R. Sugiarti
http://www.sinarharapan.co.id/
seekor kucing kurus menggondol ikan asin
lauk makanku malam ini hap kuambil sebilah pisau Akan kubunuh kucing itu
meong…
eh..dia tak lari meong…
malah memandangku tajam dengan matanya
meong…
tanganku yang memegang pisau bergetar
aku melihat diriku pada kucing ini
akhirnya kami berbagi kuberi dia kepalanya dan aku badannya
akhirnya kami makan bersama tentu saja dari piring yang berbeda
(puisi seorang pengamen puisi di bus kota yang dibawakan dengan sangat atraktif. Konon puisi ini diciptakan oleh sang pembaca dengan teman-temannya)
Bermula karena uang, kota-kota besar selalu mempunyai dinamika yang tinggi. Pergerakan manusia yang ada di dalamnya begitu mobil. Akibatnya, banyak peluang dipaksa tercipta.
Setiap sudut yang tercecer dimanfaatkan dengan bermacam kreativitas, meski terkadang naif. Sisi kosong trotoar, halte, bawah jembatan layang jalan tol, taman kota, dan banyak ruang kosong lainnya menjelma lahan bisnis yang terus berkembang pesat. Bis kota pun bertambah fungsi sebagai kotak sumbangan berjalan yang banyak diincar pemburu belas iba.
Pengasong, pengemis, panitia pembangunan rumah ibadah, pengelola panti asuhan dan lembaga sosial lainnya, orang yang terkena bencana, semisal kebakaran dan sakit, napi insaf, mahasiswa kekurangan dana, dan seniman jalanan, berebut menggaet iba bahkan tak jarang menggertak dan memaksa mereka yang dianggap berlebih.
Perkembangan Pengamen
Padahal perambah awal bis kota, semula hanyalah pengamen atau pemusik jalanan. Memang, musik jalanan sudah dikenal dan berkembang sejak abad pertengahan, terutama di Eropa. Pada saat musik Eropa berkembang pesat lewat penyebaran agama Kristen.
Kendati bentuk musik yang dikembangkan lewat gereja itu adalah berdasarkan dasar-dasar pengetahuan musik Yunani, lewat gereja bentuk dasar itu dikembangkan selaras dengan perkembangan seni drama, seni rupa dan sastra. Bentuk musik yang dikembangkan lewat gereja itu, akhirnya dikenal sebagai liturgi (latin: doa dalam bentuk nyanyian)
Di luar gereja, muncul jenis musik yang agak liar dan mempunyai tema yang luas yang oleh kalangan gereja disebut sebagai musik duniawi. Musik ini berkembang, umumnya dibawa oleh para musafir atau pengelana. Mereka menggunakan alat musik sederhana dan praktis, biasanya alat musik berdawai semacam gitar.
Musikus pengembara berjalan dari satu tempat ke tempat lain, mengelilingi negeri sambil bernyanyi. Mereka mendapatkan upah atau imbalan dari para penikmat musiknya. Di Prancis, mereka disebut ”troubadour”, dan di Jerman, ”minnesaenger”. Sampai saat ini, budaya semacam itu masih banyak dilakukan kaum Gypsi yang berada di daerah Spanyol.
Di Indonesia sendiri, masuknya budaya musik dibawa bangsa Portugis, dan budaya mengamen sudah ada sejak abad ketiga belas, saat kejayaan kerajaan Kediri atau Kahuripan. Saat itu, sudah dikenal rombongan kesenian musik berjalan dari satu tempat ke tempat lain, dan menghibur lewat syair atau pantun yang berisi dongeng Panji.
Mereka akrab dengan sebutan ”dalang kentrung”. Keberadaan mereka terkadang dianggap sakral oleh masyarakat yang dilewatinya karena apa yang mereka lantunkan tidak sekadar hiburan, tetapi terkadang merupakan nasihat, isyarat, bahkan ramalan masa depan dari situasi yang terjadi.
Berbeda dengan pemusik jalanan di masa sejarah, pengamen zaman sekarang lebih banyak terorientasi pada kesulitan ekonomi semata. Nilai kesakralan yang semula dimiliki pengamen pendahulu semakin mengabur.
Jangankan bisa dianggap sakral untuk bisa dikatakan estetik pun tak banyak pengamen yang memenuhinya. Mereka tak lagi melakukannya secara profesional.
Dengan alat musik seadanya, bahkan sekadar tepuk tangan dan suara yang fals mereka berani unjuk suara. Citra pengamen berubah menjadi sekadar strategi mencari uang di tengah keterdesakan, mekipun kreativitas lagu dan cara mengamen yang mereka bawakan semakin berkembang.
Mengamen Sastra
Yang menarik, pengamen yang semula hanya memainkan lagu-lagu populis dan lagu khas mereka sendiri, mulai berani memusikalisasi puisi. Memang tentang musikalisasi puisi ini masih ada beberapa pendapat yang berbeda.
Pertama, pendapat bahwa musikalisasi puisi adalah membacakan puisi dengan diiringi oleh musik. Jadi musik di sini sebagai background saja, tak lebih. Mulai banyak pengamen yang melakukan ini.
Pun pendapat kedua bahwa musikalisasi puisi adalah puisi yang dimusikkan. Artinya, ada semacam kreativitas yang digulirkan sehingga pencipta musikalisasi puisi harus mempunyai kemampuan yang lebih dalam memosisikan gagasan antara puisi dengan musik yang akan dikolaborasikan mampu tercipta di kalangan pengamen. Ada beberapa pengamen yang mampu membawa puisi-puisi sastrawan terkenal maupun karya mereka sendiri dalam kreativitas yang cukup mengesankan.
Yang tak begitu bisa kita lihat pada fenomena pengamen ini adalah pendapat ketiga, bahwa musikalisasi puisi adalah musik yang diilhami oleh puisi. Artinya, di sini puisi hadir secara konkret, akan tetapi bermetamorfosis menjadi sebuah alunan musik. Kita tak bisa tahu apakah ada pengamen yang melakukan ini.
Bagaimanapun juga puisi yang telah bermetamorfosis menjadi alunan musik tak gampang lagi kita kenali apakah diilhami oleh puisi ataukah tidak, kecuali mereka mengatakannya sendiri. Seperti halnya Dewa, Padi, atau KLA Project yang jelas-jelas menyatakan bahwa lagu-lagu mereka diilhami oleh puisi-puisi Kahlil Gibran dan Jalalludin Rumi.
Tak berhenti pada musikalisasi puisi, pengamen dalam bis kota semakin berani mendekati dunia sastra. Mereka mulai berani membawakan puisi tanpa musik. Sekadar membacakan tanpa iringan musik. Terkadang cukup dengan ekspresi teatris yang lumayan inovatif, seperti yang penulis lihat ketika seorang pengamen membawakan sajak ”Ikan Asin, Kucing, dan Aku” di atas.
Untung Rugi
Kini, mengamen puisi, mengasong sastra pada sesak bis kota semakin marak. Manfaat dan kerugian pun mulai tercipta, meskipun mungkin selambat bis kota tua yang bertahan di panasnya kemacetan Jakarta.
Lahir bentuk baru sastra-sastra asongan. Sastra asongan dijajakan pengamen di sela-sela keringat penumpang, diual tanpa harga paten. Cukup recehan sisa tarif bis atau semahal nilai iba yang ada di kantong hati. Tak perlu tawar-menawar. Cuma sedikit ancaman jika preman yang menjajakan.
Di satu sisi, tercipta sebuah bentuk sosialisasi sastra yang cukup efektif. Sebuah sistem sosilisasi sastra yang efisien, ramah, dan murah. Ranah sastra terdesak kesibukan hidup terpaksa hadir di sela-selanya. Menyeruak tanpa bisa ditolak. Tak perlu menumpang pada media edisi mingguan, atau pusat-pusat kesenian dan kebudayaan yang jauh dari jangkauan.
Sastra asongan selalu mampu hadir selama bis kota masih dibutuhkan. Tentu saja selama pengamen tidak dikejar-kejar petugas ketertiban umum.
Sayangnya kualitas sastra asongan masih jauh dari standar. Sastra yang seharusnya mampu menjadi hiburan di tengah kesuntukan, katarsis di tengah kegalauan, bahkan otokritik di tengah kelalaian, malah terlempar sebagai keluh kesah keputusasaan, jerit ketidakberdayaan, bahkan gangguan di tengah kelelahan.
Bukannya menjadi media pengenal dan pengakrab, pengamen sastra justru semakin menjauhkan sastra yang sudah tersisih dari masyarakat yang dikejar kesibukan mencari uang. Bisa-bisa muncul suatu image, ”sastra identik dengan kemiskinan”. Meskipun pada kenyataannya, Rendra, Putu Wijaya, Ayu Utami, Dewi Lestari, Sapardi Djoko Damono, dan banyak sastrawan lainnya tak bisa dibilang miskin.
Negatif ataupun positif, sastra asongan telah lahir. Kita terlambat untuk sekadar mengaborsinya. Yang diperlukan sekarang adalah bagaimana sastra asongan ini mampu membawa dampak-dampak yang positif bagi perkembangan sastra.
Tentunya perlu kepedulian dari banyak pihak. Sastrawan-sastrawan sukarelawan yang mau meluangkan waktunya membantu pengasong-pengasong sastra itu, agar mampu menjajakan sastra dengan kualitas maksimal.
Dengan begitu, sastra asongan mampu menjadi katalis kembalinya kedekatan sastra pada masyarakatnya. Sastra asongan tak lagi identik dengan kemiskinan.
Dan kita bisa membiarkan, Arnold Bennet yang menulis dalam buku hariannya, merasa menyesal dengan penyataan: ”pekerjaan seorang sastrawan hanyalah untuk memuaskan diri sendiri, untuk mencari pujian serta penghargaan. Tetapi, saya tidak mempedulikan semua itu. Saya akan menjadi penilai karya-karya sendiri.
Benar atau salah, saya akan tetap puas sebagai sastrawan. Saya tidak akan disukai kalau saya tidak berhasil mendapatkan uang banyak”. Karena sastra asongan mampu disukai, meskipun hanya berhasil mendapatkan uang recehan.
Penulis adalah peminat dan pemerhati budaya, pelanggan setia bus-bus kota di Jakarta.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar