Agus B. Harianto
http://sastra-indonesia.com/
Cermin itu telah retak. Retakannya membentuk garis tak beraturan. Layaknya pantulan petir menyambar pepohonan. Sebuah garis tak beraturan memisahkan dua sisi retakannya. Dari pojok kanan atas. Memecah keutuhan cermin hingga kiri bawah. Tak ayal lagi, bias sebelah kanan menjadi lebih tinggi. Cermin itu layak tak terpakai. Seharusnya dibuang. Untuk mengaca pun, cermin itu terasa kurang pas. Apalagi mengamati pantulan kekurangan riasan diri.
Cermin itu kubeli tiga bulan lalu. Tukang loakan yang kebetulan lewat membawanya. Tawar menawar pun terjadi. Hasil akhir dicapai. Sebuah cermin untuk menghiasi kamar. Pelengkap ruangan tempat melihat-lihat diri. Dan kala ingin keluar, tiada lagi perasaan kekurangan dengan dandanan.
Aku melangkah tergopoh melawan kejamnya waktu. Tak pernah kudapati ia mau berhenti dan tak pernah dapat mengerti. Terlambat bangun adalah kebiasaan yang tak mampu kupatahkan begitu saja. Saat begadang semalaman menjadi idaman semenjak sore. Berkejaran dengan jadwal jam masuk kerja menjadikanku terbatah melawan kantuk. Kamar tempatku ngekos menjadi mau memahami. Kepanikan sebagai akibat keterlambatan bangun pagi. Dua kamar terpisah seakan telah hafal dengan peristiwa yang jarang terjadi, bangun telat. Dapat ditengarai. Hampir setiap jum’at pagi, hal ini terjadi. Gedubrak barang-barang. Langkah tergesa ataupun senggolan tangan menjadi penyebab. Jatuh dari tempatnya semula atau terguling menjadi akrab pada telinga sekitar. Tawa kawan-kawan sekitar tak bisa menyurutkan kepanikanku.
Aku mandi sekenanya. Air yang membatasi dirinya mengalir pelan. Hingga tak menetes setitik pun. Kuguyurkan sedikit pada kepalaku. Otakku masih terasa penat dengan diskusi semalam. Keesaan dan pengesaan Tuhan. Pening kepalaku memikirkannya.
Senyum-senyum kecut kulewati. Tampang-tampang menertawakan kulalui. Wajah-wajah sok usil tak kuhiraukan. Mereka hanya berniat menggoda dan mengendurkan semangatku mencumbui kehidupan yang keras. What the hell! Aku tak perduli. Aku mainkan saja peran sok penting. Sok sibuk. Dalam benakku hanyalah jam masuk kantor yang terus meneror.
Kamar kontrakan yang tidak begitu luas dapat menghemat gerakku. Tiga kali empat merupakan ukuran umum di Ciputat. Sebuah pintu menghadap ke utara menjadikannya terhindar dari panas menyengat. Kala liburan dan ingin istirahat dari penat pekerjaan. Kaca bening dan jendela krepyak di sebelahnya membuatku dapat melihat keluar dengan leluasa. Hanya dengan menyibakkan sedikit kelambu usang yang menempel padanya.
Lemari plastik yang terpampang di balik pintu adalah perkakas yang kubeli dengan cicilan. Buku-buku tertumpuk rapi menyebelahi lemari itu, hampir semuanya pernah terbaca. Di sisi satunya dari lemari itu, sebuah kardus yang terisi pakaian kotor yang kerapiannya melebihi ombak lautan. Tiga inchi dari buku-buku itu kasur kecil, tempatku meregangkan penat, terburai tak sedap dipandang mata. Dan, di sebelah pintu bagian dalam kugantungkan cermin yang retak tersebut. Jika pagiku longgar, seringkali aku memandangi cermin itu. Ataukah memandangi diriku sendiri dalam cermin?
Semenjak cermin itu tergantung di sana, dan jika pintu terbuka, selalu saja ada yang memanfaatkannya. Aku sendiri memakainya sebelum berangkat kerja, ataupun kawan-kawan sekitar.Walaupun murah dan kubeli dari tukang loakan, ia tak pernah sepi dari kegunaannya. Ia tak pernah lepas dari bayangan wajah orang-orang sekitar.
Seragam kerja telah terpakai di badan. Kesiapan kerja untuk hari jum’at ini telah di tangan. Tinggal kunci motor dan berangkat. Seperti biasa, aku pun berdiri mematung. Diam sebentar sebagai pelaksanaan pemasrahan diri dan doa sebelum berangkat. Sebagaimana pesan kedua orangtuaku. Berdoa sebelum melaksanakan segala sesuatu.
Tawa anak kosan yang lain beriringan melaju ke areal parkir. Deru suara motor dipanasi telah terdengar. Bersaingan. Berselingan dengan canda dan obrolan ringan tentang demo kemarin. Anak-anak kampus mengusut korupsi. Jalanan macet. Suara-suara jahil anak majikan merasa berisik. Sayup-sayup terdengar ke telingaku. Mengalun lamban untuk akhirnya hilang di telan angin pagi. Menguap musnah dipanggang hangat mentari pagi.
Sejak tiga bulan lalu, kunci motor aku gantung di bawah cermin itu. Untuk kemudahan dan kecepatan. Bercermin sebentar sambil meraih kunci dan pergi. Dengan sigap, aku pun melangkah ke depan cermin. Maksud hati meraih kunci dan helm di atasnya. Mengamati dandanan dan membenahi yang kurang sedap dipandang.
Aku tersentak kaget. Kulihat gerakanku tidaklah demikian. Tiba-tiba cermin itu memantulkan bayangan yang gerakannya berbeda sedikit dengan gerakanku. Otakku berputar cepat. Analisa masalah sedang berlangsung. Sambil. Mataku terus menatap cermin retak itu. Kugerakkan sedikit lain tanganku kini.
Cermin itu retak memanjang. Tentunya bayangan sebelah kanan lebih tinggi. Hanya aku yang berada di depan cermin. Dan pastinya segala macam gerakan yang ada di dalam sana akan sama dengan gerakan yang kubuat. Tetapi kenapa tangan yang ada dalam cermin itu bergerak berbeda?
Tanganku sebelah kanan kugerakkan menyamping. Tangan kiri tergerai memegang kunci. Sedangkan tangan-tangan yang ada dalam cermin itu bersilang di depan dada. Ia membentuk silangan pertapa. Tak ayal lagi, aku bingung. Kacau otakku memikirkannya.
Istirahatku kurang. Mataku belum terpejam cukup. Perih. Berkaca-kaca. Benakku berusaha keras menelaah kejadian itu. Kupejamkan mata dan kubuka kembali berulang-ulang. Kedipannya tak terhitung lagi. Sembari kugerakkan kepala memahami yang sedang terjadi. Tetap saja gerakan dalam cermin itu tidak juga sesuai dengan gerakanku.
Kubuka mulutku. Ia tidak menirukannya. Kupegang hidungku. Ia masih mematung. Matanya melotot menatapku. Nanar. Jalang. Tetapi, kepasrahan dan penuh pengharapan dapat kurasakan dari tatapan mata itu.
Kutelisik wajahnya. Ia sama mirip dengan gambar wajahku yang kuhapal dari foto-fotoku. Codetan memanjang di pipi sebelah kiri pun terbentang di wajah itu juga. Buru-buru aku memegangnya. Ia tetap mematung. Bagai pertapa-pertapa yang tidak mendapatkan gizi berbulan-bulan. Namun kini matanya memejam. Mulutnya berkomat-kamit. Entah yang ia gumamkan.
“Hei, kamu!” teriakku pada bayangan di cermin itu.
Mendengar teriakanku, bayangan manusia dalam cermin itu membuka matanya. Mulutnya tidak lagi berkomat-kamit. Mata itu sendu menatapku. Rasa memelas dapat kutengarai darinya. Tangannya tetap bersilang di depan dada.
“Iya, Baginda!”
“Siapa kamu?”
“Saya adalah engkau, Baginda!”
Aku semakin bingung dengan suaranya. Jawabnya. Cermin bisa bicara? Apakah ini hanya mimpi? Kucubit pipiku. Sakit dapat kurasakan dari bekasnya. Bayangan itu masih menatapku sayu. Mulutnya bungkam. Wajahnya menyiratkan penantian. Kuputar otakku keras. Aku tak percaya fenomena di hadapanku.
Aku menoleh ke belakang. Harapanku akan orang lain yang mirip diriku berada di belakangku berdiri. Sedang ingin bercanda denganku. Seperti saat-saat istirahat sore sepulang kerja dengan kawan sekosan. Mataku mulai menyapu sekeliling kamar kosan. Tak seorang pun. Kosong. Hamparan tembok beku masih berdiri kokoh di belakangku. Bersih dari tempelan gambar. Kasur kecil berserak di dasar tembok itu.
Jam dinding tergantung menempel di tembok samping kanan. Dapat kulihat pula ia di dalam cermin itu. Detakannya terdengar miris. Aku beringsrut dari tempatku semula. Mundur selangkah. Bulu kudukku semakin tidak sabar untuk berdiri. Satu persatu mereka berkejaran untuk berdiri. Hingga puncak ubun-ubunku. Terkesiap aku dibuatnya. Merinding.
Kutatap lagi cermin itu dalam-dalam. Retakannya masih sama. bayangan yang ada di dalamnya masih membisu. Kini, matanya mengamati gerak-gerikku. Ia menelisik setiap lekuk tubuhku. Tiap helai rambutku. Aku merasa ditelanjangi.
“Siapa kamu sebenarnya?”
“Maaf, Baginda! Saya adalah engkau!”
“Jadi benar! Kamu adalah aku?”
“Benar Baginda!”
“Kalau kamu adalah aku, maka seharusnya aku adalah kamu!”
“Benar, Baginda!”
“Tapi kenapa kamu tidak mengikuti setiap gerakanku?”
Suasana lengang. Seperti biasa, jam masuk kerja. Kawan-kawan pasti sudah berangkat. Deru motor tiada lagi kudengar. Kota metropolitan ini membuat kami harus berjuang keras melawan kejamnya waktu. Tinggal caci maki ibu-ibu pada anak-anaknya, yang sebentar kemudian menghilang. Sepoi panas angin Jakarta menelusuk celah-celah bangunan.
Bayangan dalam cermin itu diam. Ia tiada menjawab pertanyaanku. Kesunyian pagi sungguh terasa. Kutajamkan telingaku. Barangkali ada langkah datang, setelah aku membentak keras pada bayangan dalam cermin itu. Tak satu pun. Sunyi. Tik-tak jam dinding ikut hanyut dalam kesunyian.
“Baiklah! Jika kamu adalah aku, aku ingin menanyakan suatu hal! Jikalau aku berkata ‘A’, maka seharusnya kamu pun berkata ‘A’. Jika aku mengangkat tangan kiriku, seharusnyalah kamu juga mengangkat tangan kirimu. Apakah karena kamu berhadapan denganku sekarang, yang itu berarti kiriku adala kananmu, hingga kamu tidak mau mengangkatnya dan hanya menyilangkannya? Dan, itu berarti kamu bukanlah aku!”
Bayangan dalam cermin itu masih diam. Malah, ia kini duduk bersila. Seperti pertapa-pertapa kesepian di atas garis-garis keramik yang terpantul dari lantai kamarku. Matanya terpejam, seakan tidak menghiraukanku. Aku mengernyitkan dahiku. Harapan hati dapat memahami yang sedang ia lakukan. Tapi, bagaimana aku bisa memahaminya tanpa sepatah kata pun darinya?
Otakku terhenyak dalam keheranan. Wajahnya adalah wajahku. Tubuhnya adalah tubuhku. Segala yang aku kenakan ia memakainya juga. Tetapi kenapa segalanya berbeda dengan semua yang aku kehendaki? Gontai aku berjalan mendekat kembali. Kuamati sekali lagi. Dari ujung rambut hingga lutut-lutut yang bersila itu. Semuanya sama persis dengan diriku. Hmmm!
“Baiklah akan kucoba menuruti kemauanmu. Kamu ada karena aku, namun aku ada bukan karena kamu. Dengan membelakangi dirimu, akankah kamu bertindak seperti yang kuperintahkan? Dengan membelakangi dirimu berarti sisi kananmu adalah sisi kananku juga. Lantas bagaimana aku dapat mengawasi kamu melaksanakan apa yang kuperintahkan dengan membelakangi dirimu?”
Ia tetap membisu. Mulutnya berkomat-kamit yang tidak bisa aku baca. Matanya terkatup rapat. Tangannya masih menyilang di depan dada. Wajahnya memancarkan keseriusan. Tiada gerak lain yang aku temukan. Kecuali dadanya yang menahan nafas keluar masuk.
Aku semakin tidak mengerti. Aku asyik mengamatinya. Tiba-tiba saja muncul dalam cermin itu. Bayangan-bayangan lain dalam sikap posisi yang sama. Satu persatu mereka bermunculan. Sepuluh. Seratus. Seribu. Jutaan. Milyaran. Hingga berjubel tak terhitung lagi. Dan suara-suara lantang menggemuruhkan telingaku. Suara-suara itu berbunyi sama.
“Aku adalah engkau!”
“Aku adalah engkau!”
Aku tersentak. Mataku liar memperhatikan mereka . Mulut-mulut itu meneriakkan yel-yel yang sama. “Aku adalah engkau!” Benakku semakin bingung. Dan, tanpa kusadari, tanganku meraih helm di atas cermin itu. Pyarrr!
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 14 Desember 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar