Senin, 29 November 2010

Mengasong Sastra di Kemacetan Jalanan

R. Sugiarti
http://www.sinarharapan.co.id/

seekor kucing kurus menggondol ikan asin
lauk makanku malam ini hap kuambil sebilah pisau Akan kubunuh kucing itu
meong…
eh..dia tak lari meong…
malah memandangku tajam dengan matanya
meong…
tanganku yang memegang pisau bergetar
aku melihat diriku pada kucing ini
akhirnya kami berbagi kuberi dia kepalanya dan aku badannya
akhirnya kami makan bersama tentu saja dari piring yang berbeda
(puisi seorang pengamen puisi di bus kota yang dibawakan dengan sangat atraktif. Konon puisi ini diciptakan oleh sang pembaca dengan teman-temannya)

Bermula karena uang, kota-kota besar selalu mempunyai dinamika yang tinggi. Pergerakan manusia yang ada di dalamnya begitu mobil. Akibatnya, banyak peluang dipaksa tercipta.

Setiap sudut yang tercecer dimanfaatkan dengan bermacam kreativitas, meski terkadang naif. Sisi kosong trotoar, halte, bawah jembatan layang jalan tol, taman kota, dan banyak ruang kosong lainnya menjelma lahan bisnis yang terus berkembang pesat. Bis kota pun bertambah fungsi sebagai kotak sumbangan berjalan yang banyak diincar pemburu belas iba.

Pengasong, pengemis, panitia pembangunan rumah ibadah, pengelola panti asuhan dan lembaga sosial lainnya, orang yang terkena bencana, semisal kebakaran dan sakit, napi insaf, mahasiswa kekurangan dana, dan seniman jalanan, berebut menggaet iba bahkan tak jarang menggertak dan memaksa mereka yang dianggap berlebih.

Perkembangan Pengamen

Padahal perambah awal bis kota, semula hanyalah pengamen atau pemusik jalanan. Memang, musik jalanan sudah dikenal dan berkembang sejak abad pertengahan, terutama di Eropa. Pada saat musik Eropa berkembang pesat lewat penyebaran agama Kristen.

Kendati bentuk musik yang dikembangkan lewat gereja itu adalah berdasarkan dasar-dasar pengetahuan musik Yunani, lewat gereja bentuk dasar itu dikembangkan selaras dengan perkembangan seni drama, seni rupa dan sastra. Bentuk musik yang dikembangkan lewat gereja itu, akhirnya dikenal sebagai liturgi (latin: doa dalam bentuk nyanyian)

Di luar gereja, muncul jenis musik yang agak liar dan mempunyai tema yang luas yang oleh kalangan gereja disebut sebagai musik duniawi. Musik ini berkembang, umumnya dibawa oleh para musafir atau pengelana. Mereka menggunakan alat musik sederhana dan praktis, biasanya alat musik berdawai semacam gitar.

Musikus pengembara berjalan dari satu tempat ke tempat lain, mengelilingi negeri sambil bernyanyi. Mereka mendapatkan upah atau imbalan dari para penikmat musiknya. Di Prancis, mereka disebut ”troubadour”, dan di Jerman, ”minnesaenger”. Sampai saat ini, budaya semacam itu masih banyak dilakukan kaum Gypsi yang berada di daerah Spanyol.

Di Indonesia sendiri, masuknya budaya musik dibawa bangsa Portugis, dan budaya mengamen sudah ada sejak abad ketiga belas, saat kejayaan kerajaan Kediri atau Kahuripan. Saat itu, sudah dikenal rombongan kesenian musik berjalan dari satu tempat ke tempat lain, dan menghibur lewat syair atau pantun yang berisi dongeng Panji.

Mereka akrab dengan sebutan ”dalang kentrung”. Keberadaan mereka terkadang dianggap sakral oleh masyarakat yang dilewatinya karena apa yang mereka lantunkan tidak sekadar hiburan, tetapi terkadang merupakan nasihat, isyarat, bahkan ramalan masa depan dari situasi yang terjadi.

Berbeda dengan pemusik jalanan di masa sejarah, pengamen zaman sekarang lebih banyak terorientasi pada kesulitan ekonomi semata. Nilai kesakralan yang semula dimiliki pengamen pendahulu semakin mengabur.

Jangankan bisa dianggap sakral untuk bisa dikatakan estetik pun tak banyak pengamen yang memenuhinya. Mereka tak lagi melakukannya secara profesional.

Dengan alat musik seadanya, bahkan sekadar tepuk tangan dan suara yang fals mereka berani unjuk suara. Citra pengamen berubah menjadi sekadar strategi mencari uang di tengah keterdesakan, mekipun kreativitas lagu dan cara mengamen yang mereka bawakan semakin berkembang.

Mengamen Sastra

Yang menarik, pengamen yang semula hanya memainkan lagu-lagu populis dan lagu khas mereka sendiri, mulai berani memusikalisasi puisi. Memang tentang musikalisasi puisi ini masih ada beberapa pendapat yang berbeda.

Pertama, pendapat bahwa musikalisasi puisi adalah membacakan puisi dengan diiringi oleh musik. Jadi musik di sini sebagai background saja, tak lebih. Mulai banyak pengamen yang melakukan ini.

Pun pendapat kedua bahwa musikalisasi puisi adalah puisi yang dimusikkan. Artinya, ada semacam kreativitas yang digulirkan sehingga pencipta musikalisasi puisi harus mempunyai kemampuan yang lebih dalam memosisikan gagasan antara puisi dengan musik yang akan dikolaborasikan mampu tercipta di kalangan pengamen. Ada beberapa pengamen yang mampu membawa puisi-puisi sastrawan terkenal maupun karya mereka sendiri dalam kreativitas yang cukup mengesankan.

Yang tak begitu bisa kita lihat pada fenomena pengamen ini adalah pendapat ketiga, bahwa musikalisasi puisi adalah musik yang diilhami oleh puisi. Artinya, di sini puisi hadir secara konkret, akan tetapi bermetamorfosis menjadi sebuah alunan musik. Kita tak bisa tahu apakah ada pengamen yang melakukan ini.

Bagaimanapun juga puisi yang telah bermetamorfosis menjadi alunan musik tak gampang lagi kita kenali apakah diilhami oleh puisi ataukah tidak, kecuali mereka mengatakannya sendiri. Seperti halnya Dewa, Padi, atau KLA Project yang jelas-jelas menyatakan bahwa lagu-lagu mereka diilhami oleh puisi-puisi Kahlil Gibran dan Jalalludin Rumi.

Tak berhenti pada musikalisasi puisi, pengamen dalam bis kota semakin berani mendekati dunia sastra. Mereka mulai berani membawakan puisi tanpa musik. Sekadar membacakan tanpa iringan musik. Terkadang cukup dengan ekspresi teatris yang lumayan inovatif, seperti yang penulis lihat ketika seorang pengamen membawakan sajak ”Ikan Asin, Kucing, dan Aku” di atas.

Untung Rugi

Kini, mengamen puisi, mengasong sastra pada sesak bis kota semakin marak. Manfaat dan kerugian pun mulai tercipta, meskipun mungkin selambat bis kota tua yang bertahan di panasnya kemacetan Jakarta.

Lahir bentuk baru sastra-sastra asongan. Sastra asongan dijajakan pengamen di sela-sela keringat penumpang, diual tanpa harga paten. Cukup recehan sisa tarif bis atau semahal nilai iba yang ada di kantong hati. Tak perlu tawar-menawar. Cuma sedikit ancaman jika preman yang menjajakan.

Di satu sisi, tercipta sebuah bentuk sosialisasi sastra yang cukup efektif. Sebuah sistem sosilisasi sastra yang efisien, ramah, dan murah. Ranah sastra terdesak kesibukan hidup terpaksa hadir di sela-selanya. Menyeruak tanpa bisa ditolak. Tak perlu menumpang pada media edisi mingguan, atau pusat-pusat kesenian dan kebudayaan yang jauh dari jangkauan.

Sastra asongan selalu mampu hadir selama bis kota masih dibutuhkan. Tentu saja selama pengamen tidak dikejar-kejar petugas ketertiban umum.

Sayangnya kualitas sastra asongan masih jauh dari standar. Sastra yang seharusnya mampu menjadi hiburan di tengah kesuntukan, katarsis di tengah kegalauan, bahkan otokritik di tengah kelalaian, malah terlempar sebagai keluh kesah keputusasaan, jerit ketidakberdayaan, bahkan gangguan di tengah kelelahan.

Bukannya menjadi media pengenal dan pengakrab, pengamen sastra justru semakin menjauhkan sastra yang sudah tersisih dari masyarakat yang dikejar kesibukan mencari uang. Bisa-bisa muncul suatu image, ”sastra identik dengan kemiskinan”. Meskipun pada kenyataannya, Rendra, Putu Wijaya, Ayu Utami, Dewi Lestari, Sapardi Djoko Damono, dan banyak sastrawan lainnya tak bisa dibilang miskin.

Negatif ataupun positif, sastra asongan telah lahir. Kita terlambat untuk sekadar mengaborsinya. Yang diperlukan sekarang adalah bagaimana sastra asongan ini mampu membawa dampak-dampak yang positif bagi perkembangan sastra.

Tentunya perlu kepedulian dari banyak pihak. Sastrawan-sastrawan sukarelawan yang mau meluangkan waktunya membantu pengasong-pengasong sastra itu, agar mampu menjajakan sastra dengan kualitas maksimal.

Dengan begitu, sastra asongan mampu menjadi katalis kembalinya kedekatan sastra pada masyarakatnya. Sastra asongan tak lagi identik dengan kemiskinan.

Dan kita bisa membiarkan, Arnold Bennet yang menulis dalam buku hariannya, merasa menyesal dengan penyataan: ”pekerjaan seorang sastrawan hanyalah untuk memuaskan diri sendiri, untuk mencari pujian serta penghargaan. Tetapi, saya tidak mempedulikan semua itu. Saya akan menjadi penilai karya-karya sendiri.

Benar atau salah, saya akan tetap puas sebagai sastrawan. Saya tidak akan disukai kalau saya tidak berhasil mendapatkan uang banyak”. Karena sastra asongan mampu disukai, meskipun hanya berhasil mendapatkan uang recehan.

Penulis adalah peminat dan pemerhati budaya, pelanggan setia bus-bus kota di Jakarta.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae