Sunaryono Basuki Ks
http://www.sinarharapan.co.id/
Pada ulang tahunku yang ke tujuh puluh dua, saat musim dingin belum juga pergi, aku menerima bingkisan dari seorang teman lama, yang syukur berusia panjang pula seperti diriku. Sebuah bungkusan kertas kado sederhana berwarna hijau tua berhiaskan kembang-kembang berwarna putih bagaikan untaian melati. Di luar bungkusan menempel sebuah amplop, dilekatkan dengan selotip tipis. Amplop itu lebih dulu aku buka. Isinya sebaris puisi:
Di hari bahagia ini/Kenanglah kami/Yang jauh/Namun tetap terengkuh/Oleh jiwamu/ Kenanglah tanah/ tempat darah tumpah/tempat kita/kan bertemu kembali.
Aku tersenyum. Pasti dia tak pernah berhasil menjadi seorang penyair, namun semangatnya yang menggebu untuk menjadi penyair membuatnya mampu menghafalkan sajak-sajak karya Asrul Sani, seperti ”Surat Dari Ibu” atau seluruh sajak Sitor Situmorang yang terkumpul dalam ”Surat Kertas Hijau”: lonceng gereja bukit Itali. Atau: cherchez la femme, cherchez la femme. Atau: bunga di atas batu/dibakar sepi/mengatas indera/dia menanti/bunga di atas batu/dibakar sepi.
Dia tentu saja tidak setua diriku. Mungkin delapan atau tujuh tahun lebih muda. Namun, karena aku lebih dulu menjadi cerpenis terkenal, maka dia sering datang ke rumah atau bersurat, sebab aku tinggal di Surabaya dan dia di Malang. Banyak yang dia tanyakan sampai kadang aku kewalahan menjawabnya. Dia mencoba menulis cerpen atau puisi namun tetap saja karyanya membuat aku tertawa dalam hati. Tampaknya dia tak pernah putus asa. Dia juga dengan bersemangat mengirimkan lewat pos buku tulis penuh dengan puisi yang ditulis dengan tulisan tangannya yang indah.
”Ini, Mas. Saya serahkan sajak-sajakku, siapa tahu bisa dimuat,” begitu bunyi suratnya, seolah menyala di tanganku.
Dia masih duduk di kelas satu SMA Bagian Sastra. Itu pilihannya sendiri, tidak dipaksa siapa-siapa, padahal dia berasal dari SMP Bagian B dan nilai ujian akhirnya rata-rata delapan seperdelapan, tertinggi di kelas III B/1. Toh dia memaksa masuk SMA Jurusan sastra. Saat dia mendaftarkan diri, loket kosong, dan petugas yang menerimanya setelah memeriksa berkasnya mengatakan:
”Bukan di sini, Dik. Di situ SMA III. ”
”Saya memang melamar ke sini, Mas.”
”Tapi SMA Pasti di situ. Gedungnya memang satu kompleks di sini.”
***
Salju tiba-tiba turun, namun aku tak harus bergegas ke tempat kerja. Tempatku bekerja sekarang adalah ruang kecil yang jendelanya menghadap ke sebuah tanah lapang kecil yang ditumbuhi rerumputan. Dan kali ini rerumputan itu diselimuti salju seluruhnya. Salju yang jatuh ditiup angin, kembali melayang ke udara lalu seolah mencari-cari di sela-sela gedung, tempat untuk menjatuhkan diri ke tanah atau menubruk tembok bangunan di seberang.
Di jendela istriku meletakkan pot bunga dari plastik yang ditumbuhi bunga berwarna merah menyala, tentu kesukaan istriku. Kalau bunga itu sudah layu, maka pot itu harus dibuang dan istriku akan menggantinya dengan pot bunga berwarna kuning kesukaanku.
Musim dingin selalu membawa keindahannya tersendiri. Pertama aku merasakannya justru di negeri Cina, saat ketenteraman hati dan harapan ke masa depan gelap bagai malam-malam musim dingin itu. Aku menggigil sendirian. Teman-teman juga. Seperti diriku, mereka tidak pernah bepergian ke luar negeri, dan berita-berita di radio mewartakan harapan yang putus untuk kembali ke tanah air. Aku tahu bahwa musim dingin akan berganti dengan musim semi, musim harapan dengan bunga-bunga yang mulai kuncup. Hal itu mungkin terjadi di alam lain, tidak di negeri asing ini, negeri asing pertama yang aku injak, bersama-sama rekan wartawan yang semuanya harus menerima kemandegan perjalanan hidup masing-masing. Kapan kami bisa pulang, tak seorang pun yang tahu.
”Sebaiknya kita tidak pulang,” pemimpin rombongan memberi saran. Dia bukan menghibur kami, sebab dia juga tak mampu menghibur dirinya sendiri. Baginya urat nadi kehidupan juga sudah putus, seperti urat nadi kami. Kami benar-benar tak tahu apa yang harus diperbuat.
Kami harus tunduk kepada hukum lokal, dan sering mendapat caci-maki sebab sudah berbuat kesalahan. Tetapi, apakah itu memang salah kami? Kami tidak tahu apa-apa. Ketika kami berangkat, semua baik-baik saja Tidak ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Memang, beberapa bulan sebelumnya koran kami mendapat surat edaran, yang menyatakan bahwa kami harus berafiliasi dengan partai atau ormas tertentu. Menurut perasaanku, surat itu biasa saja. Sudah semestinya kami meletakkan diri di mana. Dan tanpa kecurigaan, Pemimpin Perusahaan kami mengirim keputusan rapat yang menyatakan bahwa kami berafiliasi dengan sebuah ormas tertentu. Itulah ujungnya.
***
Sudah lama berlalu. Dari satu negeri ke negeri lain, bertemu dengan teman-teman lain yang semuanya merindukan gudeg Yogya, atau rujak cingur, atau rendang, atau empek-empek Palembang, atau…..
Namun, tetap saja kami terlunta-lunta. Untung aku mendapat pekerjaan mengajar di universitas setelah berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain. Dan istri serta anakku menyusul, hampir sewindu kemudian. Aneh memang, dalam ketiadaan harapan, istriku bertahan hidup, dan justru menyusulku ke negeri orang, bukan memutuskan untuk menikah lagi dan melupakan masa lalu. Masa lalu adalah masa kami berdua, dan itulah kunci ketulusan hati istriku.
***
Kubuka bungkusan kertas hijau itu. Di dalamnya ada selembar kain batik. Kain batik sidomukti. Dan masih ada sebaris puisi:
Mukti di usia senja
Aku tiba-tiba teringat ibu. Ibu pernah bercerita, bahkan ketika aku dilahirkan, ibu meminta nenek membungkusku dalam kain batik sidomukti. Katanya, aku tidur dengan tenang setiap saat, hanya terbangun ketika minta minum serta kencing. Kata ibu:
Lahir mukti
Aku benar-benar dilahirkan mukti. Di Pare, Kediri, bapakku yang guru tak kekurangan apa. Gajinya uang gulden dan ibu pandai mengatur rumah tangga. Sampai Jepang datang ketika aku berusia sembilan tahun lebih dua bulan, hidup kami memang sejahtera. Lalu saudara tua mempropagandakan kemakmuran Asia Timur Raya dan kami mulai tergencet dalam keseharian antara makan dan tidak makan. Banyak yang jatuh sakit dan meninggal, banyak yang dikirim kerja paksa demi membela tanah air.
Ketika zaman susah aku menikah dengan Jeng Retnowulan, kami mengenakan kain batik sidomukti. Ibuku, juga ibu mertuaku mengatakan:
Hidup mukti.
Jangan sampai mengenakan kain batik dengan corak parang rusak, sebab segalanya akan hancur berantakan. Kado yang kami terima cuma gelas minum beberapa biji. Tidak ada kado kain sutera atau cangkir keramik yang bagus. Tapi mertuaku menghidangkan nasi rawon dengan daging pilihan pada resepsi pernikahan yang meriah.
Aku bekerja sebagai guru di sebuah SMA Swasta dan juga sebagai wartawan budaya di sebuah koran yang cukup besar untuk ukuran saat itu, sementara aku juga menulis cerita pendek yang diterbitklan di dalam majalah Sastra. Tapi kehidupan pengarang saat itu sangat memprihatinkan, sebab honor mengarang sangat kecil. Hanya satu koran Berita Minggu yang berani membayar mahal, sampai Rp 500,- satu cerita pendek, padahal gajiku sebagai wartawan tak sampai Rp 2000,-
Toh kami bertahan hidup. Orang lain makan bulgur, kami masih sanggup makan nasi bercampur ketela. Kami masih mampu memelihara kelinci dan istriku kadang memasak sate kelinci.
Hidup mukti.
Sampai berita gembira itu tiba. Aku dan beberapa orang teman wartawan dari seluruh Indonesia akan diberangkatkan ke luar negeri. Istriku mulai mencari hutangan buat membeli kain bahan jas yang akan kukenakan. Kain mohair warna coklat yang tak begitu bermutu, tapi aku harus punya sepasang jas untuk sebuah pertemuan internasional. Dan dengan menenteng kopor seng peninggalan ayahku, aku diantar ke stasiun kereta api menuju Jakarta. Dari Jakarta rombongan akan berangkat bersama.
”Mas, semoga selamat kembali ke rumah.”
”Doakan Jeng Retno.”
Dan itu hanyalah sepotong harapan dan sebisik doa. Kami harus berpisah sewindu lamanya.
***
Salju masih turun, namun musim dingin sebentar lagi berlalu. Tanganku sudah lama terasa ngilu bila musim dingin tiba. Bila musim berganti, bukan harapan baru yang muncul. Sebelas hari lagi anak-anak muda yang penuh rasa cinta merayakan Valentine Day, hari kasih sayang. Adakah kasih sayang ketika teman-temanku menghilang dari peredaran, sebagian konon sudah menjadi korban kemarahan rakyat? Dengan perih Eliot menyitir keyakinan orang Hindu:
”April is the cruellest month…”1
Dan kain sidomukti yang aku terima dititipkan Gede Budasi, anak dari bekas murid temanku yang datang ke negeri ini untuk mengkonsultasikan disertasinya tentang sistem kekerabatan bahasa Sumba, salah satu bagian dari bahasa besar bahasa Austronesia, bidang linguistik historis komparatif. Dosen pembimbingnya di UGM Dr Inyo Fernandes pernah dikirim ke Leiden. Profesor Northofer yang ahli bahasa-bahasa Austronesia itu memang mengajar di Universitas negeri ini.
Di usia baruku nanti, di kedatangan musim semi, apakah siklus sedih akan kumulai? Aku tidak tahu. Dan aku juga tak tahu makna kado istimewa untuk ulang tahunku yang ke tujuh puluh dua ini. Siapakah yang dapat meramalkan kehidupan seseorang? Siapakah yang dapat mengatakan padaku bahwa sudah hampir empat puluh tahun meninggalkan Kediri, meninggalkan tahu yang kurindukan, dan apa yang akan terjadi?
Aku teringat ibu, teringat mertuaku, dan teringat temanku:
Lahir mukti
Hidup mukti
Mati pun mukti.
Benarkah? Salju makin deras menerpa jendela, melayang seolah ingin menyapu dinding dengan kuas raksasanya. Salju telah turun, dan musim semi akan segera tiba. Musim yang paling kejam, yang justru tampak memunculkan bunga-bunga aneka warna, warna-warna semu dari sela-sela tanah yang sebelumnya diselimuti salju. Dan tanganku makin terasa ngilu.
Lahir mukti, hidup mukti, mati mukti
Shantih, shantih, shantih2
Tergetar giring-giring berdenting jauh ke dinding hati: shantih, shantih, shantih. Damai di dunia. Mukti saat mati.***
Singaraja, Dua minggu pertama September 2004
1 Larik pertama puisi panjang The WasteLand karangan TS Eliot
2 Shantih, shantih, shantih= larik terakhir sajak The Waste Land
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar