Agustinus Wahyono
http://www.sinarharapan.co.id/
Seorang pemuda menyeruak dari pekatnya kelambu kelam, melintasi jalanan remang-remang menuju warna-warni pelangi pertokoan. Matanya nyalang. Bibirnya tersungging senyuman. Gerakan tubuhnya begitu ringan.
”Siapa dia?” tanyamu.
Kamu pasti terkejut atas kemunculannya yang tiba-tiba begitu. Tak ada tanda-tanda atau aba-aba dari suara-suara atau pantulan cahaya pada tubuhnya. Sekonyong-konyong dia nongol. Tampangnya pun berbeda dengan gelandangan yang malas mandi.
”Luckyson.”
”Luckyson?” Mungkin telingamu menangkap kata ”lukisan”.
”Ya, Luckyson, si putera malam, asuhan rembulan.”
Luckyson memang putera malam. Ayahnya adalah iblis bernama Lucifer, dan ibunya adalah Fullmoon. Ia selalu berkeliaran tatkala senja telah menyingkir. Ia suka mengembara di antara belantara beton kota hanya ketika sang induk malam telah bertakhta di atas menara-menara kota. Ia membenci matahari. Ia membenci fajar sampai senja. Ia tidak pernah mau hidup normal dengan berkegiatan selagi terang alam benderang.
”Tampaknya ia telah dihasut ayahnya, sang putera fajar yang terbuang.”
”Benar sekali. Lucifer alias putera fajar memang bapa para penghasut. Ia congkak. Kecongkakannya telah mengenyahkan dirinya sendiri dari pergaulan. Ia pemberontak.”
Luckyson mewarisi jiwa pemberontak dan penghasut itu. Ia suka menghabiskan malam dengan aneka kegiatan. Ia akan mengajak kawan-kawannya dalam kegiatannya. Mereka senantiasa tampak bergairah membedah malam. Bisa dengan bersastra, berseni, belajar atau begadang. Tapi ketika jiwanya meradang, sebilah belati senantiasa terselip di pinggangnya. Belati adalah sahabat karibnya. Luckyson seperti ayahnya: bermuka dua! Kok bermuka dua? Ya tahu sendirilah!
***
Malam kian menganga. Kabut gulita kian merata. Sosok gemulai merobek selaput kelam. Wajahnya cerah, gerakannya riang. Mungkin malam telah serta selalu menyenangkan hatinya.
”Siapa pula gadis itu?” tanyamu lagi.
”Ooo… gadis itu.”
”Iya, gadis itu. Siapa dia?”
”Namanya?” aku bertanya balik sembari memandang gadis yang sedang kegirangan menyalami malam itu. Dia lincah sekali. Memukau siapa pun.
”Iya, namanya. Siapa?”
”Nama gadis itu?”
”Iya! Serius nih!”
Ah, kamu memang belum berubah. Selalu tidak sabar jika melihat seorang gadis manis melenggak-lenggok percaya diri. Terlebih… penampilannya. Dandanannya yang menggebukan. Busananya yang melelapkan. Sorot matanya yang melenakan. Bibirnya yang menggemaskan. Bentuk tubuhnya yang menghanyutkan. Aroma tubuhnya… langsung membiuskan! Pantas saja bikin kamu tidak sabar untuk mengetahui namanya.
”Aku tahu kamu serius.”
”Lantas, siapa n-a-m-a-nya?” tanyamu seraya mengeja huruf disertai matamu melotot. Menurutku, ekspresimu itu justru lucu. Lucu untuk usia kita yang bandot ini. Bisa kubayangkan mimik mukamu jadi mirip Hitler yang sadis dengan kumis cuma di tengah.
”Sebegitu pentingkah namanya bagimu?”
”Sebegitu bahayakah, sampai-sampai kamu ingin menyembunyikan namanya?”
Sialan. Sepertinya kamu merasa aku terlalu mencurigaimu, padahal aku sengaja hendak membuatmu ngambek kayak keponakanku merengek minta es bon-bon. Bagiku sih jelas tidak ada bahaya apa-apa kalau kusebutkan atau pun kusembunyikan namanya.
”Ayolah, siapa nama gadis itu? Jangan suka mempermainkan aku begitu.”
Baiklah, aku beri tahu. Toh tidak ada faedahnya juga bila kusimpan.
”Namanya Lucyson.”
”Lho, kok mirip Luckyson?” tanyamu seraya melirik kembali ke arah Luckyson, sang putera malam yang saat itu tengah asik bermain gitar diselingi menenggak air api dalam botol. Di sana juga tampak alat suntik tergeletak. Mungkin obat-obat laknat lainnya pun ada.
”Karena mereka memang saudara kembar.”
”Ooo…”
”Ssssssst, lihat.”
Lucyson melangkah gemulai. Mau ke manakah? Entahlah. Dibiarkannya angin malam menggeraikan rambut panjangnya. Pakaiannya sangat ketat melekat di tubuhnya. Tas kulit mungil menggelayuti pundak telanjangnya. Isi tasnya hanya perkakas kosmetika dan sebotol air putih. Ia menjaga kesegarannya dengan sering minum air putih.
Gadis malam itu melangkah mantap. Ia terbiasa dengan dunia malam. Tapi, kuberi tahu, malam ini Lucyson cukup berbedak tipis. Tidak menor. Sungguh! Tidak kayak solekan pelacur kampungan yang cuma lulusan sekolah menengah pertama atau menengah umum. Artinya, dia punya kelas tersendiri.
”Alangkah aduhainya dia!” pujimu dengan bola matamu mencuat seakan hendak keluar dari sarangnya. Jakunmu bergerak laksana lift di gedung jangkung sana.
”Padahal malam-malam kemarin penampilannya tidak begini. Pernah juga satu kali dia berdandan super menor, sengaja meniru gaya genit kawan-kawannya.”
”Oh iya?”
Betapa lucunya air mukamu. Aku hampir pula tertawa.
”Tapi ingat, Lucyson ini juga mewarisi jiwa iblis. Pemberontak!”
”Oh ya?”
”Kelihatan sekilas dia selayaknya perempuan kebanyakan. Lemah lembut, santun, rajin dan lain-lain. Sekilas begitu. Sekali lagi, sekilas. Buktinya, dia membiarkan tubuhnya berlumuran peluh laki-laki. Setiap malam tubuhnya menjadi bulan-bulanan berahi. Setiap malam dia berkelana memunguti zinah di mana pun dia suka. Atau cuma pamer ukiran auratnya. Dia paling mudah terlena oleh puji-pujian. Dia haus popularitas, dahaga pujian dan silau pada sanjungan orang-orang. Dia ingin sekali tersohor seperti ibunya, sang rembulan. Ingat itu!”
***
Aku nyaris saja terbahak-bahak melihat penampilanmu sore ini. Hari-hari kemarin kamu tampak parlente sekali. Pakaian rapi, penampilan trendi dan air muka selalu memancarkan kesegaran. Handphone-mu juga biasanya menggelayut mesra pada leher berlemakmu Kali ini, di perpustakaan kota tempat kita biasa berdiskusi pada waktu-waktu senggang, kelihatannya ada yang berubah pada dirimu..
”Aku dirampok habis-habisan oleh begundal kembar itu tadi malam!” katamu.
”Astaga! Kapan? Di mana?”
”Pokoknya… tragis!”
”Tragis?”
”Ya, tragis pokoknya!”
Rupanya kamu belum mau mengaku. Boleh aku tebak? Ehm. Aku akan mencoba menganalisis. Menurutku, kamu pasti malu atas sesuatu. Taruhlah kamu sempat berbincang atau nekat memeluknya, lalu adegan itu direkam, diafdruk, dan dicetak. Terus, fotonya mereka pakai untuk memerasmu. Itu analisis pertamaku.
Analisis kedua, kamu terjebak suatu skenario mereka. Entah mungkin semalam kamu di kafe mana, makanan, minuman atau bahkan parfum atau asap rokok mereka telah membius akal sehatmu. Lalu kamu melakukan sedikit adegan mesra, dipotret mereka, dan seterusnya, dan seterusnya.
Analisis ketiga, celakanya, kamu sempat mereguk anggur zinah bersama gadis malam itu. Entah di sudut taman kota, di hotel, vila di luar kota atau malah di kantormu. Nah, waktu itu kamu lengah lantaran mabuk syahwat. Kamu tidak tahu ada kamera yang merekam adegan mesum itu. Mungkin kakaknya menggrebek perbuatan kalian, lantas menodongmu dengan ancaman psikologi massa.
Atau, kalau kejadian itu di taman kota, kamu lengah, mendadak kakak kembarnya keluar dari kegelapan taman. Sang putera malam itu menempelkan ujung belati di kulit lehermu. Kamu tidak berkutik mirip kura-kura kehilangan rumahnya. Lantas uangmu dikuras, aksesori keparlenteanmu ludes bahkan kamu nyaris ditelanjangi habis-habisan oleh serigala-serigala malam, komplotan anak iblis itu.
Benarkah demikian kisah kemalanganmu? Ayo, mengaku sajalah, Bung!
Ironisnya, kamu tidak melaporkan kejadian itu kepada polisi, kamu seolah-olah sengaja menyimpan perkara itu. Hayo, kenapa? Pasti kamu malu.
Aku berani bertaruh: paling-paling karena alasan moral, bukan masalah tindak kekerasan, kriminalitas atau berapa harga barang yang tercerabut dari dirimu. Bagimu, menurutku, uang terbuang berapa juta pun tidak jadi masalah, sebab toh sesudah itu kamu sanggup meraup beberapa puluh juta dalam sekejap. Tapi kalau sudah menyangkut masalah moralitas yang niscaya berimbas pada kredibilitas dan identitas dirimu, masalahnya jelas tidak main-main.
Ya, masalah moralitasmu. Dalam moralitas itu kamu masukkan pula gengsi serta harga diri. Tentu saja hal ini berpengaruh sekali terhadap reputasimu. Reputasimu sebagai pejabat, public figure, berstatus sosial sangat mengkristal di lingkungan kota kita, di samping statusmu sebagai seorang kepala rumah tangga dengan tiga anak yang sudah remaja. Kamu juga kaya. Kamu bisa dapatkan apa saja dengan jabatan dan hartamu. Namun, ternyata harga dirimu lebih segala-galanya bagimu. Apalagi orang-orang mengenalmu sebagai manusia yang taat beribadah. Perselingkuhan jelas terkutuk sekali di mata masyarakat kita yang agamis.
Ah, terserahlah. Hak asasimu. Hanya saja aku penasaran, bagaimana kamu bisa ketemu mereka, padahal aku sudah memberi tahu bahwa siapa dalam diri mereka. Mustahil amat kamu mau sembarang berdekatan dengan gadis itu bahkan sampai nekat tersesat di taman kota atau di sela bangunan yang gelap-gulita sana. Makanya aku tadi mencoba dengan beberapa analisis.
”Pokoknya… tragis!”
”Hanya ‘pokoknya tragis’ begitu?”
”Ya!”
Aku mendiamkan dulu setelah kamu mengulang kata ”pokoknya… tragis”. Kamu masih bertahan menyimpan aib paling memalukan dalam sisa-sisa usia senjamu, berkaitan dengan kedua anak kembar iblis itu. Aku tidak tahu kenapa. Soal zinah dan naasmu tadi semata-mata terkaanku kok. Pasalnya, jawabanmu cenderung melahirkan pertanyaan.
”Pokoknya tragis!” tandasmu, menegaskan jawabanmu sendiri.
Susah nian membujukmu! Tampaknya cuma manusia semacam Lucyson itu yang bisa merayumu, seperti Samson ditekuk Delila, seperti Adam dibujuk Hawa.******
babarsariyogya, juni 2002
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Minggu, 27 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar