Kamis, 08 Juli 2010

BAHASA KAUSALITAS YANG RAHMATAN LIL ALAMIN

Nurel Javissyarqi*
http://sastrarevolusioner.blogspot.com/


Prolog:
Sebelum membahas pokok persoalan, marilah berserah kepada Sang Penyebab segala sebab. Bagaimana dikatakan kegentingan karena seringkali mengartikan akibat sebagai sebab atau sebaliknya mengerti sebab padahal itu akibat. Tentu itu menghawatirkan kesehatan iman di alam fikiran. Jika yang terpaparkan ini tidak bertepatan dengan ketentuan ayat-ayat-Nya, tinggalkanlah. Andai ada senyawa tiupan ayat-ayat-Nya yang tersirat pun tersurat, bukan dari penulis semata.

Saya harap saudara memiliki jarak pengamanan agar yang tersampaikan bukan belenggu. Telah banyak para tokoh mengupas kausalitas, tetapi perlu menilik ulang untuk mendapati pencarian itu bersesuai dengan pribadi. Tidakkah yang baru berangkat biasanya menemukan keganjilan. Harapan saya ini sanggup memberikan kesan terdalam, menempati kedudukannya sebab-akibat, atas kesamaan irama tarian Ilahiyah, amin.

Kegagalan teori Darwin terdapat pada pemilihan contoh, yang mana proses perjalanan idenya ditimpakan pada sosok makhluk hidup. Jika evolusinya memaknai kehadiran insan, mungkin hasilnya seperti ini nanti. Secara ringkas, saya menggunakan teori evolusi saat menetapkan pijakan. Bahwa proses perubahan hidup manusia, pengalaman naik-turunnya hayati, sebagai penciptaan sebab dari kehendak Sang Penyebab. Lalu saya benturkan pandangan Nietzsche, yang menghilangkan tanggung jawab, karena meninggikan subyektivitas lewat melenyapkan fungsi ketuhanan.

Sebelum jauh, saya kemukakan keterangan apa itu: Sang Penyebab segala sebab (1), penyebab yang menyebabkan (2), penyebab mendekati pengakibatan (3), dan pengakibatan menuju pengakibatan akibat akhir atau akibat (4). Dari sini jelas, antara saya dan pandangan umum, maupun penggagas Nietzsche. Bedaannya, saya menawarkan empat poin, sedangkan pandangan umum memiliki dua pon, sebab-akibat. Sebenarnya saya menggunakan karakter tersebut, namun akan mencolok berbeda saat terbeberkan sebagaimana di bawah ini.

(1) Sang Penyebab segala sebab
Kita tidak memungkiri alam semesta yang tersaksikan, diciptakan oleh Penyebab segala sebab. Ketinggian drajad pencipta-Nya dalam keseluruhan permasalahan. Dzat-Nya bukan berasal penciptaan mistis, apalagi abiogenesis. Dia bukan berasal dari ketinggian uap yang naik-turun dan menjelma bintik makluk hidup, lantas membesar dan biak, tidak.

Tidak pula dari unsur-unsur bumi, Dia menciptakan bumi dan mengambil unsur-unsurnya untuk kehidupan insan bagi penghuni dunia. Dia bukan beranak dan tidak diperanakkan, apakah hasil buaian makluk hidup atau batu, tidak. Dia menggerakkan setiap kesadaran dan kelalaian manusia, lena atas hamparan fatamurgana ujian-Nya. Dia penyebab segala kebaikan, pencipta percoban bagi makluknya dalam keseimbangan karya.

Dia penyeimbang yang bukan dari keadaan diciptakan-Nya, atau Dia bukan penyelesai atas masalah dari kasus-kasus yang diciptakan-Nya. Dia Maha Mengetahui atas apa yang sedang dilakukan setiap makluknya, sebagai Penguasa sebelum dan sesudahnya kehidupan.

Dia bukan matahari yang menyinari kehidupan, bukan rembulan yang meneduhkan malam. Dia pencipta planet-planet juga gemintang, menguasai seluruh galaksi yang kita ketahui pun yang tidak tampak. Dia maha berkehendak mempercayakan wakil-wakil-Nya sebagai pengatur kehidupan di muka bumi, dalam kuasa gravitasi dan di luarnya.

Dia penggagas yang tidak siapa pun membandingi kebijakan-Nya yang melampaui material dan bathiniah. Penguasa mikro kosmos dan makro kosmos, serta di luar batasan-batasannya. Dia ketinggian hukum di atas hukum kesementaraan manusia, semua hukum yang diciptakan makhluknya, tunduk atas hukum-Nya.

Dia penguasa absolut sekaligus sulit dijangkau, selain kalbu keimanan:
Sesungguhnya langit-langit dan bumi tidak berdaya menjangkau-Ku, namun Aku telah di jangkau oleh kalbu seorang mu’min. (Hadits Qudsi, Riwayat Ahmad dari Wahab bin Munabbih).

Sebab dengan kesegaran akal, pun manusia terbentur ozon kesuntukan. Tapi siapa yang hatinya tertancap cinta terdalam, maka segala kelupaan menemui penggantinya lebih dari kebugaran ingatan, atas penumpukan memori kalbu, yang penambahannya lewat rindu dan rindu.

(2) penyebab yang menyebabkan
Jika mengambil bagian pertama, Sang Penyebab segala sebab, Tuhan Allah yang menciptakan sebab. Dan seluruh ciptaan-Nya bermakna sebab. Karenanya, kelahiran makhluk kemunculan tanaman, harumnya bunga-bunga, wujud bebuahan, berputarnya bumi mengelilingi surya, di samping memusar di porosnya. Adalah kejadian sebab, dan bukan otomatis bermakna akibat dari Pencipta Awal.

Selintas paparan di atas tampak kabur, namun di sinilah makna Rahmatan lil alamin. Insan memiliki wewenang di muka bumi atas izin-Nya. Manusia berdaya kemampuan merenungkan kejadian sebagai pengalaman, menghadirkan hikmah-hikmah penelitiannya atas rahmat-Nya.

Setiap manusia beriman ialah pemimpin. Ini kajian ayat-ayat Tuhan yang tersirat di alam jagad raya menuju yang tersurat, meski kemampuannya dibatasi kasih sayang-Nya. Lewat keseimbangan psikologi, demi menggapai keilmuan tinggi, hasilnya tidak akan memuaskan, kalau bukan atas ridho-Nya.

Kenapa saya mengatakan insan itu “penyebab yang menyebabkan,” sebab yang membuat penyebab. Hal itu bukan menyamakan sifat insan kepada sifat ketuhanan. Namun kembali pada persolaan awal, pemberian wewenang menjaga kelangsungan hayati, agar selaras serasi timbangan-Nya, yang sudah disampikan berupa ayat-ayat tersurat pun yang tersirat.

Kenapa proses itu penciptaan sebab, karena keberlangsungan kehidupan ini bersinambung. Memaknai sejarah menarik kesimpulan tanda, bukan pembentukan identifikasi akibat, tetapi pengalaman hidup demi lebih baik. Jadi, pandangan umum berkata akibat, saya hanya namai akibat sementara, atau studi kasus belum mapan.

Terbukti hukum ciptaan manusia seringkali tidak terpakai pada jaman di depannya. Itu terjadi karena aturan dibuatnya sejenis jaminan kasus yang disetujui sebagai pijakan demi penelitian. Ini baik kiranya bukan patokan. Akan parah jika dibakukan, sampai generasi selanjutnya tidak membantah, lantaran hawatir tidak dipercaya tersebab aturan sebelumnya disetujui khalayak.

Jikalau hukum tersebut memaknai ayat tersirat atas kehendak-Nya, hasilnya benar adanya menjamin kebaikan, bukan mengurung ide generasi mendatang. Maka setiap aturan yang sudah disepakati, seyogyanya fleksibel agar ada relativitas di segenap bidang mata kajian.

Kenapa saya tekankan insan itu penyebab yang menyebabkan. Ini demi aliran kebijakan yang membuka terciptanya aturan baik-berkeindahan, penuh angin damai keselarasan.

Aturan-aturan dibuat manusia seringkali melukai jiwa kemanusiaan. Kalau aturan semakin dibakukan tanpa adanya kemungkinan, maka pertumpahan darah semakin takkan terelak. Walau intrik peperangan pun manusiawi. Di sini memetakan asal peperangan, yang dapat terjadi karena salah faham, dalam maknai akibat dan penyebab.

Saya yakin insan lahir dalam keadaan fitri tanpa dosa turunan. Jadi yang mengakibatkan peperangan itu penerapan hukum yang melukai naluri. Atau terciptanya perang dari sifat kebinatangan, hasut, dengki, dendam, cemburu buta &ll, melekat pada sosok manusia yang menyulut kehitaman panggung dunia.

Maka manusia (sebab) yang menyebabkan atau mencipta (proses atau evolusi nilai kemanusiaan) itu sumber kebaikan. Dengan menamakan sejarah bahan kajian, bukan mengambil kesimpulan darinya untuk hukum keberlangsungan. Yang kudunya menerima tiupan angin kekinian, harapan ombak keberjamanan kemanusiaan sekarang.

Seperti pelangi yang berangkat dari keadaan sekitar, mengkondisikan keberjamanan, pancuran air mencipta warna. Bukan pelangi mendatang, tapi kesadaran evolusi nilai kemanusiaan, wewarna cahaya kebersatuan mesra. Dan timur-barat hanyalah kutub pelangi yang menghampiri sungai-sungai peradabannya, selepas hujan deras penyadaran universal.

(3) penyebab yang mendekati pengakibatan
Penyebab bagian ini kecakapan insan atas kekuasaan-Nya, guna membuat penyebaban atau mengatur siklus kebutuhannya. Menyebabkan proses evolusi nilai-nilai penyebab dirinya. Atau proses adalah kerja insan menuju kelayakan penerimaan baik.

Status ini mendekati pengakibatan. Pengakibatan adalah proses di mana penyebab mengambil hakikat prosesi, kerja yang dilakukan atas sebelumnya atau finising asal hayati, evaluasi akhir dari gerak jaman. Pada terapan sejarah, proses mendekati pengakibatan itu bermakna revisi akhir sebelum hari menentukan. Masa tepat hadirnya aturan sesungguhnya, hukum seirama gerak kasih-sayang yang menyapu kening para wakil-wakil-Nya.

Machiavelli mencium kesadaran keberjamanan di buku ke II dalam The Discourses:
“Manusia selalu mengagungkan masa lalu, mencari kesalahan masa kini tanpa alasan, dan mendadak saat penuwaan, menyanjung segala yang pernah mereka alami ketika mudanya.”

Dan saya memulai ini dengan percaya, yang dianggap orang sejarah, hanyalah “dongeng” semata. Atau batu-batu monumen yang dilebihkan sejarawan. Inilah penampakan pribadi kekinian, dan pembelajaran berulang akan menciptakan banyak sekali pengalaman.

Kemenjadian adalah cermin senantiasa pembuka nalar kesadaran nyawa, keberadaan yang tidak menyangsikan esok pasti. Esok ialah sesuatu, tetapi sudah ada dari kini menyungguhi hayati, menjanjikan tanpa banyak dekte atas sejarah masa silam.

Fukuyama menyadari kekinian dalam pendahuluan The End Of History and The Last Man. Mungkin buku itu finising karya Hegel, The Philosophy of History. Kata Fukuyama:
“Hasrat untuk diakui yang dibarengi perasaan marah, malu dan bangga, merupakan bagian dari kepribadian manusia yang bersifat kritis terhadap kehidupan politik.”

Perasaan marah saya maknai penyelidikan lebih, kesuntukan menggali kebenaran hakiki, kemarahan akan kesangsian manusia kini, memperbesar situasi kemarin dan lalai kondisi sekarang. Andai benar tetaplah suatu kelenaan, seperti memaknai akibat dalam kehidupan adalah dekaden.

Kebanggaan itu bangkitnya kehalusan budhi, terangkat pada nuansa memukau, segala unsur tampak di sekitar perjalanan sejarah, menjadi bahan bangunan tidak runtuh. Dan kebanggaan bukan sekadar cita rumusan mekanik, tetapi jiwa halus merambah kemanusiaan penuh damai, kesadaran universal mengisi hayat berkeseimbangan.

Rasa malu memacu syaraf kendor menjelma tenaga berdaya guna, petualangan komunikasi antar sesama bukan saling tindih. Tapi bertaut memberi pelengkap dengan menanggalkan keculasan, mutu identitas damai diutamakan. Saya harap pembaca terjelaskan, penyebab mendekati pengakibatan. Yakni penilaian gerak jaman membuka kemungkinan berakhirnya atribut, lewat memperdalam nilai-nilai tradisi yang selaras kasih-sayang-Nya.

(4) pengakibatan menuju pengakibatan akhir
Ini hasil bagian satu, dua dan tiga yang mengharapkan makna rahmatan lil alamin. Dalam kajian budaya semacam impian masyarakat madhani, menyadari posisi terkemuka, bahwa pergerakan seyogyanya dengan peletakan batu pijakan, agar tidak terjadi salah penentuan, akibat sebagai sebab atau sebab dikelirukan akibat.

Kenapa saya katakan kajian ini membahayakan kesehatan nalar keimanan. Karena jika terjadi kesalahan penempatan dalam menentuakan kausalitas, maka bisa gelincirkan ke lembah kebingungan. Dan hasil kausalitas yang keliru, menyesatkan banyak orang. Olehnya perlu kehati-hatian pada argumen memukau, apologi menggiurkan imaji.

Kudunya kita berteguh kekuatan bathin pandangan cermat. Bagian ini ialah akibat yang ditimpakan Tuhan atas proses kemanusiaan, pahala akhir lewat hitungan. Pengakibatan menuju pengakibatan akhir, ialah totalitas evolusi yang mengedepankan jumlah nilai dari prosesi ikhtiar.

Bagian ini perimbangan temuan manusia atas tiupan seruling-Nya. Sejenis kata “atau” untuk melembutkan makna kata “dan.” Atau kata “atau” adalah anak turun kelembutan kata “dan.” Mungkin semacam inilah kesamaan gerak pengakibatan menuju pengakibatan akhir.

Kerepotan memaknai akibat yang tepat, jika tidak melewati tilikan murni semacam kata “dan” dan “atau” yang kerap tertempuh demi penghampiran lebih. Penajaman kehendak lembut yang sulit ditempuh, jika hanya mengandalkan efektifitas satuan kata “dan” dan “atau” yang dapat menyembunyikan kemungkinan di sekitar persoalan.

Sebagai renungan saya mengambil surat an-Najm, ayat 39 sampai 42:
“Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasannya usahannya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan paling sempurna, dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan segala susuatu.”

Epilog
Nietzsche dengan terbuka mengatakan di awal kalimahnya, Empat Kekeliruan Besar, dalam buku Senjakala Berhala dan Anti-Krist, kekelirian sebab sebagai akibat;
“tidak ada kekeliruan yang paling berbahaya ketimbang menyangka akibat sebagai sebab, saya sebut ini bentuk instrinsik kejahatan akal.”

Dengan mengambil contoh bukunya Cornaro:
“diet itu penyebab dari hidupnya yang panjang, sedangkan syarat kehidupan panjang, metabolisme yang sangat lambat, jumlah makanan sedikit itu sebab.”

Di sinilah awal persinggungan saya. Nietzsche juga Cornaro sama-sama terburu menentukan sebab dan akibat. Saya katakan tergesa tersebab Cornaro masih berujar “jumlah makan yang sedikit sebagai sebab, dalam terjadinya penyebab atau diet, demi kehidupan panjang.”

Makna ini selintas mendekati pandangan saya bagian kedua, penyebab yang menyebabkan, atau proses kehidupan manusia. Namun dengan sorot lampu lebih terang, kita mendapati bayang kejelasan yang dia harapkan.

Dengan menekankan “kehidupan panjang” seolah jumlah makan sedikit akan melangsungkan kesehatan dengan diet (penyebab). Atau lelaku tirakat bagi penyebab kesehatan. Perbedaan jelas ketika selanjutnya Nietzsche melontarkan contoh:
“Rumusan paling umum, yang mendasari setiap agama dan moralitas adalah lakukan ini dan ini, jangan lakukan ini dan ini, dan kamu akan bahagia”

Nietzsche begitu jauh menghakimi moralitas agama, tentu saya maklumi sebab tidak melihat paparan manusia sebagai sebab menyebabkan (rahmatan lil alamin), yang tidak memberatkan dirinya dengan diet berlebih. Hingga apa yang diharapkan tirakat sebagai akhir dari mimpi dan harapannya, sementara hasrat pelangsingan tubuh sebagai kesehatan ruhani.

Mimpi atau harapan seolah menjanjikan akibat menyenangkan. Sedangkan bagi saya, impian ataupun harapan di atas, kurang tepat sebelum melewati hukum-hukum yang diyakini sampai kedudukannya berserah. Yang saya maksudkan hasil, tidak menyakiti sisi-sisi kodrati, malah mewakil yang dipercayai.

Marilah melihat kutipan Derrida di bukunya Specter of Max dari Fukuyama:
Baik Hegel maupun Max yakin bahwa evolusi masyarakat-masyarakat manusia bukannya tanpa akhir, tapi akan berakhir ketika umat manusia telah mencapai suatu bentuk masyarakat memuaskan kerinduan-kerinduannya yang paling dalam dan paling mendasar. Kedua pemikir itu dengan demikian mengajukan suatu “akhir sejarah.” bagi Hegel ialah negara liberal, sementara bagi Max, itu masyarakat komunis.

Saya katakan sebagai kapasitas memiliki kursi di lantai berbeda, namun dalam satu nafas gravitasi kemanusiaan. Bahwa yang Fukuyama katakan, seirama yang dirindukan Cornaro, Nietzsche di lain tempat. Setelah saya melewati pendekatan kata “impian” atau “harapan” di atas pada bahasa Fukuyama, akhir dari evolusi manusia, ketika mencapai bentuk masyarakat memuaskan kerinduan-kerinduan paling dalam dan mendasar.

Penekanan kata pasrah atau berserah, bukan wujud dari impian atau kerinduan terdalam kemanusiaan. Namun memasuki aura Keilahian, keselarasan alam dengan penghuninya, bersatunya wacana kesadaran peradaban. Dengan menanggalkan pengertian kajian dari sejarah bukan proses pengakibatan. Tapi temuan baru atau kelahiran suatu generasi lebih tinggi, sebagai penyebab yang menyebabkan.

Pun di tahap penyebab yang mengakibatkan, bukan berarti kefakuman setelah kerinduan terdalam dan mendasar tercapai. Sebab dengan menggunakan empat poin evolusi di atas, akan kehadirkan khasana rahmatan lil alamin. Atau saudara sedang membandingkan, antara kepasrahan dengan yang paling mendasar. Kalau saya dedah maknanya “paling mendasar” sebagai kebutuhan akan kebahagiaan material. Sedangkan “kepasrahan” melingkupi material dan spiritualitas.

*) Pengelana asal desa Kendal, Kemlagi, 2005 – 2009 Lamongan, JaTim Indonesia.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae