Asvi Warman Adam
http://www2.kompas.com/
JATUHNYA Soeharto membuka peluang munculnya karya sastra yang selama Orde Baru terlarang. Tiga dekade rezim otoriter itu identik dengan kematian sastra kiri, yaitu karya pengarang yang dianggap “terlibat G30S”. Demikian yang dialami Martin Aleida yang kiprahnya di dunia sastra tersumbat lebih dari 30 tahun. Baru sejak medio 1998 Martin bisa menerbitkan beberapa buku, yaitu Malam Kelabu, Ilyana dan Aku (kumpulan cerpen), Layang-Layang Tidak Lagi Mengepak Tinggi-tinggi (novelet), dan Perempuan Depan Kaca (kumpulan cerpen). Yang terakhir adalah Leontin Dewangga (kumpulan cerpen) yang terbit akhir Desember 2003.
Martin Aleida lahir di Tanjung Balai, Sumatera Utara, 31 Desember 1943. Ia mendarat di Jakarta tahun 1963. Semula bernama Nurlan, ia aktivis Lekra Jakarta Raya. Setelah meletus G30S pada 1965, ia kemudian ditangkap tahun 1966 dan ditahan selama beberapa waktu. Setelah berganti-ganti pekerjaan (buruh bangunan, pelayan restoran, penjaga kios, pedagang kaki lima), dengan nama pena Martin Aleida ia menjadi wartawan majalah Tempo selama 13 tahun. Ketika identitasnya diketahui aparat, ia terpaksa berpindah kerja sebagai staf lokal Kantor Penerangan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jakarta selama 10 tahun.
Sastra perlawanan
Buku Leontin Dewangga terdiri atas 17 cerpen. Tiga cerpen yang pertama, Malam Kelabu, Leontin Dewangga, dan Ode untuk Selembar KTP berlatar peristiwa 1965. Peristiwa 1965 yang diawali dengan penculikan para jenderal oleh pasukan Cakrabirawa pada subuh, 1 Oktober 1965, merupakan konflik yang terpanjang dalam sejarah nasional setelah merdeka. Satu-satunya konflik vertikal dan horizontal yang merombak tatanan politik, ekonomi, dan sosial bangsa Indonesia secara drastis. Di balik perubahan besar itu, yang terjadi adalah penderitaan puluhan tahun bagi mereka yang dituduh terlibat beserta keluarganya. Kesengsaraan dan stigma buruk itu tetap membekas sampai hari ini.
Cerpen Malam Kelabu menceritakan tentang seorang pemuda asal Sumatera Utara yang pergi melamar calon istrinya di sebuah desa di pinggir Bengawan Solo. Di atas perahu penyeberangan, sebelum sampai ke desa yang dituju, ia mendengar tentang bencana yang menimpa sang kekasih sekeluarga.
“Seminggu lalu ketahuan di rumah Partini menginap seorang pelarian PKI dari Yogya, kakak dari Mulyohardjo. Orang itu dicincang rakyat sampai mati. Rumah dibakar jadi abu”… Rakyat tak pandang bulu. Tak punya pertimbangan dalam melampiaskan amarah dan dendam kesumat yang sudah lama terpendam.
Seperti di daerah lain, keluarga komunis hilang. Tak peduli Ibu Mulyo yang buta huruf. Tak mau tahu dengan Partini dan adik-adiknya yang buta politik. Politik tak punya mata. Mereka ikut hilang di tepi bengawan.
Si pemuda hanya bisa mengeluh tanpa daya
“Engkau dan seluruh keluargamu sudah tiada. Tiada kubur tempat ziarah, seakan-akan engkau tak boleh diterima bumi karena ayahmu komunis. Karena pamanmu…” rintihnya liris, mengiris-iris.
Selang beberapa saat, ia mengambil keputusan mendadak: mengakhiri hidupnya sendiri dengan sebilah pisau yang disimpannya di balik bajunya dan tercebur di dalam arus Bengawan Solo.
Cerpen Leontin Dewangga menceritakan seorang pemuda Aceh, Abdullah, yang ditangkap pascaperistiwa 65 karena dituduh komunis. Ketika ditangkap, di sakunya terdapat surat ayahnya yang mengabarkan bahwa orangtua Abdullah akan naik haji dengan menumpang kapal laut, yang akan memakan waktu tiga bulan. Surat inilah yang menyelamatkan Abdullah. Ia diizinkan aparat keluar, tetapi harus melapor setiap minggu.
Abdullah yang hidup gelandangan itu menawarkan tenaga mengangkat barang penjual sayur di Pasar Senen. Suatu hari, Abdullah bertemu seorang ibu dari Bungur, pemilik warung yang terpikat oleh sikap Abdullah. Seusai mengangkat barang, Abdullah dihidangkan makanan oleh si ibu. Selanjutnya, Abdullah berkenalan dengan Dewangga Suciati, anak pemilik warung, yang kemudian menjadi istrinya.
Sampai mereka mempunyai dua anak, Abdullah tidak pernah menjelaskan kepada istri dan keluarga istrinya tentang dirinya. Istrinya, Ewa, tidak merasa asing dengan percakapan antara Abdullah dan tamu-tamunya. Percakapan mereka mengingatkan Ewa akan percakapan ayahnya almarhum dengan teman-temannya.
Ketika istrinya berjuang melawan maut karena kanker stadium terakhir, Abdullah memutuskan berterus terang kepada istri. Mendengar cerita suaminya, Ewa meminta Abdullah membuka leontin yang terpasang di lehernya. Ternyata di situ ada gambar semacam bulan sabit berwarna merah, lambang gerakan tani yang melancarkan aksi sepihak untuk melaksanakan Undang-Undang Pokok Agraria. Leontin ini dikalungkan oleh ayah Ewa ketika ia berusia 17 tahun, sebelum sang ayah dibawa oleh seorang algojo yang dikirim oleh tuan tanah pada tahun 1965. Sejak itu ayahnya tak pernah lagi kembali. Kemudian Ewa sendiri pernah diperkosa oleh aparat keamanan ketika mencari ayahnya.
Kisah perempuan yang menunggu maut menjemput karena kanker itu sendiri sudah menyedihkan. Namun, kisah cinta antara dua keluarga korban 1965 yang baru saling mengetahui riwayat hidup masing-masing setelah maut akan memisahkan mereka betul-betul tragedi anak manusia. Jutaan orang di Indonesia sampai hari ini masih dihinggapi trauma dan menutup identitasnya.
Cerpen Ode bagi Selembar KTP mengisahkan kehidupan seorang wanita yang pernah menghuni kamp konsentrasi perempuan Plantungan, Kendal, Jawa Tengah. Stigma buruk terhadap mereka yang terlibat G30S itu meskipun sudah ditahan sekian tahun tanpa proses pengadilan diawetkan dengan memberi tanda ET atau ETP pada kartu tanda penduduk mereka. Dengan hasil penjualan sebidang tanah warisan ayahnya, perempuan itu menyogok petugas di kelurahan jutaan rupiah sehingga ia memperoleh KTP yang bebas dari tanda keji itu.
Ia disesali putrinya karena uang jutaan itu bisa digunakan anak-anaknya untuk modal berjualan, membuka toko obras, melanjutkan sekolah, atau membuka bengkel. Tetapi, sang perempuan sudah mengambil keputusan.
“Waktu telah mengajariku bahwa siapa pun tak bisa membuat kata-kata menemukan kenyataan yang dijanjikannya. Aku tak bisa menunggu.”
Perjuangan batin perempuan ini sungguh ganjil bagi masyarakat Indonesia pada umumnya yang sama sekali tidak memiliki persoalan dengan KTP mereka. Tetapi, itulah kenyataan yang sangat diskriminatif yang menimpa para korban 1965 (sampai sekarang).
Cerpen-cerpen yang lain memperlihatkan kepedulian terhadap rakyat kecil yang tertindas. Dengan satu dan lain cara, mereka tetap melawan. Perlawanan itu bahkan dilakukan bukan hanya oleh manusia. Kolam dan anjing pun bisa protes. Sayang cerpen Martin Aleida berjudul Kesaksian Ganja Kering, Basah Air Mata (Kompas, 5 Oktober 2003) tidak termuat dalam kumpulan ini. Ganja kering itu pun hidup dan bersaksi tentang pelanggaran HAM di Aceh dan di Indonesia.
Tidak menyerah
Lahir, jodoh, rezeki, dan mati ada di tangan Tuhan, demikian kata orang yang beriman. Tetapi, bagi mereka yang dianggap terlibat G30S, ada pihak lain yang menentukan nasib mereka. Meskipun tidak meminta dilahirkan sebagai anak seorang PKI, sang anak akan memikul “dosa turunan” yang seakan-akan diwariskan orangtuanya. Perkawinan pun bisa batal bila diketahui salah seorang pasangan itu “tidak bersih lingkungan”, artinya memiliki keluarga yang terlibat peristiwa 1965. Rezeki mereka jelas terhadang karena korban 1965 beserta keluarganya tidak bisa menjadi pegawai negeri, bahkan pegawai pada kebanyakan perusahaan swasta terkemuka. Kematian telah dialami oleh mereka yang dibantai tahun 1965/1966 atau yang meninggal secara tidak wajar di tempat-tempat penahanan yang jumlahnya ratusan buah di Tanah Air, termasuk kamp terbesar di Pulau Buru yang berkapasitas 10.000 orang.
Maka, yang digambarkan oleh Martin Aleida dalam buku ini hanyalah upaya untuk menertawakan atau mengejek nasib. Sungguhpun pada setiap cerpen itu terkandung pesan untuk tidak menyerah. Itulah pesan utama dari karya sastra perlawanan.
*) Juri Anugerah Sastra Khatulistiwa Award, 2003
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar