Minggu, 27 Juni 2010

Pokoknya… Tragis!

Agustinus Wahyono
http://www.sinarharapan.co.id/

Seorang pemuda menyeruak dari pekatnya kelambu kelam, melintasi jalanan remang-remang menuju warna-warni pelangi pertokoan. Matanya nyalang. Bibirnya tersungging senyuman. Gerakan tubuhnya begitu ringan.
”Siapa dia?” tanyamu.
Kamu pasti terkejut atas kemunculannya yang tiba-tiba begitu. Tak ada tanda-tanda atau aba-aba dari suara-suara atau pantulan cahaya pada tubuhnya. Sekonyong-konyong dia nongol. Tampangnya pun berbeda dengan gelandangan yang malas mandi.
”Luckyson.”
”Luckyson?” Mungkin telingamu menangkap kata ”lukisan”.
”Ya, Luckyson, si putera malam, asuhan rembulan.”
Luckyson memang putera malam. Ayahnya adalah iblis bernama Lucifer, dan ibunya adalah Fullmoon. Ia selalu berkeliaran tatkala senja telah menyingkir. Ia suka mengembara di antara belantara beton kota hanya ketika sang induk malam telah bertakhta di atas menara-menara kota. Ia membenci matahari. Ia membenci fajar sampai senja. Ia tidak pernah mau hidup normal dengan berkegiatan selagi terang alam benderang.
”Tampaknya ia telah dihasut ayahnya, sang putera fajar yang terbuang.”
”Benar sekali. Lucifer alias putera fajar memang bapa para penghasut. Ia congkak. Kecongkakannya telah mengenyahkan dirinya sendiri dari pergaulan. Ia pemberontak.”
Luckyson mewarisi jiwa pemberontak dan penghasut itu. Ia suka menghabiskan malam dengan aneka kegiatan. Ia akan mengajak kawan-kawannya dalam kegiatannya. Mereka senantiasa tampak bergairah membedah malam. Bisa dengan bersastra, berseni, belajar atau begadang. Tapi ketika jiwanya meradang, sebilah belati senantiasa terselip di pinggangnya. Belati adalah sahabat karibnya. Luckyson seperti ayahnya: bermuka dua! Kok bermuka dua? Ya tahu sendirilah!

***
Malam kian menganga. Kabut gulita kian merata. Sosok gemulai merobek selaput kelam. Wajahnya cerah, gerakannya riang. Mungkin malam telah serta selalu menyenangkan hatinya.
”Siapa pula gadis itu?” tanyamu lagi.
”Ooo… gadis itu.”
”Iya, gadis itu. Siapa dia?”
”Namanya?” aku bertanya balik sembari memandang gadis yang sedang kegirangan menyalami malam itu. Dia lincah sekali. Memukau siapa pun.
”Iya, namanya. Siapa?”
”Nama gadis itu?”
”Iya! Serius nih!”
Ah, kamu memang belum berubah. Selalu tidak sabar jika melihat seorang gadis manis melenggak-lenggok percaya diri. Terlebih… penampilannya. Dandanannya yang menggebukan. Busananya yang melelapkan. Sorot matanya yang melenakan. Bibirnya yang menggemaskan. Bentuk tubuhnya yang menghanyutkan. Aroma tubuhnya… langsung membiuskan! Pantas saja bikin kamu tidak sabar untuk mengetahui namanya.
”Aku tahu kamu serius.”
”Lantas, siapa n-a-m-a-nya?” tanyamu seraya mengeja huruf disertai matamu melotot. Menurutku, ekspresimu itu justru lucu. Lucu untuk usia kita yang bandot ini. Bisa kubayangkan mimik mukamu jadi mirip Hitler yang sadis dengan kumis cuma di tengah.
”Sebegitu pentingkah namanya bagimu?”
”Sebegitu bahayakah, sampai-sampai kamu ingin menyembunyikan namanya?”
Sialan. Sepertinya kamu merasa aku terlalu mencurigaimu, padahal aku sengaja hendak membuatmu ngambek kayak keponakanku merengek minta es bon-bon. Bagiku sih jelas tidak ada bahaya apa-apa kalau kusebutkan atau pun kusembunyikan namanya.
”Ayolah, siapa nama gadis itu? Jangan suka mempermainkan aku begitu.”
Baiklah, aku beri tahu. Toh tidak ada faedahnya juga bila kusimpan.
”Namanya Lucyson.”
”Lho, kok mirip Luckyson?” tanyamu seraya melirik kembali ke arah Luckyson, sang putera malam yang saat itu tengah asik bermain gitar diselingi menenggak air api dalam botol. Di sana juga tampak alat suntik tergeletak. Mungkin obat-obat laknat lainnya pun ada.
”Karena mereka memang saudara kembar.”
”Ooo…”
”Ssssssst, lihat.”
Lucyson melangkah gemulai. Mau ke manakah? Entahlah. Dibiarkannya angin malam menggeraikan rambut panjangnya. Pakaiannya sangat ketat melekat di tubuhnya. Tas kulit mungil menggelayuti pundak telanjangnya. Isi tasnya hanya perkakas kosmetika dan sebotol air putih. Ia menjaga kesegarannya dengan sering minum air putih.
Gadis malam itu melangkah mantap. Ia terbiasa dengan dunia malam. Tapi, kuberi tahu, malam ini Lucyson cukup berbedak tipis. Tidak menor. Sungguh! Tidak kayak solekan pelacur kampungan yang cuma lulusan sekolah menengah pertama atau menengah umum. Artinya, dia punya kelas tersendiri.
”Alangkah aduhainya dia!” pujimu dengan bola matamu mencuat seakan hendak keluar dari sarangnya. Jakunmu bergerak laksana lift di gedung jangkung sana.
”Padahal malam-malam kemarin penampilannya tidak begini. Pernah juga satu kali dia berdandan super menor, sengaja meniru gaya genit kawan-kawannya.”
”Oh iya?”
Betapa lucunya air mukamu. Aku hampir pula tertawa.
”Tapi ingat, Lucyson ini juga mewarisi jiwa iblis. Pemberontak!”
”Oh ya?”
”Kelihatan sekilas dia selayaknya perempuan kebanyakan. Lemah lembut, santun, rajin dan lain-lain. Sekilas begitu. Sekali lagi, sekilas. Buktinya, dia membiarkan tubuhnya berlumuran peluh laki-laki. Setiap malam tubuhnya menjadi bulan-bulanan berahi. Setiap malam dia berkelana memunguti zinah di mana pun dia suka. Atau cuma pamer ukiran auratnya. Dia paling mudah terlena oleh puji-pujian. Dia haus popularitas, dahaga pujian dan silau pada sanjungan orang-orang. Dia ingin sekali tersohor seperti ibunya, sang rembulan. Ingat itu!”

***
Aku nyaris saja terbahak-bahak melihat penampilanmu sore ini. Hari-hari kemarin kamu tampak parlente sekali. Pakaian rapi, penampilan trendi dan air muka selalu memancarkan kesegaran. Handphone-mu juga biasanya menggelayut mesra pada leher berlemakmu Kali ini, di perpustakaan kota tempat kita biasa berdiskusi pada waktu-waktu senggang, kelihatannya ada yang berubah pada dirimu..
”Aku dirampok habis-habisan oleh begundal kembar itu tadi malam!” katamu.
”Astaga! Kapan? Di mana?”
”Pokoknya… tragis!”
”Tragis?”
”Ya, tragis pokoknya!”
Rupanya kamu belum mau mengaku. Boleh aku tebak? Ehm. Aku akan mencoba menganalisis. Menurutku, kamu pasti malu atas sesuatu. Taruhlah kamu sempat berbincang atau nekat memeluknya, lalu adegan itu direkam, diafdruk, dan dicetak. Terus, fotonya mereka pakai untuk memerasmu. Itu analisis pertamaku.
Analisis kedua, kamu terjebak suatu skenario mereka. Entah mungkin semalam kamu di kafe mana, makanan, minuman atau bahkan parfum atau asap rokok mereka telah membius akal sehatmu. Lalu kamu melakukan sedikit adegan mesra, dipotret mereka, dan seterusnya, dan seterusnya.
Analisis ketiga, celakanya, kamu sempat mereguk anggur zinah bersama gadis malam itu. Entah di sudut taman kota, di hotel, vila di luar kota atau malah di kantormu. Nah, waktu itu kamu lengah lantaran mabuk syahwat. Kamu tidak tahu ada kamera yang merekam adegan mesum itu. Mungkin kakaknya menggrebek perbuatan kalian, lantas menodongmu dengan ancaman psikologi massa.
Atau, kalau kejadian itu di taman kota, kamu lengah, mendadak kakak kembarnya keluar dari kegelapan taman. Sang putera malam itu menempelkan ujung belati di kulit lehermu. Kamu tidak berkutik mirip kura-kura kehilangan rumahnya. Lantas uangmu dikuras, aksesori keparlenteanmu ludes bahkan kamu nyaris ditelanjangi habis-habisan oleh serigala-serigala malam, komplotan anak iblis itu.
Benarkah demikian kisah kemalanganmu? Ayo, mengaku sajalah, Bung!
Ironisnya, kamu tidak melaporkan kejadian itu kepada polisi, kamu seolah-olah sengaja menyimpan perkara itu. Hayo, kenapa? Pasti kamu malu.
Aku berani bertaruh: paling-paling karena alasan moral, bukan masalah tindak kekerasan, kriminalitas atau berapa harga barang yang tercerabut dari dirimu. Bagimu, menurutku, uang terbuang berapa juta pun tidak jadi masalah, sebab toh sesudah itu kamu sanggup meraup beberapa puluh juta dalam sekejap. Tapi kalau sudah menyangkut masalah moralitas yang niscaya berimbas pada kredibilitas dan identitas dirimu, masalahnya jelas tidak main-main.
Ya, masalah moralitasmu. Dalam moralitas itu kamu masukkan pula gengsi serta harga diri. Tentu saja hal ini berpengaruh sekali terhadap reputasimu. Reputasimu sebagai pejabat, public figure, berstatus sosial sangat mengkristal di lingkungan kota kita, di samping statusmu sebagai seorang kepala rumah tangga dengan tiga anak yang sudah remaja. Kamu juga kaya. Kamu bisa dapatkan apa saja dengan jabatan dan hartamu. Namun, ternyata harga dirimu lebih segala-galanya bagimu. Apalagi orang-orang mengenalmu sebagai manusia yang taat beribadah. Perselingkuhan jelas terkutuk sekali di mata masyarakat kita yang agamis.
Ah, terserahlah. Hak asasimu. Hanya saja aku penasaran, bagaimana kamu bisa ketemu mereka, padahal aku sudah memberi tahu bahwa siapa dalam diri mereka. Mustahil amat kamu mau sembarang berdekatan dengan gadis itu bahkan sampai nekat tersesat di taman kota atau di sela bangunan yang gelap-gulita sana. Makanya aku tadi mencoba dengan beberapa analisis.
”Pokoknya… tragis!”
”Hanya ‘pokoknya tragis’ begitu?”
”Ya!”
Aku mendiamkan dulu setelah kamu mengulang kata ”pokoknya… tragis”. Kamu masih bertahan menyimpan aib paling memalukan dalam sisa-sisa usia senjamu, berkaitan dengan kedua anak kembar iblis itu. Aku tidak tahu kenapa. Soal zinah dan naasmu tadi semata-mata terkaanku kok. Pasalnya, jawabanmu cenderung melahirkan pertanyaan.
”Pokoknya tragis!” tandasmu, menegaskan jawabanmu sendiri.
Susah nian membujukmu! Tampaknya cuma manusia semacam Lucyson itu yang bisa merayumu, seperti Samson ditekuk Delila, seperti Adam dibujuk Hawa.******

babarsariyogya, juni 2002

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae