Kamis, 19 Agustus 2010

Jejak Nashar di Pulau Dewata

Rofiqi Hasan
http://majalah.tempointeraktif.com/

HAMSAD Rangkuti tertegun memandang sketsa lukisan pastel di hadapannya: sebuah kursi tua tampak teronggok bersebelahan dengan vas bunga. Penulis cerpen kawakan itu langsung mengingatnya sebagai kursi di Balai Budaya, tempat tidur guru dan sahabatnya, Nashar, pada 1970-an, saat sedang menjalani laku bohemian. Di kursi itu pula Nashar sering asyik menulis atau melukis.

Tetapi 15 tahun sudah Nashar meninggalkan Hamsad, teman-temannya yang lain, dan publik seni rupa. Malam itu, Senin pekan lalu, adalah awal sebuah peringatan untuk mengenang jejaknya. T-Art Space, satu galeri di Ubud, Bali, memamerkan sketsa-sketsa Nashar, khususnya saat pelukis kelahiran Pariaman, Sumatera Barat, 3 Oktober 1928 itu tinggal di Bali pada akhir 1950-an.

Selama ini sketsa itu-sekitar 40 lembar-disimpan oleh Anwar, anak Nashar yang mengikuti jejak sang ayah menjadi perupa dan tinggal di Ubud. Bertajuk Nashar in Bali, penggagas pameran yang berlangsung 13-30 April itu memilih sketsa karena Nashar termasuk yang tegas menyatakan coretan-coretannya setara dengan lukisan. “Jadi, bukan sekadar satu langkah sebelum menghasilkan karya,” kata Made Astika, pemilik galeri.

Di Bali, Nashar berusaha menangkap obyek umum: pemandangan alam, aneka upacara, serta suasana di kampung-kampung. Tapi, menurut Arif B. Prasetyo, kurator pameran, babi yang banyak dipelihara warga Pulau Dewata di tempat-tempat kotor dan berlumpur justru memiliki tempat khusus dalam pikiran Nashar. Berkali-kali dia mencoba mengangkat binatang itu dalam berbagai gaya, dari close-up hingga yang seutuhnya.

Menulis dalam Nashar oleh Nashar (2002), Nashar menyebut keunikan babi adalah pada bentuknya yang tak seimbang. Empat kaki kecil menopang badan gemuk, besar, dan berat, menurut dia, merupakan bukti keseimbangan alam di luar konsep harmoni dalam pikiran. “Penemuan itu kujadikan patokan selama melukis di Bali,” tulis Nashar.

Saat itu Nashar belum mendeklarasikan kredo “Tiga Non” yang terkenal itu. Tapi benih-benihnya mulai tersemaikan. Baru pada 1975 ia merumuskan dan menyatakan secara terbuka prinsip “Nonkonsep, Nonestetik, dan Nonteknik”. Menurut dia, intuisi dan gairah jauh lebih penting untuk mewujudkan diri. Coretan sketsa atau lukisan di atas kanvas selayaknya dinikmati dengan rasa belaka.

Apa yang didapat Nashar dari pengembaraan di Bali, menurut dramawan Putu Wijaya, bukanlah obyek fisik. Sementara perupa lainnya, terutama seniman Barat seperti Walter Spies, Arie Smith, Antonio Blanco, terpesona pada keindahan alam, pura, tarian, dan sejenisnya, Nashar justru menemukan cara orang Bali menghayati kehidupan-cara yang digerakkan oleh rasa dan bukan oleh aturan-aturan seperti tecermin dalam ungkapan “Desa Kala Patra” (setiap tempat punya aturan rasanya sendiri). Hal ini nyaris bertolak belakang dengan latar belakang budaya Pariaman, yang penuh aturan seperti terlihat dalam pantun dan petatah-petitih.

Penemuan itu dimungkinkan oleh pergaulannya selama di Bali. Di Ubud, awalnya dia mengontrak rumah bekas kediaman Walter Spies. Ketika kesulitan keuangan mendera dan bahkan sampai membuatnya tak bisa makan, Nashar diterima oleh satu keluarga di Panestanan, Ubud. Di situ ia menjadi warga banjar dan terlibat dalam banyak kegiatan tradisional. Ia pun terpesona dengan berbagai acara yang sepertinya tanpa tujuan dan pengorganisasian namun menimbulkan kesan yang harmonis.

Putu, yang hadir pada malam pembukaan pameran bersama penyair W.S. Rendra dan sejumlah sahabat Nashar lainnya, merasakan sikap itulah yang memudahkan dirinya menjalani pergaulan kreatif dengan Nashar. Ceritanya, sepulang dari Amerika pada 1975, Putu kesulitan menghidupkan kelompok teaternya. Setiap kali latihan, yang dilakukan di Bali Budaya, hanya beberapa orang yang hadir, dan selalu berganti-ganti. Padahal, untuk mementaskan suatu naskah, mereka membutuhkan aktor serta alur cerita yang sudah ditentukan.

Jengkel oleh keadaan itu, Putu mengambil langkah drastis: memindahkan latihan ke lapangan, dengan penerangan lampu skuter miliknya. Latihan berjalan tanpa naskah, kerangka cerita, dan pembagian peran. Mereka dibebaskan untuk bergerak dan membuat interpretasi sendiri atas suatu keadaan. Sering satu gerakan menghasilkan respons yang tak terduga dari pemain yang lain.

Setelah sebulan berjalan barulah Putu menyadari kehadiran seseorang yang terus mengamati mereka. Ia adalah Nashar. “Sekalian saja saya ajak untuk bermain dan memberikan masukan,” kata Putu. Atas usul Nashar, akhirnya Putu berani merancang pementasan yang awalnya diberi tema “Lo”. Ini merupakan kata untuk menandai keheranan setiap pemain terhadap gerakan lawan mainnya. Sukses besar. Aksi teater itu pun berlanjut dengan pementasan Entah dan Nol.

Bagi Nashar, kejadian itu memberikan kesan mendalam. Kebingungan akan ritme atau irama dalam lukisan terjawab oleh penemuannya atas ritme dalam proses teater. Dia juga merasa fokus bukan lagi hal penting karena harmonisasi memiliki “irama dalam”-nya sendiri. “Itu diakuinya sebagai penyebab peralihan dari gaya figuratif ke nonfiguratif,” ujar Putu. Bentuk-bentuk tak lagi dilihat dari perwujudan yang kasatmata, tapi dari energi dan jiwa yang kemudian disimbolkan dalam garis, sapuan, dan warna.

Temuan itu bahkan mengilhami caranya mengajar di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). Dia menerapkan sistem sanggar, menolak adanya sekat antara dosen dan mahasiswa hanya karena birokrasi akademis. “Yang terpenting adalah proses menjadi seniman sejati,” kata pelukis Syahnagra Ismail, yang sempat mencicipi metode itu. Belakangan LPKJ melarang cara itu dan Nashar mengundurkan diri dari posisinya.

Sedemikian dahsyatkah Bali bagi Nashar? Perupa Sri Warso Wahono meragukannya. Menurut dia, sketsa dan lukisan Nashar sangatlah konseptual dan secara akademis selalu mempertimbangkan harmonisasi karakter, garis, bidang, dan warna. Pengungkapan “Tiga Non”, menurut Sri yang menemani Nashar hingga di akhir hayatnya, hanyalah strategi perlawanan atas hegemoni di dunia seni rupa, situasi yang sempat menjadikan Nashar sebagai korban pada awal kariernya. Ketika itu pelukis senior Sudjojono, yang menjadi barometer seni rupa pada 1950-an, menolak keinginannya untuk menjadi murid.

Dalam percakapan pribadi, Nashar selalu enggan mengungkapkan maksud kredonya itu. Suatu kali Hamsad pernah menanyakannya, tapi Nashar mengelak. “Lebih baik kau belajar tenaga dalam supaya bisa terbang saat Balai Budaya kebanjiran,” Hamsad menirukan kata-kata Nashar.

Nashar memang pribadi yang selalu gelisah. Rendra mengenangnya dengan larik-larik ini dalam sebuah puisi: Inilah Saatnya/Melepas sepatu yang penuh kisah/Meletakkan ransel yang penuh masalah/Dan mandi mengusir rasa gerah/Menenangkan jiwa yang gelisah.

Rofiqi Hasan (Ubud)

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae