Jumat, 26 Juni 2009

Seni itu Memberi Ruang Redam

Ugoran Prasad (Seniman Muda dan Pekerja Teater Garasi)
Pewawancara: Mustaan
http://www.lampungpost.com/

PILIHANNYA bergelut dalam dunia seni tak sia-sia, malah membuahkan hasil gemilang. Muda dan berkarya, begitulah yang ada di benak Ugoran Prasad, pekerja sastra kelahiran Lampung yang memilih menetap di Yogjakarta.

Lama bergelut di dunia sastra, banyak karya yang telah ditelurkan dan membuahkan apresiasi, penghargaan untuk karya cerita pendek terbaik untuk Cerpen Pilihan 2005–2006, di salah satu harian nasional ternama tahun 2007, dan karya fiksi peserta Utan Kayu Literary Bienalle 2007, Komunitas Teater Utan Kayu 2007.

Bolak-balik Lampung–Jogja, kerap dilakukan Ugoran. Maklum saja, meskipun memilih Kota Gudeg untuk berkarya, toh keluarga besarnya masih di Tanah Bumi Ruwa Jurai. Bahkan, usai menerima penghargaan dari Kompas, ia mampir ke Kota Tapis untuk sekadar melepas kangen di kota kelahirannya. Ugoran pun berbagi pengalaman dengan wartawan Lampung Post Mustaan seputar seni dan karya sastra.

Bagaimana pandangan Anda tentang perkembangan dunia seni sastra di Indonesia?

Sastra adalah medan kesenian yang paling bisa bertahan dalam keadaan paling darurat. Penyair bisa bekerja dengan pulpen dan selembar kertas tisu. Jadi asumsinya, sastra bisa hidup dalam keadaan apapun. Saya bekerja di kelompok teater yang saya rasa lebih besar tuntutannya.

Sebagai karya, teater berlangsung seketika yang peristiwanya diciptakan bersama penonton. Sastra juga membutuhkan pembaca, tapi tidak di saat yang sama.

Begitu karya sastra selesai, ia menjadi dokumen, milik sejarah, bahkan bagi pengarangnya. Dokumen, selama tersedia, selalu bisa dikunjungi kapan saja. Mpu Prapanca, karyanya baru dibaca 400 tahun setelah kematiannya. Kini, ahli sejarah Asia mana yang belum baca Negarakertagama?

Nah, soal perkembangan, ini lain lagi. Pertanyaan ini memaksa saya balik bertanya: kita mau membicarakan perkembangan yang bagaimana? Atau, apa yang sebenarnya disebut sebagai perkembangan sastra? Parameternya apa? Ini soal yang rumit, saya pikir. Menilik bahwa penyair-penyair terus dilahirkan, penulis muda dapat ruang, pembaca masih berminat membaca, untuk mudahnya, ya baiklah, sastra Indonesia masih menciptakan ruang perkembangan. Ini tidak memuaskan, tapi cukup.

Tentang perkembangannya di Lampung?

Saya melihat sastra di Lampung dari kejauhan. Sejak 1996, saya kuliah di Jogja. Jadi sama sekali tidak sempat kontak langsung dengan pengarang-pengarang Lampung. Saya malah ketemu bang Is (Iswadi Pratama, red) di Jogja, lewat kontak Teater Satu dengan Teater Garasi. Dina Oktaviani juga, ketemu di Jogja. Waktu SMA saya dengar nama-nama penulis atau penyair Lampung, ada Iwan Nurdaya-Djafar atau Isbedy Setiawan Z.S. Tapi saat itu, karya tulis orang dari Lampung yang benar-benar saya baca cuma Bubin Lantang.

Akhir 90-an baru saya dengar perkembangan menarik forum-forum sastra di Lampung. Sekarang ada banyak nama-nama seumuran saya yang cukup perlu untuk dibaca. Ada Ari Pahala, Jimmy Maruli, untuk menyebut beberapa nama.

Perlu tidak karya sastra sebagai wujud berkesenian mulai diajari sejak usia dini. Apa gunya juga berkesenian itu?

Saya pikir sastra, bahkan kesenian secara luas, sangat penting nilainya, terutama sekarang ini. Dunia bekerja sangat cepat, orang cenderung dipaksa beradu cepat, berebut hal-hal penting. Pasar ada di mana-mana, politik, ekonomi, semuanya pasar.

Dan sastra nggak terlalu berguna sebenarnya. Nggak bakal mati kalo nggak ada sastra. Justru di situ pentingnya. Seni memberi ruang redam. Suatu ruang selainnya kenyataan sehari-hari namun sekaligus anak kandung dari kenyataan itu sendiri. Ini paling kelihatan dalam prosesi orang masuk gedung bioskop atau teater. Antre, masuk ke ruang lain, gelap, mengambil tempat duduk, selama dua jam mengonsumsi bukan kenyataan yang terberi oleh kenyataan. Struktur ini sama juga dengan sastra, hanya batas spasialitasnya lebih kabur.

Anda ahli membuat karya cerpen hingga menjadi cerpenis terbaik versi salah satu surat kabar nasional?

Soal ahli-ahlian ini, saya bukan ahli. Ini bukan soal rendah hati atau bukan. Buat saya, tidak penting seorang pengarang itu ahli atau bukan. Saya pikir pengarang yang baik adalah pengarang yang selalu mengenyahkan pikiran tentang “ahli-ahlian” ini. Oya, (penghargaan) itu juga bukan untuk cerpenis terbaik. Cerpenis terbaiknya buat saya jelas. Ada Danarto, Seno Gumira, Adek Alwi, Gus Tf., mereka sungai, saya empang. Cerpen terbaik, ini lain. Karya itu, dari skema ruang dan waktu yang terbatas, dianggap baik mata dua orang juri, dua orang pembaca. Penilaian ini belum tentu disepakati pembaca yang lain. Ruang yang tercipta dari berbagai pandangan dan aras penilaian–suatu diskursus–itulah yang menumbuhkan.

Dari mana asalnya saya bisa bikin cerita, itu bisa saya jawab. Saya belajar membaca dan menulis. Belajar membaca sebagai pembaca dan belajar membaca sebagai penulis. Juga, belajar menulis sebagai pembaca. Pelajaran saya sendiri belum selesai. Jadi, saya nggak bisa sok tahu. Saya bisa bagi metode saya tapi metode itu bisa salah.

Bagaimana posisi sastrawan asal Lampung di kancah seni sastra di Indonesia, apakah sudah mulai diperhitungkan? Apakah cerpenisnya juga sudah mulai tumbuh di Lampung?

Saya pikir iya. Terakhir saya dengar Iswadi Pratama, bersama penyair dari empat kota lain (Gunawan Maryanto, Nur Zen, Sindu Putra dan S. Yoga), disebut sebagai penyair di bawah usia 40 yang paling pantas diperhitungkan di Indonesia. Kalau tidak salah, judul antologinya Lima Pusaran. Saya pikir komentar Nirwan Dewanto tentang perkembangan penyair-penyair terkini, termasuk di Lampung, lumayan keras. Harusnya bisa jadi perdebatan yang menarik. Siapa tahu Nirwan salah lagi.

Cerpennya memang cuma saya baca beberapa. Tidak sekaya hasil ciptaan puisi, entah kenapa. Mungkin belum.

Menulis cerpen itu bagian dari kerja jurnalistik. Pada kondisi bangsa yang memang masih mencari jatidirinya, apakah sangat layak untuk dibuat karya cerpen atau cerita lainnya?

Dalam kondisi apapun cerita layak dibuat, dituliskan. Dari dulu tukang cerita, para pendongeng, mengikatkan diri pada kondisi, bertolak dari kondisi, untuk bisa memamah kondisi. Sekalipun gak paham-paham, proses memamah ini penting. Bahwa banyak pengarang mengambil inspirasi dari kerja jurnalistik, ini benar. Tapi menyebut kerja penulisan fiksi sebagai bagian dari kerja jurnalis, sepertinya terlalu menekan. Jurnalisme diharuskan bekerja sebagai penyampai kebenaran. Ini ontologi sekaligus sumber soal terbesar jurnalisme, kan? Fiksi lebih ringan hati. Suatu fiksi yang baik, berusaha merekam dan merepresentasikan konteks tertentu dengan logika tertentu pula, artinya ia perlu melengkapi diri dengan data yang baik, mematuhi aturan sebab akibat tertentu. Saya bilang tertentu, sebab realisme dan fantasi, misalnya, ukuran-ukuran intrinsiknya berbeda. Begitupun ukuran itu harus ada. Nah, sepatuh apapun, selengkap apapun, fiksi bukanlah kebenaran. Mungkin ada pretensinya, tapi ia tetap bukan kebenaran. Ia bisa mirip, terasa seperti, tapi bukan. Batasannya jelas.

Seorang cerpenis biasanya identik dengan perayu, ahli diplomasi, ahli pidato dan bahkan ahli dalam dokumentasi. Apakah itu memang karakter seniman pada umumnya?

Saya bisa merayu ibu saya. Merayu teman perempuan saya juga bisa, tapi jarang yang percaya. Diplomasi, saya tidak bagus. Sering berujung pada ribut keras yang nggak produktif. Saya tidak terlalu suka karakter diskusi verbal. Saya sangat jarang bisa mendapatkan kedalaman pembahasan kecuali dalam diskusi kecil yang terbatas, 5–8 orang. Lebih dari itu, pasar. Kadang-kadang pasar bagus juga, kadang bikin capek. Dokumentasi, saya pikir penting. Saya sangat terinspirasi dengan modus-modus dokumentasi pengarang-pengarang dari disiplin angkatan 40 sampai 60-an. Rajin, teliti, mungkin karena zaman itu belum ada TV. Karakter seniman pada umumnya, saya pikir lebih banyak yang mengira dirinya seniman daripada yang benar-benar berkesenian. Begitu seniman mengira dia harus mengutamakan ciri-ciri tertentu agar tampak seperti seniman, sebenarnya dia lebih cocok jadi tentara.

Biasanya seniman termasuk cerpenis atau penyair, dimulai saat orang kuliah. Dengan indekos dia mencari tambahan uang saku, kuliah, makan atau indekos. Pengalaman Anda?

Ya, seperti itulah, biasanya. Saya agak lebih ringan, karena bisa cari duit dengan cara lain. Menerjemahkan buku, menulis liputan, dokumentasi proses, semacam itu. Di waktu awal, saya tidak mau membebani kerja penulisan fiksi saya dengan proses cari duit, jadi bisa lebih rileks. Satu cerpen bisa saya kerjakan berbulan-bulan, satu novel bertahun-tahun. Tapi ada efek lain, saya jadi tidak prolifik. Lagian, sebenarnya tidak harus satuan waktu berbanding lurus dengan pencapaian karya. Tidak harus berlama-lama. Ada yang bisa bikin cerita dari satu peristiwa terantuk batu. Itu saya tidak bisa.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae