Minggu, 16 Januari 2011

Ngidam

Aang Fatihul Islam
http://sastra-indonesia.com/

Ribuan butiran air hujan menetes dari langit, pepohonan mengayun-ayunkan ranting-rantingnya. Dedaunan dan bebatuan menengadah ke atas langit bermunajat pada Sang Pencipta atas apa yang telah terjadi di belahan bumi ini. Lekukan bumi mengendap-endap dalam fatamurgana yang teretas percikan-percikan api neraka yang merayap lewat desiran udara yang begitu menyengat. Burung-burung berkicau riuh dan nampak sumbang tidak seindah dulu lagi seakan ada perubahan atmosfir yang memekikkan kehidupan mereka. Alam seakan muak dengan hiruk pikuk yang melilit bumi dalam keangkuhan dan ketidaksenonohan yang terus terjadi dan terjadi. Desahan alam sudah tidak seindah dulu lagi, kamuflase demi kamuflase telah menutupi keindahan mereka dalam debu-debu kemunafikan dan kecongkakan. Kala itu eksotisme alam seakan hilang dan beruba menjadi nuansa duka.

Aku melihat para dalang memainkan perannya dan banyak wayang yang berparaskan Rahwana mempunyai misi untuk menculik keindahan alam yang kian hari kian redup. Keindahan suatu nilai seakan sudah tergantikan dengan uang. Idealisme kerap menjadi hilang tatkala uang bergelimpangan di mata. Sublimasi kehidupan yang kian pelik terkapar dalam bayang-bayang warna-warni pelangi kehidupan yang warna aslinya sudah pudar. Sang Semar pun tiba-tiba menghilang dan keberadaanya tergantikan oleh para dewa yang suka berperilaku dholim pada para rakyat jelata. Tidak ada lagi dinamisasi di belahan bumi tatkala pemegang pengendali sudah tiada. Nilai-nilai yang diajarkan sang semar mulai redup dan butuh sepercik cahaya yang mampu menuntunnya ke jalan yang indah.

Suara-suara keadilan kerap keluar dari para sosok yang idealis akan tetapi suara-suara itu terdengar hampar dan klise. Tersimpan kebohongan di balik suara-suara itu. Aku berada di tengah-tengah sumber suara-suara itu berasal. Sekonyong-konyong ada suara kecil keluar dari salah satu gerombolan para demonstran itu. “Kalau saja tidak di kasih uang aku tidak mau berteriak-teriak dan berpanas-panasan di nawah terik matahari seperti ini. Biarlah kita terlihat sok idealis yang penting kita dapat uang hahaha, celoteh salah satu dari mereka. Rakyat kecil saja tidak mau mencoblos ketika ada pemilihan wakil rakyat tanpa adanya uang apalagi kita hahaha”.

Siang itu berlalu dan berganti menjadi petang. Kala itu mendung hitam pekat diiringi letupan-letupan cahaya halilintar dan suara ledakan petir yang menyambar bagaikan cemeti raksasa yang disabetkan di atas awang-awang. Seliweran masyarakat Jambangan berlalu lalang mencari kebutuhan mereka sehari-hari. Yanto berjalan menuju pelataran halaman rumah Pak Kasdi dengan menggunakan payung dari kulit pohon pisang.

“Tok…tok….tok…Pak Kasdi….?”
“ya silahkan masuk To (jawab Pak Kasdi)
“ ada yang bisa saya bantu To? (Tanya Pak Kasdi)
“begini Pak istri saya hamil dan ngidam ingin pisang raja apa Bapak ada?” (jawab Yanto). “Oh ya ada To”, “ngomong-ngomong soal ngidam aku juga lagi ngidam To” (kata Pak Kasdi dengan nada agak nyengir)
“Pak Kasdi ngidam apa?” (Tanya Yanto)
“aku ngidam ingin jadi orang kaya apakah kamu bisa bantu?” (sambil berfikir Anto lantas berkata)
“bisa Pak tapi Bapak harus mau korupsi hehe”
“apa itu korupsi To?” (Tanya Pak Kasdi)
“Korupsi itu memakan barang yang bukan haknya”.
“Oh itu ma gampang sudah setiap hari aku memakan barang yang bukan menjadi hakku hahaha” (sambil ketawa cengengesan).

Selang beberapa waktu Yanto minta pamit pada Pak Kasdi dan ingin menindak lanjuti keinginan Pak Kasdi dan juga keinginan Yanto yang sama-sama juga ngidam pingin jadi orang kaya. Hari berikutnya Yanto dan Pak Kasdi bersepakat untuk membikin usaha dan berjualan di “Pasar Korupmaju”. Mereka meminjam modal dari “Bank Sukurjadi”. Mereka meminjam uang sebanyak lima juta untuk modal awal dan supaya usaha mereka cepat berhasil mereka melakukan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya misalnya dengan melakukan ketidak jujuran dan penipuan.

“To beras ini supaya kita dapat keuntungan yang banyak dalam waktu singkat kita apakan ya? (Tanya Pak Kasdi)
“ gampang Pak kita masukin aja batu di dalamnya agar timbangannya bertambah berat, mantap kan ide saya?
“ oh ya pintar juga kamu To, tidak salah aku memilih kamu menjadi partnerku hahaha”.

Tapi lagi-lagi penyakit ngidam turun temurun dari rakyat kecil seperti Anto dan Kasdi yang ngidam ingi jadi orang kaya dengan melakukan ketidak jujuran. Penyakit ngidam pun juga merambah pada Aparat Desa Ngawursari. Ini terlihat ketika Yanto dan Kasdi minta surat keterangan penghasilan dan surat keterangan penduduk Aparat Desa dengan nyantainya ia ngomong pada mereka berdua.

“Kalau kalian ngidam pingin jadi orang kaya aku pun juga sama haha. Maka supaya penyakit ngidam kita berimbang maka kamu harus membayar sejumlah uang buat sumbangan pribadi dompet saya haha.”
“Baiklah Pak kita juga ngerti kok, tali raffia tali sepatu, sesama mafia harus bersatu ha..ha..ha…”.(jawab Yanto dan Kasdi cengengesan)

Keesokan harinya Yanto dan Kasdi berangkat ke pasar dan melanjutkan kemafiaannya dengan korupsi kecil-kecilan bahasa orang kecilnya. Hari demi hari berlalu,Yanto dan Kasdi menjadi saudagar kaya raya dan kebiasaannya makin menjadi-jadi. Setelah mereka kaya mereka pun ngidam lagi pingin menjadi orang atas. Yanto ingin jadi kepala Desa sedangkan kasdi ingin jadi Caleg. Keduanya pun melakukan aksinya lagi dengan memberikan sejumlah uang sogokan pada masyarakat agar mereka dipilih. Ya hari gini masyarakat sudah semakin tidak percaya lagi terhadap wakil rakyat. Yang dipilih ya yang ngasih uang bukan yang Cuma modal kepercayaan, sudah tidak zamannya lagi.

Setelah kurang lebih dua minggu pemilihan pun dilaksanakan baik pemilihan Kades maupun pemilihan Caleg walaupun waktunya tidak sama. Tim sukses pun melancarkan aksinya untuk melakukan advokasi terhadap rakyat kecil yang tidak mengerti apa-apa. Rakyat kecil pun tergiur dengan serbuan uang-uang yang diberikan pada mereka dengan bermodal uang hasil korupsi kecil-kecilan yang waktu demi waktu menjadi modal untuk dapat melakukan korupsi gede-gedehan. Entah ngidam apa lagi yang ada dalam otak mereka berdua? Apakah ngidam yang lebih besar lagi yaitu ingin menjadi orang kaya dengan cara yang lebih professional dengan cara mengeruk uang rakyat setelah mereka jadi wakil rakyat.

“Ya untuk jadi wakil rakyat harus mengeluarkan banyak uang. Jadi wakil rakyat tidak bisa dengan modal dengkul jadi ketika jadi wakil rakyat minimal kembali modal lah, ha…ha…ha…”. (Itulah celoteh mereka ketika berbincang satu sama lain).

Langit senja nampak kebiruan dengan mega mendung mengapung di bawahnya, melayang-layang di angkasa seperti penggambaran kayangan yang ada dalam cerita dewa-dewa. Aku begitu resah dalam suasana yang tidak karuan. Pandanganku terasa begitu gelap dikelilingi hawa panas mengendap-endap dalam atmosfer udara. Aku memberanikan diri secara diam-diam berkelilinhg desa sambil melihat situasi perkembangan politik pemilihan Kades dan juga pemilihan Caleg. Lagi-lagi situasi janggal yang ia temui. Nampak para pengidam jabatan sedang memperjual belikan kekuasaan. Demi kekuasaan dan kedudukan mereka rela mengeluarkan banyak modal untuk mengeruk modal lebih banyak lagi dari rakyat. “Ya itulah penyakit lama para pemimpin kita dari masa ke masa terus di warisi ehm…..” (gerutu hati Slam jengkel).

Setelah pemilihan usai akhirnya Pak Yanto dan Pak Kasdi jadi wakil rakyat juga dan mereka merayakan kekuasaannya dengan mengundang penyanyi dangdut terkenal, pesta pun di gelar di depan rumah sambil mabuk-mabukan. Mereka merasa sukses ngidam menjadi orang kaya yang lebih professional. Bedanya kalau dulu ngidamnya ingin jadi kaya dengan korupsi kecil-kecilan, tapi sekarang bisa korupsi gede-gedehan. Sunnguh pucuk dicita ulam tiba, apa yang mereka inginkan telah terkabul. Mereka merasa puas dengan semua itu. Aku semakin merasa gusar ketika melihat para pemimpin di negeri ini berperilaku seperti para cukong yang mengangkang dan memanfaatkan rakyat kecil yang tidak mengerti realita politik yang begitu kejam dan hitam pekat.

Yang menyedihkan lagi diantara para calon wakil rakyat yang tidak terpilih banyak yang stress, ada yang gila mendadak dengan mencopot pakaian sambil berteriak, ada yang meluapkan kekecewaan mereka pada kenyataan dengan mabuk-mabukan. “Beginikah mentalitas dan moral para pemimpin kita? Sungguh menyebalkan” (gerutuku). Aku pun muak dengan realitas yang begitu buram dan penuh dengan ketidak jelasan. Para penghuni langit lebih suka mencipratkan nanah dan darah ke bumi daripada hujan. Padahal penghuni bumi kekeringan. Yang mereka butuhkan saat ini bukan nanah dan darah tapi siraman air hujan.

Bulan berikutnya Aku berjalan lagi menelusuri kota Subahaya menyaksikan pemilihan Caleg, Wali kota dan juga pemilihan Gubernur setahap demi setahap. Ia perhatikan gerak gerik mereka dari kejauhan tapi nyatanya tidak ada bedanya. Orang-orang yang idealis ketika sudah masuk dalam rantai politik maka idealisme itu akan tergerus arus dan hilang. “Itulah politik kita ketika sudah masuk dalam lingkaran politik maka mau tidak mau harus tunduk pada sistem lama yang sudah mengepidemi kuat atau dibuang dari peredaran. Entah sampai kapan rantai itu dapat di putus untuk mendapatkan rantai baru lewat revolusi” (Hati Slam berbisik tajam).

Keindahan idealisme yang bergema di atas awang-awang tiba-tiba dilululantahkan oleh rantai emas raksasa yang berjalan bersama sistem politik yang begitu kuat. Dinding-dinding pertahanan idealisme runtuh begitu saja tergilas arus. Penyakit ngidam yang mengepidemi kuat secara turun temurun dari dulu sampai sekarang pun menjadi salah satu kekuatan dahsyat yang membantu rantai itu untuk memusnakan keindaan-keindahan itu. Logika pun sudah tergadaikan dengan sistem yang membungkam dalam sangkar emas. Burung-burung sudah enggan keluar dari sangkar emasnya. Karena mereka merasa akan makan apa ketika keluar dari sangkar emas yang di sana mendapatkan fasilitas yang memadai walau pun tidak bebas berfikir.

Sang juragan berkata “wahai burung-burungku keluarlah kalian dari sangkar emas ini, dapatkan kebebasan di alam bebas sana”,
Jawab para burung-burung “jangan tuan kita tidak mau dilepaskan dari sangkar emas ini, lalu kami makan apa di luar sana, banyak binatang buas yang mengincar kami, kami juga takut dengan hembusan badai yang kerap datang dalam kegelapan”.
Tuan itu kembali berkata “di luar sana kamu akan mendapatkan kebebasan sebebas-bebasnya, maka keluarlah kalian mumpung aku belum berubah pikiran”.
Burung-burung itu pun menjawab “Tidak tuan kami lebih suka di dalam sangkar ini, walau pun kami tidak mendapatkan kebebasan yang sesungguhnya, namun fasilitas yng tuan berikan untuk kami.”

Kita lebih senang menjadi burung-burung yang berada di dalam sangkar yang terbuat dari emas. Walau pun terbuat dari emas akan tetapi itu tetap sangkar yang memenjarakan kebebasan kita. Tapi kebanyakan dari kita lebih memilih sangkar emas itu yang penting tetap bisa makan. Yang terpenting bukanlah kebebasan akan tetapi yang bisa menjamin kita untuk makan. Sebuah analogi yang begitu nista tatkala itu bertabrakan dengan alam pikiran kita. Apaka otak yang diberikan Tuhan kepada kita sudah menjadi aksesoris saja ketika realitas bergelimpangan di mana-mana. Ketika realitas tidak sehat ada di sekitar kita. Ketika para penghuni langit berkata “kami punya maksud baik”, maka kita pun harus bertanya “maksud baik tuan untuk siapa?”

Penyakit ngidam sudah mendarah daging mulai dari kelas bawah sampai pada kelas atas. Penyakit ngidam akan terus berjalan dan begitu kuat dikala varian-variannya masih terus lahir dan beranak pinang begitu menjamur. Putaran roda penyakit ngidam yang tidak fair akan terus ada dan sampai kapan itu terjadi semuanya tergantung pada manusia yang menghuni penggalan surga ini. Penggalan surga yang telah tidak kita syukuri keberadaannya sebagai suatu anugerah Tuhan yang sangat bernilai harganya.

Dalam kesendirian tiba-tiba aku mendengar seliweran orang berlalu lalang sambil tertawa berkata “siapa yang ngidam bisa lihat brosur ini. Kita belajar bersama untuk melestarikan ngidam. Kita belajar bersama untuk menjadikan ngidam sebagai kepercayaan kita. Kita jadikan ngidam sebagai sumber pengidupan kita. Ngidam……ngidam…..ngidam….., beli satu dapat seribu manfaat hahaha.” Aku pun lari sekencang-kencangnya menuju tengah hutan untuk menghindari suara yang menyebalkan itu.

Jombang, 04 September 2010
*) dari buku Sehimpun Cerpen Jombang “Hujan Sunyi Banaspati” Dekajo 2010.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae