Minggu, 16 Januari 2011

RENCANA PALING SEMPURNA

Juwairiyah Mawardy
http://www.surabayapost.co.id/

Dia akan menikahiku. Resmi sebagai istri. Tercatat dalam buku nikah yang bisa diperlihatkan pada siapapun. Begitulah janjinya. Semula aku selalu bertanya kapankah itu? Tapi lama-lama aku tak ingin bertanya lagi. Aku hanya perempuan luar pagar. Perempuan kedua. Mungkin saja dalam tingkatan-tingkatan pikirannya, aku bukan hanya nomor dua, melainkan nomor ke sekian puluh dari urusan hidupnya. Yang terpenting adalah urusan politiknya.

Dia hendak maju sebagai calon bupati. Ia katakan akan segera bercerai dengan istri yang belum juga dapat berbuah itu. Aku menunggu. Aku percaya padanya. Seperti ia percaya padaku bahwa aku tak akan membongkar hubungan kami ke publik. Aku menginginkan kesuksesannya terwujud. Seperti aku menginginkan pernikahan agung kami juga terwujud.

Hubungan kami adalah hal yang tak terelakkan. Kami tidak kumpul kebo, melainkan menikah di bawah tangan yang tersembunyi dari tatapan-tatapan mata yang nyata. Sepekan sekali ia akan datang dan menginap di rumahku. Dalam kamar pribadiku, baju-bajunya, beberapa benda miliknya sengaja ditinggal. Bagiku itu sangat berarti. Membuatku merasa menjadi istri seseorang. Meski secara tersembunyi.

Ia tak memiliki anak. Anak-anaknya hanya berupa harta yang berlimpah ruah. Tapi harta hanyalah harta. Tak menjadi ukuran kebahagiaan. Tak menjamin kelengkapan. Anak adalah suatu hal berbeda. Dan ia tak memiliki itu bersama istrinya. Tetapi mungkin akan memilikinya bersamaku, yang tersembunyi ini.

Ia mulai disibukkan oleh rapat-rapat, perjalanan-perjalanan jauh ke luar kota, menyisir titik-titik yang mungkin akan menjadi pendukungnya nanti di hari pemilihan. Belum lagi musim kampanye ini ia sudah semakin sibuk. Gambarnya beredar dalam baliho-baliho, terpampang di ruas-ruas jalan. Aku bangga secara tersembunyi. Seperti pernikahan kami yang rahasia.

Ia mulai jarang datang di hari yang wajib untukku itu. “Maafkan aku, aku belum bisa ke situ. Sabarlah ya?”

Aku hanya mengiyakannya dalam telepon yang dengingnya kubiarkan meski beberapa saat telah ia tutup pembicaraan kami.

“Aku ingin sekali bisa pergi denganmu ke luar kota. Kita akan mencari waktu. Akan aku agendakan,” katanya di kali lain seperti membicarakan jadwal kunjungan ke daerah.

Aku pun hanya mengiyakan. Apakah yang kubisa? Menuntutnya untuk selalu ada? Bukankah sejak awal aku sudah tahu resiko-resiko sejenis ini? Resiko dinomor-sekiankan dari sekian nomor. Ah, tak mengapa. Aku sudah biasa hidup sendiri. Mengatasi semua sendiri. Rumah ini sudah terbiasa hanya ada aku. Bukankah jumlah kedatangannya ke rumahku ini dapat kuhitung seperti halnya tamu?

Akhirnya kami sempat bersama. Ia menginap. Seperti biasa, bercinta bukanlah menu utama kami. Karena yang kami hayati bukanlah percintaan yang panas. Bukan sex. Melainkan kebersamaan. Chemistry. Kecocokan dalam berbicara dan berpikir. Kami makan bersama. Tidur bersama dan bercinta dengan singkat. Ia tak kekurangan kehangatan di rumah. Dan rumahku bukanlah tungku tempatnya memanaskan cinta. Bukan perapian.

“Bolehkah aku bercerita tentang Nalini?” Katanya sambil memeluk bahuku.

Kugenggam tangannya. “Akan kudengarkan.”

“Nalini kini ikut terapi. Katanya ingin punya anak. Aku hanya menuruti keinginannya memeriksakan spermaku. Dan Nalini yang harus terapi, meski aku pun diminta tetap menjaga kondisi…”

“Kalian akan punya anak?” Aku gagal menyimpan getar suaraku.

“Siapa yang bisa meyakinkan? Perkawinan kami sudah hampir dua puluh tahun. Dan baru kali ini Nalini terbuka hati mengajakku memeriksakan diri.”

Aku terdiam. Ia mengusap pipiku. Kulirik rautnya yang letih. Bukan letih karena bercinta tetapi karena banyak pikiran dan rencana-rencana dalam otaknya. Masukkah aku dalam rencana-rencananya itu?

“Aku ingin kita menikah resmi setelah usai kesibukan pilkada ini.”

Entah mengapa hatiku tak hangat lagi mendengar kalimat ajaibnya itu. Nalini sedang terapi. Ia ingin hamil. Nalini pasti punya rencana. Apakah Nalini tahu suaminya punya istana kedua? Rumahku?

“Bagaimana jika Nalini berhasil hamil?” Tanyaku skeptis.

“Kukira tidak akan terjadi. Kami sangat jarang bercinta. Sudah lama tidak. Bukan cuma karena kesibukan. Tapi aku sering enggan karena tak menghasilkan. Lagi pula, anjuran dokter, sekarang justru kami diminta menjarangkan hubungan agar rahimnya siap. Terlalu sering juga tak bagus, kata dokter,” ia menjawil ujung hidungku sambil tertawa.

“Dan dokter akan meminta kalian bercinta di suatu waktu yang tepat ketika rahim Nalini siap, lantas Nalini hamil, dan hilanglah aku dari kehidupanmu…” aku tak tahan dengan gerimis dari mataku. Aku menangis membayangkan itu yang mungkin terjadi.

“Sssshh…tenang, sayang. Jangan membayangkan yang terburuk. Itu tak akan terjadi. Rencana kita-lah yang akan menjadi kenyataan. Aku menang atau kalah dalam pemilihan nanti, aku akan menikahimu secara resmi. Mungkin akan ada gossip sebentar, tapi pasti akan reda sendiri. Sekarang tiap hari gossip berganti. Kita tak akan menjadi santapan banyak bibir sepanjang hari.”

Aku diam saja. Kubiarkan ia mengusap air mataku. Mengapa rasaku begitu nelangsa? Kesedihan semacam ini adalah kepastian bagiku, bukan kemungkinan lagi. Kesedihan adalah sebagian buah dari hubungan kami yang tersembunyi ini. Seharusnya aku tak menangis. Tetapi siapa yang dapat mencegah kehendak air mata untuk terbit sebagai kepedihan? Karena aku pun tak pernah bermimpi untuk menjadi secunder woman.

Ia pulang kembali ke Nalini. Tiba-tiba aku membutuhkan liburan. Yang sendiri dan sunyi. Tapi aku tak dapat pergi tanpa memberitahunya. Tak dapat mematikan handphone tanpa pamit padanya. Ia adalah suamiku. Yang sah secara agama. Kami menikah baik-baik di hadapan Tihan, meski tidak diakui negara.

Aku membatalkan rencana liburanku meski cuma untuk dua hari. Aku ingin pulang ke rumah ibu. Rumah lama yang membuatku seperti anak kembali, murni seperti pagi hari. Tetapi kantor sedang sibuk. Dalam waktu-waktu ini anak-anak akan ujian. Maka meski akhir pekan, pikiranku tersita dengan persiapan itu. Dan dalam ruang pikiran yang lain aku terus menerus menumbuhkan kecemasan. Nalini mungkin akan hamil. Dan aku….

Selama ini aku telah berusaha agar tak membuahkan hasil dari setiap percintaan kami. Tidak, aku tak ikut KB. Ia pun jarang mau memakai kondom. Selalu ada cara lain bukan? Dalam kalutku aku ingin hamil saja agar ia tak meninggalkanku. Tapi siapa yang dapat menjamin aku akan segera hamil dan ia tak akan pergi meninggalkan aku? Hubungan kami penuh spekulasi. Tergantung siapa yang punya spekulasi. Jika aku hamil, aku akan merusak rencana kami, menurutnya. Karena ia tak mau ada data bahwa ia menikahiku karena aku hamil. Pernikahan kami tak seorang pun tahu.

Jika Nalini yang hamil, maka rencana kami berdua untuk menikah resmi akan terhalang. Tidaklah mungkin ia meninggalkan Nalini dalam keadaan hamil, itu akan menimbulkan malapetaka publik padanya. Tidak mungkin pula ia meresmikan poligaminya di awal masa bertugasnya sebagai bupati jika ia menang dalam pemilihan nanti sedang pada saat yang sama istri sah-nya sedang hamil; hal yang ia nanti-nanti sejak dahulu. Dan jika ia menang, meski Nalini tak hamil, bagaimanakah ia akan bercerai dengan Nalini dan menikahiku dengan resmi? Betapa kusutnya benang hidup yang kami jalin ini. Dan di antara segala kekusutan ini aku menempati posisi sebagai yang paling tak mudah diurai. Semata-mata kekusutan.

Suatu malam ia datang tanpa terlebih dahulu memberitahu.

“Aku ingin benar-benar istirahat satu hari ini saja. Aku sedang penat saja. Rapat-rapat itu semakin menampakkan padaku betapa banyaknya mulut yang harus kututup dengan uangku. Sebagian besar mereka mendukungku karena bertaruh dengan uang, berkejaran dengan uang. Dan mereka tahu aku punya banyak uang dan tak akan eman mengeluarkannya demi posisi ini. Sungguh menyebalkan.”

Kuusap peluh di keningnya. Tak biasanya ia mengomel. Biasanya ia pandai menahan diri dan emosinya. Semuanya dihadapi dengan tenang.

“Maafkan aku, aku tak bermaksud menumpahkan kekesalan padamu.”

Aku hanya mengangguk saja. Entah mengapa di hadapannya aku ini begitu patuh, begitu penuh toleransi, dan mengesampingkan rasaku sendiri.

Aku berusaha membuatnya merasa nyaman di dekatku, di rumahku. Bukankah laki-laki yang mencari istana kedua seringkali karena di istananya tak lagi ia temukan tempat untuk melarikan diri dari kekalutan hidup? Dan aku, dengan takdirku ini, menyediakan diri untuk menjadi istana pelarian, tong sampah yang mulia bagi kepengapan-kepengapan.

Sepenuhnya ia beristirahat di rumahku malam itu. Bersantai, tidur, mematikan handphone, menikmati makan malam kesukaannya, bercinta di jelang subuh hingga ia lelap lagi di awal hari. Dan seperti biasa ia akan pergi begitu merasa lebih baik.

“Maafkan aku karena hanya sebentar bersamamu,” ucapnya saat pamit.

Ia memelukku sebelum membuka pintu rumah. Aku tak berkata apa-apa. Hanya membalas pelukannya. Dan berlalulah lagi kecintaanku itu.

Dan kini, saat aku mengandung puteranya, dan ingin mengabarinya, aku justru mendapat kabar darinya bahwa Nalini tengah mengandung. Betapa hebatnya kenyataan kami! Takdir ini memakuku.

Dari polling yang diadakan sebuah media, ia diperkirakan akan memenangkan pemilihan. Aku dapat merasakan kebahagiaannya. Ia mendapatkan calon putera yang sudah lama diimpikannya dan sekaligus akan mendapatkan posisi yang sedang diperjuangkannya sekuat tenaga. Betapa lengkap baginya kenyataan ini.

Dan aku tiba-tiba merasa begitu kecil, begitu tak layak menyeruak di antara semua kenyataan yang membahagiakannya ini. Hilang sudah semangat untuk mengabarkan bahwa aku tengah mengandung calon puteranya. Tetapi aku tak ingin membuang bayi ini. Bayi yang tak bersalah ini. Bayiku tak diciptakan dalam keharaman.

Mungkin Nalini akan menertawakanku sebagai perempuan bodoh. Dan aku tak akan dapat melawan kata-katanya sedikitpun. Aku akan kalah. Akan menjadi orang yang salah. Dan suamiku – suaminya itu – tak akan dapat membelaku. Bukankah aku sudah dilarangnya untuk hamil sementara ini? Sampai semua rencana selesai sempurna?

Mungkin aku akan pergi, ke jauh, ke entah. Membawa serta calon anakku yang hanya akan segaris darah denganku secara hukum. Rencana paling sempurna yang kami susun berdua tak sanggup berhadapan dengan rencana Nalini. Atau rencana Tuhan?

Pulau Madura, November 2010

*) Juwairiyah Mawardy, lahir di Sumenep 25 Juni 1976, pendidikan S1, beralamat Jl. Raya Blajud rt. 004/ 001 Karduluk Pragaan Sumenep, Madura Jawa Timur 69465. Email: neter_kolenang@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae