Selasa, 19 Oktober 2010

Kain Batik Sidomukti

Sunaryono Basuki Ks
http://www.sinarharapan.co.id/

Pada ulang tahunku yang ke tujuh puluh dua, saat musim dingin belum juga pergi, aku menerima bingkisan dari seorang teman lama, yang syukur berusia panjang pula seperti diriku. Sebuah bungkusan kertas kado sederhana berwarna hijau tua berhiaskan kembang-kembang berwarna putih bagaikan untaian melati. Di luar bungkusan menempel sebuah amplop, dilekatkan dengan selotip tipis. Amplop itu lebih dulu aku buka. Isinya sebaris puisi:

Di hari bahagia ini/Kenanglah kami/Yang jauh/Namun tetap terengkuh/Oleh jiwamu/ Kenanglah tanah/ tempat darah tumpah/tempat kita/kan bertemu kembali.

Aku tersenyum. Pasti dia tak pernah berhasil menjadi seorang penyair, namun semangatnya yang menggebu untuk menjadi penyair membuatnya mampu menghafalkan sajak-sajak karya Asrul Sani, seperti ”Surat Dari Ibu” atau seluruh sajak Sitor Situmorang yang terkumpul dalam ”Surat Kertas Hijau”: lonceng gereja bukit Itali. Atau: cherchez la femme, cherchez la femme. Atau: bunga di atas batu/dibakar sepi/mengatas indera/dia menanti/bunga di atas batu/dibakar sepi.

Dia tentu saja tidak setua diriku. Mungkin delapan atau tujuh tahun lebih muda. Namun, karena aku lebih dulu menjadi cerpenis terkenal, maka dia sering datang ke rumah atau bersurat, sebab aku tinggal di Surabaya dan dia di Malang. Banyak yang dia tanyakan sampai kadang aku kewalahan menjawabnya. Dia mencoba menulis cerpen atau puisi namun tetap saja karyanya membuat aku tertawa dalam hati. Tampaknya dia tak pernah putus asa. Dia juga dengan bersemangat mengirimkan lewat pos buku tulis penuh dengan puisi yang ditulis dengan tulisan tangannya yang indah.

”Ini, Mas. Saya serahkan sajak-sajakku, siapa tahu bisa dimuat,” begitu bunyi suratnya, seolah menyala di tanganku.

Dia masih duduk di kelas satu SMA Bagian Sastra. Itu pilihannya sendiri, tidak dipaksa siapa-siapa, padahal dia berasal dari SMP Bagian B dan nilai ujian akhirnya rata-rata delapan seperdelapan, tertinggi di kelas III B/1. Toh dia memaksa masuk SMA Jurusan sastra. Saat dia mendaftarkan diri, loket kosong, dan petugas yang menerimanya setelah memeriksa berkasnya mengatakan:

”Bukan di sini, Dik. Di situ SMA III. ”

”Saya memang melamar ke sini, Mas.”

”Tapi SMA Pasti di situ. Gedungnya memang satu kompleks di sini.”

***

Salju tiba-tiba turun, namun aku tak harus bergegas ke tempat kerja. Tempatku bekerja sekarang adalah ruang kecil yang jendelanya menghadap ke sebuah tanah lapang kecil yang ditumbuhi rerumputan. Dan kali ini rerumputan itu diselimuti salju seluruhnya. Salju yang jatuh ditiup angin, kembali melayang ke udara lalu seolah mencari-cari di sela-sela gedung, tempat untuk menjatuhkan diri ke tanah atau menubruk tembok bangunan di seberang.

Di jendela istriku meletakkan pot bunga dari plastik yang ditumbuhi bunga berwarna merah menyala, tentu kesukaan istriku. Kalau bunga itu sudah layu, maka pot itu harus dibuang dan istriku akan menggantinya dengan pot bunga berwarna kuning kesukaanku.

Musim dingin selalu membawa keindahannya tersendiri. Pertama aku merasakannya justru di negeri Cina, saat ketenteraman hati dan harapan ke masa depan gelap bagai malam-malam musim dingin itu. Aku menggigil sendirian. Teman-teman juga. Seperti diriku, mereka tidak pernah bepergian ke luar negeri, dan berita-berita di radio mewartakan harapan yang putus untuk kembali ke tanah air. Aku tahu bahwa musim dingin akan berganti dengan musim semi, musim harapan dengan bunga-bunga yang mulai kuncup. Hal itu mungkin terjadi di alam lain, tidak di negeri asing ini, negeri asing pertama yang aku injak, bersama-sama rekan wartawan yang semuanya harus menerima kemandegan perjalanan hidup masing-masing. Kapan kami bisa pulang, tak seorang pun yang tahu.

”Sebaiknya kita tidak pulang,” pemimpin rombongan memberi saran. Dia bukan menghibur kami, sebab dia juga tak mampu menghibur dirinya sendiri. Baginya urat nadi kehidupan juga sudah putus, seperti urat nadi kami. Kami benar-benar tak tahu apa yang harus diperbuat.

Kami harus tunduk kepada hukum lokal, dan sering mendapat caci-maki sebab sudah berbuat kesalahan. Tetapi, apakah itu memang salah kami? Kami tidak tahu apa-apa. Ketika kami berangkat, semua baik-baik saja Tidak ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Memang, beberapa bulan sebelumnya koran kami mendapat surat edaran, yang menyatakan bahwa kami harus berafiliasi dengan partai atau ormas tertentu. Menurut perasaanku, surat itu biasa saja. Sudah semestinya kami meletakkan diri di mana. Dan tanpa kecurigaan, Pemimpin Perusahaan kami mengirim keputusan rapat yang menyatakan bahwa kami berafiliasi dengan sebuah ormas tertentu. Itulah ujungnya.

***

Sudah lama berlalu. Dari satu negeri ke negeri lain, bertemu dengan teman-teman lain yang semuanya merindukan gudeg Yogya, atau rujak cingur, atau rendang, atau empek-empek Palembang, atau…..

Namun, tetap saja kami terlunta-lunta. Untung aku mendapat pekerjaan mengajar di universitas setelah berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain. Dan istri serta anakku menyusul, hampir sewindu kemudian. Aneh memang, dalam ketiadaan harapan, istriku bertahan hidup, dan justru menyusulku ke negeri orang, bukan memutuskan untuk menikah lagi dan melupakan masa lalu. Masa lalu adalah masa kami berdua, dan itulah kunci ketulusan hati istriku.

***

Kubuka bungkusan kertas hijau itu. Di dalamnya ada selembar kain batik. Kain batik sidomukti. Dan masih ada sebaris puisi:

Mukti di usia senja

Aku tiba-tiba teringat ibu. Ibu pernah bercerita, bahkan ketika aku dilahirkan, ibu meminta nenek membungkusku dalam kain batik sidomukti. Katanya, aku tidur dengan tenang setiap saat, hanya terbangun ketika minta minum serta kencing. Kata ibu:

Lahir mukti

Aku benar-benar dilahirkan mukti. Di Pare, Kediri, bapakku yang guru tak kekurangan apa. Gajinya uang gulden dan ibu pandai mengatur rumah tangga. Sampai Jepang datang ketika aku berusia sembilan tahun lebih dua bulan, hidup kami memang sejahtera. Lalu saudara tua mempropagandakan kemakmuran Asia Timur Raya dan kami mulai tergencet dalam keseharian antara makan dan tidak makan. Banyak yang jatuh sakit dan meninggal, banyak yang dikirim kerja paksa demi membela tanah air.

Ketika zaman susah aku menikah dengan Jeng Retnowulan, kami mengenakan kain batik sidomukti. Ibuku, juga ibu mertuaku mengatakan:

Hidup mukti.

Jangan sampai mengenakan kain batik dengan corak parang rusak, sebab segalanya akan hancur berantakan. Kado yang kami terima cuma gelas minum beberapa biji. Tidak ada kado kain sutera atau cangkir keramik yang bagus. Tapi mertuaku menghidangkan nasi rawon dengan daging pilihan pada resepsi pernikahan yang meriah.

Aku bekerja sebagai guru di sebuah SMA Swasta dan juga sebagai wartawan budaya di sebuah koran yang cukup besar untuk ukuran saat itu, sementara aku juga menulis cerita pendek yang diterbitklan di dalam majalah Sastra. Tapi kehidupan pengarang saat itu sangat memprihatinkan, sebab honor mengarang sangat kecil. Hanya satu koran Berita Minggu yang berani membayar mahal, sampai Rp 500,- satu cerita pendek, padahal gajiku sebagai wartawan tak sampai Rp 2000,-

Toh kami bertahan hidup. Orang lain makan bulgur, kami masih sanggup makan nasi bercampur ketela. Kami masih mampu memelihara kelinci dan istriku kadang memasak sate kelinci.

Hidup mukti.

Sampai berita gembira itu tiba. Aku dan beberapa orang teman wartawan dari seluruh Indonesia akan diberangkatkan ke luar negeri. Istriku mulai mencari hutangan buat membeli kain bahan jas yang akan kukenakan. Kain mohair warna coklat yang tak begitu bermutu, tapi aku harus punya sepasang jas untuk sebuah pertemuan internasional. Dan dengan menenteng kopor seng peninggalan ayahku, aku diantar ke stasiun kereta api menuju Jakarta. Dari Jakarta rombongan akan berangkat bersama.

”Mas, semoga selamat kembali ke rumah.”

”Doakan Jeng Retno.”

Dan itu hanyalah sepotong harapan dan sebisik doa. Kami harus berpisah sewindu lamanya.

***

Salju masih turun, namun musim dingin sebentar lagi berlalu. Tanganku sudah lama terasa ngilu bila musim dingin tiba. Bila musim berganti, bukan harapan baru yang muncul. Sebelas hari lagi anak-anak muda yang penuh rasa cinta merayakan Valentine Day, hari kasih sayang. Adakah kasih sayang ketika teman-temanku menghilang dari peredaran, sebagian konon sudah menjadi korban kemarahan rakyat? Dengan perih Eliot menyitir keyakinan orang Hindu:

”April is the cruellest month…”1

Dan kain sidomukti yang aku terima dititipkan Gede Budasi, anak dari bekas murid temanku yang datang ke negeri ini untuk mengkonsultasikan disertasinya tentang sistem kekerabatan bahasa Sumba, salah satu bagian dari bahasa besar bahasa Austronesia, bidang linguistik historis komparatif. Dosen pembimbingnya di UGM Dr Inyo Fernandes pernah dikirim ke Leiden. Profesor Northofer yang ahli bahasa-bahasa Austronesia itu memang mengajar di Universitas negeri ini.

Di usia baruku nanti, di kedatangan musim semi, apakah siklus sedih akan kumulai? Aku tidak tahu. Dan aku juga tak tahu makna kado istimewa untuk ulang tahunku yang ke tujuh puluh dua ini. Siapakah yang dapat meramalkan kehidupan seseorang? Siapakah yang dapat mengatakan padaku bahwa sudah hampir empat puluh tahun meninggalkan Kediri, meninggalkan tahu yang kurindukan, dan apa yang akan terjadi?

Aku teringat ibu, teringat mertuaku, dan teringat temanku:

Lahir mukti
Hidup mukti
Mati pun mukti.

Benarkah? Salju makin deras menerpa jendela, melayang seolah ingin menyapu dinding dengan kuas raksasanya. Salju telah turun, dan musim semi akan segera tiba. Musim yang paling kejam, yang justru tampak memunculkan bunga-bunga aneka warna, warna-warna semu dari sela-sela tanah yang sebelumnya diselimuti salju. Dan tanganku makin terasa ngilu.

Lahir mukti, hidup mukti, mati mukti
Shantih, shantih, shantih2

Tergetar giring-giring berdenting jauh ke dinding hati: shantih, shantih, shantih. Damai di dunia. Mukti saat mati.***

Singaraja, Dua minggu pertama September 2004

1 Larik pertama puisi panjang The WasteLand karangan TS Eliot
2 Shantih, shantih, shantih= larik terakhir sajak The Waste Land

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae