Nurel Javissyarqi*
http://sastrarevolusioner.blogspot.com/
Prolog:
Sebelum membahas pokok persoalan, marilah berserah kepada Sang Penyebab segala sebab. Bagaimana dikatakan kegentingan karena seringkali mengartikan akibat sebagai sebab atau sebaliknya mengerti sebab padahal itu akibat. Tentu itu menghawatirkan kesehatan iman di alam fikiran. Jika yang terpaparkan ini tidak bertepatan dengan ketentuan ayat-ayat-Nya, tinggalkanlah. Andai ada senyawa tiupan ayat-ayat-Nya yang tersirat pun tersurat, bukan dari penulis semata.
Saya harap saudara memiliki jarak pengamanan agar yang tersampaikan bukan belenggu. Telah banyak para tokoh mengupas kausalitas, tetapi perlu menilik ulang untuk mendapati pencarian itu bersesuai dengan pribadi. Tidakkah yang baru berangkat biasanya menemukan keganjilan. Harapan saya ini sanggup memberikan kesan terdalam, menempati kedudukannya sebab-akibat, atas kesamaan irama tarian Ilahiyah, amin.
Kegagalan teori Darwin terdapat pada pemilihan contoh, yang mana proses perjalanan idenya ditimpakan pada sosok makhluk hidup. Jika evolusinya memaknai kehadiran insan, mungkin hasilnya seperti ini nanti. Secara ringkas, saya menggunakan teori evolusi saat menetapkan pijakan. Bahwa proses perubahan hidup manusia, pengalaman naik-turunnya hayati, sebagai penciptaan sebab dari kehendak Sang Penyebab. Lalu saya benturkan pandangan Nietzsche, yang menghilangkan tanggung jawab, karena meninggikan subyektivitas lewat melenyapkan fungsi ketuhanan.
Sebelum jauh, saya kemukakan keterangan apa itu: Sang Penyebab segala sebab (1), penyebab yang menyebabkan (2), penyebab mendekati pengakibatan (3), dan pengakibatan menuju pengakibatan akibat akhir atau akibat (4). Dari sini jelas, antara saya dan pandangan umum, maupun penggagas Nietzsche. Bedaannya, saya menawarkan empat poin, sedangkan pandangan umum memiliki dua pon, sebab-akibat. Sebenarnya saya menggunakan karakter tersebut, namun akan mencolok berbeda saat terbeberkan sebagaimana di bawah ini.
(1) Sang Penyebab segala sebab
Kita tidak memungkiri alam semesta yang tersaksikan, diciptakan oleh Penyebab segala sebab. Ketinggian drajad pencipta-Nya dalam keseluruhan permasalahan. Dzat-Nya bukan berasal penciptaan mistis, apalagi abiogenesis. Dia bukan berasal dari ketinggian uap yang naik-turun dan menjelma bintik makluk hidup, lantas membesar dan biak, tidak.
Tidak pula dari unsur-unsur bumi, Dia menciptakan bumi dan mengambil unsur-unsurnya untuk kehidupan insan bagi penghuni dunia. Dia bukan beranak dan tidak diperanakkan, apakah hasil buaian makluk hidup atau batu, tidak. Dia menggerakkan setiap kesadaran dan kelalaian manusia, lena atas hamparan fatamurgana ujian-Nya. Dia penyebab segala kebaikan, pencipta percoban bagi makluknya dalam keseimbangan karya.
Dia penyeimbang yang bukan dari keadaan diciptakan-Nya, atau Dia bukan penyelesai atas masalah dari kasus-kasus yang diciptakan-Nya. Dia Maha Mengetahui atas apa yang sedang dilakukan setiap makluknya, sebagai Penguasa sebelum dan sesudahnya kehidupan.
Dia bukan matahari yang menyinari kehidupan, bukan rembulan yang meneduhkan malam. Dia pencipta planet-planet juga gemintang, menguasai seluruh galaksi yang kita ketahui pun yang tidak tampak. Dia maha berkehendak mempercayakan wakil-wakil-Nya sebagai pengatur kehidupan di muka bumi, dalam kuasa gravitasi dan di luarnya.
Dia penggagas yang tidak siapa pun membandingi kebijakan-Nya yang melampaui material dan bathiniah. Penguasa mikro kosmos dan makro kosmos, serta di luar batasan-batasannya. Dia ketinggian hukum di atas hukum kesementaraan manusia, semua hukum yang diciptakan makhluknya, tunduk atas hukum-Nya.
Dia penguasa absolut sekaligus sulit dijangkau, selain kalbu keimanan:
Sesungguhnya langit-langit dan bumi tidak berdaya menjangkau-Ku, namun Aku telah di jangkau oleh kalbu seorang mu’min. (Hadits Qudsi, Riwayat Ahmad dari Wahab bin Munabbih).
Sebab dengan kesegaran akal, pun manusia terbentur ozon kesuntukan. Tapi siapa yang hatinya tertancap cinta terdalam, maka segala kelupaan menemui penggantinya lebih dari kebugaran ingatan, atas penumpukan memori kalbu, yang penambahannya lewat rindu dan rindu.
(2) penyebab yang menyebabkan
Jika mengambil bagian pertama, Sang Penyebab segala sebab, Tuhan Allah yang menciptakan sebab. Dan seluruh ciptaan-Nya bermakna sebab. Karenanya, kelahiran makhluk kemunculan tanaman, harumnya bunga-bunga, wujud bebuahan, berputarnya bumi mengelilingi surya, di samping memusar di porosnya. Adalah kejadian sebab, dan bukan otomatis bermakna akibat dari Pencipta Awal.
Selintas paparan di atas tampak kabur, namun di sinilah makna Rahmatan lil alamin. Insan memiliki wewenang di muka bumi atas izin-Nya. Manusia berdaya kemampuan merenungkan kejadian sebagai pengalaman, menghadirkan hikmah-hikmah penelitiannya atas rahmat-Nya.
Setiap manusia beriman ialah pemimpin. Ini kajian ayat-ayat Tuhan yang tersirat di alam jagad raya menuju yang tersurat, meski kemampuannya dibatasi kasih sayang-Nya. Lewat keseimbangan psikologi, demi menggapai keilmuan tinggi, hasilnya tidak akan memuaskan, kalau bukan atas ridho-Nya.
Kenapa saya mengatakan insan itu “penyebab yang menyebabkan,” sebab yang membuat penyebab. Hal itu bukan menyamakan sifat insan kepada sifat ketuhanan. Namun kembali pada persolaan awal, pemberian wewenang menjaga kelangsungan hayati, agar selaras serasi timbangan-Nya, yang sudah disampikan berupa ayat-ayat tersurat pun yang tersirat.
Kenapa proses itu penciptaan sebab, karena keberlangsungan kehidupan ini bersinambung. Memaknai sejarah menarik kesimpulan tanda, bukan pembentukan identifikasi akibat, tetapi pengalaman hidup demi lebih baik. Jadi, pandangan umum berkata akibat, saya hanya namai akibat sementara, atau studi kasus belum mapan.
Terbukti hukum ciptaan manusia seringkali tidak terpakai pada jaman di depannya. Itu terjadi karena aturan dibuatnya sejenis jaminan kasus yang disetujui sebagai pijakan demi penelitian. Ini baik kiranya bukan patokan. Akan parah jika dibakukan, sampai generasi selanjutnya tidak membantah, lantaran hawatir tidak dipercaya tersebab aturan sebelumnya disetujui khalayak.
Jikalau hukum tersebut memaknai ayat tersirat atas kehendak-Nya, hasilnya benar adanya menjamin kebaikan, bukan mengurung ide generasi mendatang. Maka setiap aturan yang sudah disepakati, seyogyanya fleksibel agar ada relativitas di segenap bidang mata kajian.
Kenapa saya tekankan insan itu penyebab yang menyebabkan. Ini demi aliran kebijakan yang membuka terciptanya aturan baik-berkeindahan, penuh angin damai keselarasan.
Aturan-aturan dibuat manusia seringkali melukai jiwa kemanusiaan. Kalau aturan semakin dibakukan tanpa adanya kemungkinan, maka pertumpahan darah semakin takkan terelak. Walau intrik peperangan pun manusiawi. Di sini memetakan asal peperangan, yang dapat terjadi karena salah faham, dalam maknai akibat dan penyebab.
Saya yakin insan lahir dalam keadaan fitri tanpa dosa turunan. Jadi yang mengakibatkan peperangan itu penerapan hukum yang melukai naluri. Atau terciptanya perang dari sifat kebinatangan, hasut, dengki, dendam, cemburu buta &ll, melekat pada sosok manusia yang menyulut kehitaman panggung dunia.
Maka manusia (sebab) yang menyebabkan atau mencipta (proses atau evolusi nilai kemanusiaan) itu sumber kebaikan. Dengan menamakan sejarah bahan kajian, bukan mengambil kesimpulan darinya untuk hukum keberlangsungan. Yang kudunya menerima tiupan angin kekinian, harapan ombak keberjamanan kemanusiaan sekarang.
Seperti pelangi yang berangkat dari keadaan sekitar, mengkondisikan keberjamanan, pancuran air mencipta warna. Bukan pelangi mendatang, tapi kesadaran evolusi nilai kemanusiaan, wewarna cahaya kebersatuan mesra. Dan timur-barat hanyalah kutub pelangi yang menghampiri sungai-sungai peradabannya, selepas hujan deras penyadaran universal.
(3) penyebab yang mendekati pengakibatan
Penyebab bagian ini kecakapan insan atas kekuasaan-Nya, guna membuat penyebaban atau mengatur siklus kebutuhannya. Menyebabkan proses evolusi nilai-nilai penyebab dirinya. Atau proses adalah kerja insan menuju kelayakan penerimaan baik.
Status ini mendekati pengakibatan. Pengakibatan adalah proses di mana penyebab mengambil hakikat prosesi, kerja yang dilakukan atas sebelumnya atau finising asal hayati, evaluasi akhir dari gerak jaman. Pada terapan sejarah, proses mendekati pengakibatan itu bermakna revisi akhir sebelum hari menentukan. Masa tepat hadirnya aturan sesungguhnya, hukum seirama gerak kasih-sayang yang menyapu kening para wakil-wakil-Nya.
Machiavelli mencium kesadaran keberjamanan di buku ke II dalam The Discourses:
“Manusia selalu mengagungkan masa lalu, mencari kesalahan masa kini tanpa alasan, dan mendadak saat penuwaan, menyanjung segala yang pernah mereka alami ketika mudanya.”
Dan saya memulai ini dengan percaya, yang dianggap orang sejarah, hanyalah “dongeng” semata. Atau batu-batu monumen yang dilebihkan sejarawan. Inilah penampakan pribadi kekinian, dan pembelajaran berulang akan menciptakan banyak sekali pengalaman.
Kemenjadian adalah cermin senantiasa pembuka nalar kesadaran nyawa, keberadaan yang tidak menyangsikan esok pasti. Esok ialah sesuatu, tetapi sudah ada dari kini menyungguhi hayati, menjanjikan tanpa banyak dekte atas sejarah masa silam.
Fukuyama menyadari kekinian dalam pendahuluan The End Of History and The Last Man. Mungkin buku itu finising karya Hegel, The Philosophy of History. Kata Fukuyama:
“Hasrat untuk diakui yang dibarengi perasaan marah, malu dan bangga, merupakan bagian dari kepribadian manusia yang bersifat kritis terhadap kehidupan politik.”
Perasaan marah saya maknai penyelidikan lebih, kesuntukan menggali kebenaran hakiki, kemarahan akan kesangsian manusia kini, memperbesar situasi kemarin dan lalai kondisi sekarang. Andai benar tetaplah suatu kelenaan, seperti memaknai akibat dalam kehidupan adalah dekaden.
Kebanggaan itu bangkitnya kehalusan budhi, terangkat pada nuansa memukau, segala unsur tampak di sekitar perjalanan sejarah, menjadi bahan bangunan tidak runtuh. Dan kebanggaan bukan sekadar cita rumusan mekanik, tetapi jiwa halus merambah kemanusiaan penuh damai, kesadaran universal mengisi hayat berkeseimbangan.
Rasa malu memacu syaraf kendor menjelma tenaga berdaya guna, petualangan komunikasi antar sesama bukan saling tindih. Tapi bertaut memberi pelengkap dengan menanggalkan keculasan, mutu identitas damai diutamakan. Saya harap pembaca terjelaskan, penyebab mendekati pengakibatan. Yakni penilaian gerak jaman membuka kemungkinan berakhirnya atribut, lewat memperdalam nilai-nilai tradisi yang selaras kasih-sayang-Nya.
(4) pengakibatan menuju pengakibatan akhir
Ini hasil bagian satu, dua dan tiga yang mengharapkan makna rahmatan lil alamin. Dalam kajian budaya semacam impian masyarakat madhani, menyadari posisi terkemuka, bahwa pergerakan seyogyanya dengan peletakan batu pijakan, agar tidak terjadi salah penentuan, akibat sebagai sebab atau sebab dikelirukan akibat.
Kenapa saya katakan kajian ini membahayakan kesehatan nalar keimanan. Karena jika terjadi kesalahan penempatan dalam menentuakan kausalitas, maka bisa gelincirkan ke lembah kebingungan. Dan hasil kausalitas yang keliru, menyesatkan banyak orang. Olehnya perlu kehati-hatian pada argumen memukau, apologi menggiurkan imaji.
Kudunya kita berteguh kekuatan bathin pandangan cermat. Bagian ini ialah akibat yang ditimpakan Tuhan atas proses kemanusiaan, pahala akhir lewat hitungan. Pengakibatan menuju pengakibatan akhir, ialah totalitas evolusi yang mengedepankan jumlah nilai dari prosesi ikhtiar.
Bagian ini perimbangan temuan manusia atas tiupan seruling-Nya. Sejenis kata “atau” untuk melembutkan makna kata “dan.” Atau kata “atau” adalah anak turun kelembutan kata “dan.” Mungkin semacam inilah kesamaan gerak pengakibatan menuju pengakibatan akhir.
Kerepotan memaknai akibat yang tepat, jika tidak melewati tilikan murni semacam kata “dan” dan “atau” yang kerap tertempuh demi penghampiran lebih. Penajaman kehendak lembut yang sulit ditempuh, jika hanya mengandalkan efektifitas satuan kata “dan” dan “atau” yang dapat menyembunyikan kemungkinan di sekitar persoalan.
Sebagai renungan saya mengambil surat an-Najm, ayat 39 sampai 42:
“Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasannya usahannya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan paling sempurna, dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan segala susuatu.”
Epilog
Nietzsche dengan terbuka mengatakan di awal kalimahnya, Empat Kekeliruan Besar, dalam buku Senjakala Berhala dan Anti-Krist, kekelirian sebab sebagai akibat;
“tidak ada kekeliruan yang paling berbahaya ketimbang menyangka akibat sebagai sebab, saya sebut ini bentuk instrinsik kejahatan akal.”
Dengan mengambil contoh bukunya Cornaro:
“diet itu penyebab dari hidupnya yang panjang, sedangkan syarat kehidupan panjang, metabolisme yang sangat lambat, jumlah makanan sedikit itu sebab.”
Di sinilah awal persinggungan saya. Nietzsche juga Cornaro sama-sama terburu menentukan sebab dan akibat. Saya katakan tergesa tersebab Cornaro masih berujar “jumlah makan yang sedikit sebagai sebab, dalam terjadinya penyebab atau diet, demi kehidupan panjang.”
Makna ini selintas mendekati pandangan saya bagian kedua, penyebab yang menyebabkan, atau proses kehidupan manusia. Namun dengan sorot lampu lebih terang, kita mendapati bayang kejelasan yang dia harapkan.
Dengan menekankan “kehidupan panjang” seolah jumlah makan sedikit akan melangsungkan kesehatan dengan diet (penyebab). Atau lelaku tirakat bagi penyebab kesehatan. Perbedaan jelas ketika selanjutnya Nietzsche melontarkan contoh:
“Rumusan paling umum, yang mendasari setiap agama dan moralitas adalah lakukan ini dan ini, jangan lakukan ini dan ini, dan kamu akan bahagia”
Nietzsche begitu jauh menghakimi moralitas agama, tentu saya maklumi sebab tidak melihat paparan manusia sebagai sebab menyebabkan (rahmatan lil alamin), yang tidak memberatkan dirinya dengan diet berlebih. Hingga apa yang diharapkan tirakat sebagai akhir dari mimpi dan harapannya, sementara hasrat pelangsingan tubuh sebagai kesehatan ruhani.
Mimpi atau harapan seolah menjanjikan akibat menyenangkan. Sedangkan bagi saya, impian ataupun harapan di atas, kurang tepat sebelum melewati hukum-hukum yang diyakini sampai kedudukannya berserah. Yang saya maksudkan hasil, tidak menyakiti sisi-sisi kodrati, malah mewakil yang dipercayai.
Marilah melihat kutipan Derrida di bukunya Specter of Max dari Fukuyama:
Baik Hegel maupun Max yakin bahwa evolusi masyarakat-masyarakat manusia bukannya tanpa akhir, tapi akan berakhir ketika umat manusia telah mencapai suatu bentuk masyarakat memuaskan kerinduan-kerinduannya yang paling dalam dan paling mendasar. Kedua pemikir itu dengan demikian mengajukan suatu “akhir sejarah.” bagi Hegel ialah negara liberal, sementara bagi Max, itu masyarakat komunis.
Saya katakan sebagai kapasitas memiliki kursi di lantai berbeda, namun dalam satu nafas gravitasi kemanusiaan. Bahwa yang Fukuyama katakan, seirama yang dirindukan Cornaro, Nietzsche di lain tempat. Setelah saya melewati pendekatan kata “impian” atau “harapan” di atas pada bahasa Fukuyama, akhir dari evolusi manusia, ketika mencapai bentuk masyarakat memuaskan kerinduan-kerinduan paling dalam dan mendasar.
Penekanan kata pasrah atau berserah, bukan wujud dari impian atau kerinduan terdalam kemanusiaan. Namun memasuki aura Keilahian, keselarasan alam dengan penghuninya, bersatunya wacana kesadaran peradaban. Dengan menanggalkan pengertian kajian dari sejarah bukan proses pengakibatan. Tapi temuan baru atau kelahiran suatu generasi lebih tinggi, sebagai penyebab yang menyebabkan.
Pun di tahap penyebab yang mengakibatkan, bukan berarti kefakuman setelah kerinduan terdalam dan mendasar tercapai. Sebab dengan menggunakan empat poin evolusi di atas, akan kehadirkan khasana rahmatan lil alamin. Atau saudara sedang membandingkan, antara kepasrahan dengan yang paling mendasar. Kalau saya dedah maknanya “paling mendasar” sebagai kebutuhan akan kebahagiaan material. Sedangkan “kepasrahan” melingkupi material dan spiritualitas.
*) Pengelana asal desa Kendal, Kemlagi, 2005 – 2009 Lamongan, JaTim Indonesia.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar