin dalam buku Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa, yang diedit Miriam Budiardjo. Terjemahan Samekto dan Rahman Zainuddin lebih enak dibaca.

Pembaca berkemampuan bahasa Inggris memadai akan lebih cepat memahami maksud kalimat Ben lewat teks bahasa aslinya (bandingkan dengan kita menonton film dengan subtitling yang bagus—maksud yang juga ingin dicapai dengan proyek penerjemahan buku).

Terlepas dari kesulitan mengalihbahasakan teks-teks Ben yang prosais, terjemahan buku ini terasa alot di kerongkongan. Memang, inilah problem umum yang menjadi kerikil (besar?) di tengah naiknya gairah penerjemahan dan penerbitan buku akhir-akhir ini.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae