Kamis, 08 Juli 2010

“Elang”: Potret Buram Indonesia Timur

Handoko F. Zainsam
http://oase.kompas.com/

Tak banyak mengalami kesusahan. Itulah yang pertama kali terbersit dalam pikiran saya saat membaca Novel “Elang” karya Kirana-Kejora. Begitu mengalir, lancar, dan tak tersendat kisahnya. Sepertinya saya dihadapkan kepada seorang penulis sangat piawai dalam merangkai kisah, memainkan alur, dan menyodorkan “robekan” nilai-nilai kemanusiaan.

Saya jadi teringat almarhum begawan penulisan secara populer, Ismail Marahimin. Dalam pengajarannya, ia selalu bilang, “Menulis itu mudah dan menulis itu indah”. Dalam Novel “Elang” ini, nampak sosok Kirana Kejora begitu mudah menyampikan kisah. Ia menampilkan eksistensi dirinya sebagai sosok penutur yang manis dan pencerita yang kuat.

Saat ia memulai kisah dengan perburuan Elang Timur di Hutan Timika, Papua, saya merasa diajak melihat sebuah film petualangan yang cukup seru. Kalimat-kalimatnya begitu tangkas. Sepertinya tak ada permasalahan yang serius bagi penulis untuk merangkai kisah hinga pada tahap akhir ketika Elang Laut melihat dari kejauhan keluarga bahagia dari saudara kembarnya, Elang Timur, Kejora, dan anak biologisnya, Kemilau Rinjani.

Membaca “Elang” di Ranah Pembangunan Kisah
Dalam membangun sebuah cerita ada beberapa unsur yang harus dipahami secara cermat. Unsur-unsur tersebut yakni tokoh dan penokohan, cerita dan plot (alur cerita), setting (latar cerita), sudut pandang (point of view), bahasa, dan tema (makna cerita/pesan cerita). Unsur-unsur tersebut merupakan satu-kesatuan yang saling mengikat diri dan sinergi. Antar unsur satu dengan unsur lain saling terlibat pada hubungan sabab akibat.

Dalam menentukan tokoh dan penokohan banyak cara yang bisa ditempuh, salah satu diantaranya dengan mendiskripsikan, menggambarkan, dan menjelaskan tokoh secara gamblang (internal). Di sisi lain, pola pembangunan tokoh dan penokohan bisa dibangun melalui dialog tokoh, perenungan tokoh, dramatik, dan lain sebagainya. Yang istilah saya, pembangunan secara (eksternal).
Dalam novel “Elang”, ada beberapa tokoh yang disampaikan secara jelas dan deskripstif. Tengok bagaian sub judul “Pertarungan Dimulai”, pada halaman 16.

“Meski prestisius jabatan telah dia dapat sebagai satu-satunya ilmuwan dari Indonesia yang bisa menjabat sebagai Executive Enginering, jabatan mewah yang selama ini diincar para ilmuwan bule di perusahaan megah itu.”

Lihat juga pada kalimat selanjutnya,
“Kali ini aku harus menang. Heh, kamu hanya seniman. Penyair idealis yang tak punya apa-apa kecuali mimpi dan kata. ”

Karakter koloh Elang Timur yang cerdas, jabatan tinggi, keras, tak mudah menyerah dan terkesan bisa menempuh berbagai cara terlihat dari kalimat tersebut. Di sinilah, penulis memiliki kemampuan yang baik dalam membangun tokoh dan penokohannya. Hal ini muncul di berbagai peristiwa yang akhirnya mampu memberikan gambaran perwatakan tokoh secara utuh.

Dalam pembentukan setting atau latarnya, selain latar deskriptif, banyak pula latar-latar spiritual yang disampaikan dalam novel ini. Penulis sepertinya lebih nyaman bermain-main dalam latar spiritual. Penulis tidak menjelaskan secara gamblang tentang suatu lokasi atau latar dari cerita. Penulis cenderung banyak bermain-main di ranah imaji. Keunggulan dalam pola ini yakni pada kemampuan daya imajinasi serta pengetahuan pembaca. Di sini pembaca diberikan keleluasaan penuh untuk melengkapi gambaran-gambaran lokasi dari latar cerita. Pun termasuk latar sosio kulturalnya. Meskipun banyak permasalahan dalam metode ini lantaran daya pengetahuan pembaca yang akan membedakan hasil pembangunan latarnya. Namun, Kirana mampu memberikan sisi lain yang tak kalah menariknya.

Penceritaan yang mapan menjadikan karya ini mengalir. Peristiwa, konflik, klimat disampaikan secara manis. Pun kaidah pemplotan seperti plausibilitas (logika cerita), suspense, surprise, dan kesatupaduannya.

Sudutpandang (point of view) orang ketiga (Dia-an) menjadi pilihan penulis dalam memandang dan mendeskripsikan peristiwa antara tiap persona, yang akhirnya melahirkan seorang yang berada di luar cerita untuk menampilkan tokoh-tokoh cerita, yakni narator. Sudut pandang bahasa dalam karya ini saat perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Pasalnya, penulis memasukkan berbagai unsur-unsur estetika puitika dalam beberapa peristiwa. Hal ini yang menyebabkan pembaca tidak bisa menangkap secara mudah maksud ceritanya. Perlu ada kesepakatan terhadap simbol-simbol tertentu dan pengetahuan lain.

“Lupakan aku dan kupu-kupu saljuku! Karena aku hanya setetes embun di lelah persinggahan hausmu sesaat!”

Ada pula pada bagian ini:
“Apa artinya, Dad?”
“I’m immature.”
“Mean?”
“Infertile!”

Dalam tulisan tersebut pembaca harus menguraikan simbol-simbol yang ada dalam kalimat-kalimat tersebut untuk memberikan makna tertentu pada kisah yang sedang diuraikan. Hal ini yang menyebabkan banyak penafsiran yang berbeda-beda yang mengakibatkan pembentukan karakter yang berbeda pula. Pun pada nulikan selanjutnya tentang istilah-istilah (penting) klinis tersebut.
Banyak lagi istilah-istilah yang harus dipahami oleh pembaca untuk mengungkap maksud yang sebenarnya dalam memberikan penjabaran tentang jalannya kisah.

Logika Versus Rasa (Membongkar Sisi-Sisi Keburaman).
Mungkin inilah kekuatan dari Novel “Elang” karya Kirana Kejora. Pembaca seakan dihadapkan pada sebuah pilihan yang sangat menguras pikiran dengan alasan-alasannya. Sosok Elang Timur yang digambarkan sebagai sosok “idola” kaum perempuan yang cukup memikat dengan materi, kedudukan, dan segala macam kebutuhan hidup yang mewah. Namun, kemunculan karakter tokoh tersebut tidak langsung bisa dijatuhkan pada sebuah pilihan. Hal ini lantaran tokoh “Elang Timur” harus membayar mahal dengan waktu yang hilang dan berbagai masalah biologis lainnya (cacat fisik, tidak mungkin memiliki keturunan, dll). Sementara, tokoh Elang Laut yang digambarkan sangat romatis, penuh “kata indah” yang menghayutkan, dan segala macam toleransi rasa cukup menggoda dan penuh kejutan.

Di sinilah penulis diuji. Namun, dengan piawai penulis memberikan penawaran dengan menggiring pada satu pilihan untuk menikah dengan Elang Timur dan memiliki benih keturunan dari Elang Laut. Hal ini cukup mengejutkan. Di sini diperlukan satu rentetan peristiwa logis yang rapih, lantaran konflik ini akan bisa menghasilkan permasalahan yang cukup berlarut-larut. Kejelian penulis terhadap masalah terbukti cukup menawan dengan menghindarkan diri dari keterjebakkan “larutnya” atau “konflik” dari masalah ini. Penulis menawarkan hubungan persaudaraan (Elang Timur dan Elang Laut yang ternyata Kembar patrenal) sebagai solusi logis penyelesaiannya.

Nilai-nilai humanis juga banyak muncul dari tokoh Elang Timur. Sosok ilmuwan ini memiliki kepekaan terhadap permasalahan sosial di tempat ia berada. Ini sebuah tawaran yang cukup memikat. Tokoh (manusia) yang diperlakukan secara manusiawi—bukan sebuah robot bernyawa. Seperti halnya pekerjaan atau profesi yang digeluti. Satu diantaranya, ia menjadi bapak asuh dari anak-anak papua yang sangat merindukan asuhannya.

Peristiwa-peristiwa lain yang memiliki fokus yang serupa dapat di simak dalam sub judul “Gelisah Ke Kota Agats.” (tentang Papua) dan “Pertarungan Sejati” (tentang daratan Lombok).

Dalam peristiwa “Gelisah Ke Kota Agats”, muncul kalimat yang di sampaikan oleh pejuang Papua, almarhum John S. Mambo. “Banggalah kalian sebagai orang Papua yang tidaka pernah mengemis di atas tanah yang kaya-raya”. Hal ini cukup “menggelitik”.

Benturan-benturan nilai kemanusiaan ini dikemas dengan berbagai konflik negeri ini dengan munculnya ‘simbol’ pertanyaan seorang anak bernama Simon pada Elang Timur. “Daddy sudah bilang ke bapak Presiden, tentang keinginan Simon, andai Dufan bisa pindah ke sini.”

Dalam pembangunan kisah ini, penulis haruslah peka dan membutuhkan data yang sangat kuat dan akurat terhadap apa yang dikemukakan dalam peristiwanya. Terlebih pada sub judul “Gelisah Ke Kota Agats” dan “Pertarungan Sejati”. Dalam “Pertarungan Sejati” kenyataan sosial tentang kaum miskin yang “dipertahankan” menjadi obyek pariwisata harus ditunjang dengan data-data yang kuat. Apakah benar seperti itu? Memang, hal ini akan melahirkan kontroversi yang tak berkesudahan. Antara pemertahanan budaya dan kepentingan kapitalis. Belum lagi keterjebakannya pada ranah politik dan hegemoni kekuasaan.

Harus diakui, di sini Kirana Kejora tidak mau terjebak pada perdebatan yang tak berkesudahan itu. Bahkan, ia tidak memberikan sebuah solusi terhadap permasalahan ini. Ia hanya menyajikan sebuah potret sosial di suatu tempat yang cukup membuat kita menganga. Hal ini cukup memberikan masukan bagi pembaca untuk menengok dan menyimak realita yang ada.

Nilai-nilai romatis juga menjadi hiasan yang cukup menarik dalam novel ini. Pertarungan dua saudara kembar patrenal untuk mendapatkan hati Kejora cukup mampu menyihir dan menghiasi perjalanan kisahnya hingga jatuhnya sebuah pilihan. Masih banyak lagi permasalah-permasalahan kecil yang cukup menggugah rasa, seperti wacana poligami yang akhirnya tak terlaksana lantaran tokoh Kejora memilih bercerai, ekplorasi dan eksploitasi nusa Papua yang cukup menyedihkan, hilangnya hak-hak seseorang lantaran suatu kepentingan tertentu, dan lain sebagainya.

Membaca “Elang” adalah membaca sudut kecil peta Indonesia yang penuh tanda dan warna. Pola fikir yang berubah menjadi lakuan, menciptakan kebiasaan, dan berkembang menjadi adat ketika terasuki sebuah nilai dan pranata cukup menggoda. Apa yang mau kita berikan tergantung pada apa isi kepala kita. Semoga, Novel “Elang” karya Kirana Kejora ini mampu memberikan keragaman khasasanah Sastra Indonesia. Sukses buat Kirana Kejora! Semoga kau tetap “Kejora”.

Salam
Ciputat, 27 Juli 2009

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae