Handoko F. Zainsam
http://oase.kompas.com/
Tak banyak mengalami kesusahan. Itulah yang pertama kali terbersit dalam pikiran saya saat membaca Novel “Elang” karya Kirana-Kejora. Begitu mengalir, lancar, dan tak tersendat kisahnya. Sepertinya saya dihadapkan kepada seorang penulis sangat piawai dalam merangkai kisah, memainkan alur, dan menyodorkan “robekan” nilai-nilai kemanusiaan.
Saya jadi teringat almarhum begawan penulisan secara populer, Ismail Marahimin. Dalam pengajarannya, ia selalu bilang, “Menulis itu mudah dan menulis itu indah”. Dalam Novel “Elang” ini, nampak sosok Kirana Kejora begitu mudah menyampikan kisah. Ia menampilkan eksistensi dirinya sebagai sosok penutur yang manis dan pencerita yang kuat.
Saat ia memulai kisah dengan perburuan Elang Timur di Hutan Timika, Papua, saya merasa diajak melihat sebuah film petualangan yang cukup seru. Kalimat-kalimatnya begitu tangkas. Sepertinya tak ada permasalahan yang serius bagi penulis untuk merangkai kisah hinga pada tahap akhir ketika Elang Laut melihat dari kejauhan keluarga bahagia dari saudara kembarnya, Elang Timur, Kejora, dan anak biologisnya, Kemilau Rinjani.
Membaca “Elang” di Ranah Pembangunan Kisah
Dalam membangun sebuah cerita ada beberapa unsur yang harus dipahami secara cermat. Unsur-unsur tersebut yakni tokoh dan penokohan, cerita dan plot (alur cerita), setting (latar cerita), sudut pandang (point of view), bahasa, dan tema (makna cerita/pesan cerita). Unsur-unsur tersebut merupakan satu-kesatuan yang saling mengikat diri dan sinergi. Antar unsur satu dengan unsur lain saling terlibat pada hubungan sabab akibat.
Dalam menentukan tokoh dan penokohan banyak cara yang bisa ditempuh, salah satu diantaranya dengan mendiskripsikan, menggambarkan, dan menjelaskan tokoh secara gamblang (internal). Di sisi lain, pola pembangunan tokoh dan penokohan bisa dibangun melalui dialog tokoh, perenungan tokoh, dramatik, dan lain sebagainya. Yang istilah saya, pembangunan secara (eksternal).
Dalam novel “Elang”, ada beberapa tokoh yang disampaikan secara jelas dan deskripstif. Tengok bagaian sub judul “Pertarungan Dimulai”, pada halaman 16.
“Meski prestisius jabatan telah dia dapat sebagai satu-satunya ilmuwan dari Indonesia yang bisa menjabat sebagai Executive Enginering, jabatan mewah yang selama ini diincar para ilmuwan bule di perusahaan megah itu.”
Lihat juga pada kalimat selanjutnya,
“Kali ini aku harus menang. Heh, kamu hanya seniman. Penyair idealis yang tak punya apa-apa kecuali mimpi dan kata. ”
Karakter koloh Elang Timur yang cerdas, jabatan tinggi, keras, tak mudah menyerah dan terkesan bisa menempuh berbagai cara terlihat dari kalimat tersebut. Di sinilah, penulis memiliki kemampuan yang baik dalam membangun tokoh dan penokohannya. Hal ini muncul di berbagai peristiwa yang akhirnya mampu memberikan gambaran perwatakan tokoh secara utuh.
Dalam pembentukan setting atau latarnya, selain latar deskriptif, banyak pula latar-latar spiritual yang disampaikan dalam novel ini. Penulis sepertinya lebih nyaman bermain-main dalam latar spiritual. Penulis tidak menjelaskan secara gamblang tentang suatu lokasi atau latar dari cerita. Penulis cenderung banyak bermain-main di ranah imaji. Keunggulan dalam pola ini yakni pada kemampuan daya imajinasi serta pengetahuan pembaca. Di sini pembaca diberikan keleluasaan penuh untuk melengkapi gambaran-gambaran lokasi dari latar cerita. Pun termasuk latar sosio kulturalnya. Meskipun banyak permasalahan dalam metode ini lantaran daya pengetahuan pembaca yang akan membedakan hasil pembangunan latarnya. Namun, Kirana mampu memberikan sisi lain yang tak kalah menariknya.
Penceritaan yang mapan menjadikan karya ini mengalir. Peristiwa, konflik, klimat disampaikan secara manis. Pun kaidah pemplotan seperti plausibilitas (logika cerita), suspense, surprise, dan kesatupaduannya.
Sudutpandang (point of view) orang ketiga (Dia-an) menjadi pilihan penulis dalam memandang dan mendeskripsikan peristiwa antara tiap persona, yang akhirnya melahirkan seorang yang berada di luar cerita untuk menampilkan tokoh-tokoh cerita, yakni narator. Sudut pandang bahasa dalam karya ini saat perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Pasalnya, penulis memasukkan berbagai unsur-unsur estetika puitika dalam beberapa peristiwa. Hal ini yang menyebabkan pembaca tidak bisa menangkap secara mudah maksud ceritanya. Perlu ada kesepakatan terhadap simbol-simbol tertentu dan pengetahuan lain.
“Lupakan aku dan kupu-kupu saljuku! Karena aku hanya setetes embun di lelah persinggahan hausmu sesaat!”
Ada pula pada bagian ini:
“Apa artinya, Dad?”
“I’m immature.”
“Mean?”
“Infertile!”
Dalam tulisan tersebut pembaca harus menguraikan simbol-simbol yang ada dalam kalimat-kalimat tersebut untuk memberikan makna tertentu pada kisah yang sedang diuraikan. Hal ini yang menyebabkan banyak penafsiran yang berbeda-beda yang mengakibatkan pembentukan karakter yang berbeda pula. Pun pada nulikan selanjutnya tentang istilah-istilah (penting) klinis tersebut.
Banyak lagi istilah-istilah yang harus dipahami oleh pembaca untuk mengungkap maksud yang sebenarnya dalam memberikan penjabaran tentang jalannya kisah.
Logika Versus Rasa (Membongkar Sisi-Sisi Keburaman).
Mungkin inilah kekuatan dari Novel “Elang” karya Kirana Kejora. Pembaca seakan dihadapkan pada sebuah pilihan yang sangat menguras pikiran dengan alasan-alasannya. Sosok Elang Timur yang digambarkan sebagai sosok “idola” kaum perempuan yang cukup memikat dengan materi, kedudukan, dan segala macam kebutuhan hidup yang mewah. Namun, kemunculan karakter tokoh tersebut tidak langsung bisa dijatuhkan pada sebuah pilihan. Hal ini lantaran tokoh “Elang Timur” harus membayar mahal dengan waktu yang hilang dan berbagai masalah biologis lainnya (cacat fisik, tidak mungkin memiliki keturunan, dll). Sementara, tokoh Elang Laut yang digambarkan sangat romatis, penuh “kata indah” yang menghayutkan, dan segala macam toleransi rasa cukup menggoda dan penuh kejutan.
Di sinilah penulis diuji. Namun, dengan piawai penulis memberikan penawaran dengan menggiring pada satu pilihan untuk menikah dengan Elang Timur dan memiliki benih keturunan dari Elang Laut. Hal ini cukup mengejutkan. Di sini diperlukan satu rentetan peristiwa logis yang rapih, lantaran konflik ini akan bisa menghasilkan permasalahan yang cukup berlarut-larut. Kejelian penulis terhadap masalah terbukti cukup menawan dengan menghindarkan diri dari keterjebakkan “larutnya” atau “konflik” dari masalah ini. Penulis menawarkan hubungan persaudaraan (Elang Timur dan Elang Laut yang ternyata Kembar patrenal) sebagai solusi logis penyelesaiannya.
Nilai-nilai humanis juga banyak muncul dari tokoh Elang Timur. Sosok ilmuwan ini memiliki kepekaan terhadap permasalahan sosial di tempat ia berada. Ini sebuah tawaran yang cukup memikat. Tokoh (manusia) yang diperlakukan secara manusiawi—bukan sebuah robot bernyawa. Seperti halnya pekerjaan atau profesi yang digeluti. Satu diantaranya, ia menjadi bapak asuh dari anak-anak papua yang sangat merindukan asuhannya.
Peristiwa-peristiwa lain yang memiliki fokus yang serupa dapat di simak dalam sub judul “Gelisah Ke Kota Agats.” (tentang Papua) dan “Pertarungan Sejati” (tentang daratan Lombok).
Dalam peristiwa “Gelisah Ke Kota Agats”, muncul kalimat yang di sampaikan oleh pejuang Papua, almarhum John S. Mambo. “Banggalah kalian sebagai orang Papua yang tidaka pernah mengemis di atas tanah yang kaya-raya”. Hal ini cukup “menggelitik”.
Benturan-benturan nilai kemanusiaan ini dikemas dengan berbagai konflik negeri ini dengan munculnya ‘simbol’ pertanyaan seorang anak bernama Simon pada Elang Timur. “Daddy sudah bilang ke bapak Presiden, tentang keinginan Simon, andai Dufan bisa pindah ke sini.”
Dalam pembangunan kisah ini, penulis haruslah peka dan membutuhkan data yang sangat kuat dan akurat terhadap apa yang dikemukakan dalam peristiwanya. Terlebih pada sub judul “Gelisah Ke Kota Agats” dan “Pertarungan Sejati”. Dalam “Pertarungan Sejati” kenyataan sosial tentang kaum miskin yang “dipertahankan” menjadi obyek pariwisata harus ditunjang dengan data-data yang kuat. Apakah benar seperti itu? Memang, hal ini akan melahirkan kontroversi yang tak berkesudahan. Antara pemertahanan budaya dan kepentingan kapitalis. Belum lagi keterjebakannya pada ranah politik dan hegemoni kekuasaan.
Harus diakui, di sini Kirana Kejora tidak mau terjebak pada perdebatan yang tak berkesudahan itu. Bahkan, ia tidak memberikan sebuah solusi terhadap permasalahan ini. Ia hanya menyajikan sebuah potret sosial di suatu tempat yang cukup membuat kita menganga. Hal ini cukup memberikan masukan bagi pembaca untuk menengok dan menyimak realita yang ada.
Nilai-nilai romatis juga menjadi hiasan yang cukup menarik dalam novel ini. Pertarungan dua saudara kembar patrenal untuk mendapatkan hati Kejora cukup mampu menyihir dan menghiasi perjalanan kisahnya hingga jatuhnya sebuah pilihan. Masih banyak lagi permasalah-permasalahan kecil yang cukup menggugah rasa, seperti wacana poligami yang akhirnya tak terlaksana lantaran tokoh Kejora memilih bercerai, ekplorasi dan eksploitasi nusa Papua yang cukup menyedihkan, hilangnya hak-hak seseorang lantaran suatu kepentingan tertentu, dan lain sebagainya.
Membaca “Elang” adalah membaca sudut kecil peta Indonesia yang penuh tanda dan warna. Pola fikir yang berubah menjadi lakuan, menciptakan kebiasaan, dan berkembang menjadi adat ketika terasuki sebuah nilai dan pranata cukup menggoda. Apa yang mau kita berikan tergantung pada apa isi kepala kita. Semoga, Novel “Elang” karya Kirana Kejora ini mampu memberikan keragaman khasasanah Sastra Indonesia. Sukses buat Kirana Kejora! Semoga kau tetap “Kejora”.
Salam
Ciputat, 27 Juli 2009
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar