Efri Ritonga, Oktamandjaya Wiguna, Angela
http://www.ruangbaca.com/
Fiksi bernapas Islam tumbuh tanpa peningkatan kualitas
Beberapa tahun silam, Aisyah Putri adalah bunga di musim semi. Hampir tidak ada pembaca buku remaja Islam yang tidak mengenalnya. Pintar, ramah, dan baik hati, teladan yang ia berikan meresap di hati pelajar sekolah menengah, yang menjadi pembaca utamanya.
Bak gulungan ombak, seri karya Asma Nadia ini meraup sukses di pasar fiksi Tanah Air. Keberhasilan Aisyah Putri, yang mencuri perhatian remaja hampir tujuh tahun silam, itu antara lain karena penokohan yang sangat lokal dan mengena di hati remaja Indonesia. Bak kata anak remaja, “gue banget”. Apalagi, di masa itu, fiksi remaja populer didominasi chicklit dan teenlit terjemahan yang kurang menyentuh kehidupan pembaca lokal.
Menurut Asma, ciri khas novel remaja islami terletak pada muatan nilai di dalamnya, verbal atau pun tidak. “Fiksi islami mencoba untuk memberi pencerahan bagi pembacanya,” kata penulis yang telah menghasilkan banyak karya best-seller ini. Selain itu biasanya juga terletak pada gaya bahasa dan tema yang meremaja. “Banyak pembaca melihat novel jenis ini sangat membumi, karena tokohnya tidak cantik dan sempurna fisiknya, dan mewakili gambaran umum remaja di mana-mana,” kata Asma.
Bersamaan dengan melejitnya serial Aisyah Putri, fiksi bertema serupa ikut mencecap panen. Adalah penerbit Mizan dan Lingkar Pena Publishing House yang menjadi pelopor fiksi bernapaskan Islam ini. Lewat Divisi Anak dan Remaja (DAR), Mizan kemudian menerbitkan sejumlah karya dengan nuansa Islami. Mizan melabelinya dengan istilah Nori atau Novel Remaja Islam. Sejak itu, novel remaja islami semakin populer dan penjualannya laris. Hingga kini, mereka memiliki lebih dari 200 judul.
Salah satu ciri khas fiksi ini adalah tokohnya yang mencerminkan teladan bagi remaja dan sarat nilai-nilai islami. Jika tokohnya remaja putri, biasanya mengenakan kerudung. Temanya tetap menyentuh masalah keseharian remaja; perasaan berbunga-bunga ketika jatuh cinta, persaingan antarteman, dan masalah keluarga.
Fiksi Islami mencapai puncak kejayaannya pada 2004-2005 tatkala semua rak buku memajang novel dan kumpulan cerpen dengan sampul gadis-gadis berjilbab. Karya chicklit, yang ketika itu menjadi santapan pembaca Muslim, terpaksa menahan cemburu.
Gurihnya pasar fiksi islami pada masa itu ikut memicu tumbuhnya penerbit-penerbit kecil. Tidak itu saja, penerbit besar yang sebelumnya sudah berkiprah di dunia buku-buku Islam ikut meluncurkan tema serupa. Bahkan penerbit umum seperti Gramedia pun ikut menaruh hati. Temanya pun meluas tidak hanya pada basis remaja, namun juga menyentuh persoalan orang dewasa yang lebih kompleks.
Gema Insani Press, yang sebelumnya lebih banyak menerbitkan karya nonfiksi terjemahan, belakangan juga ikut bermain di pasar ini. “Kami pada waktu itu melihat bahwa karya-karya fiksi islami memiliki prospek yang cukup baik,” kata Iwan Setiawan, General Manager GIP.
Karena GIP tidak memiliki bagian riset dan pengembangan, mereka kemudian menyewa orang-orang untuk mengevaluasi manajemen penerbitannya. “Mereka menyarankan kami untuk mengembangkan sayap ke fiksi islami,” kata Iwan.
Musim semi fiksi islami ini juga bertabur nama-nama penulis baru dan sejumlah penulis lama yang memutuskan putar kemudi. Di antara mereka ada nama Pipiet Senja yang pada era 80-an berkarya lewat novel-novel bertema umum. Di antara sekian nama yang melejit itu, kakak-beradik Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia yang membesarkan Forum Lingkar Pena termasuk yang tercatat melahirkan karya berbobot. Meski berbalut tema islami, karya mereka mudah dikenali lewat kemampuan bertutur yang padat dan detail. Tema yang dibidik pun beragam. Mulai dari serpihan kisah di daerah konflik hingga pertempuran batin sang tokoh yang tengah mencari jati diri.
Tema lokal juga menjadi primadona pada masa itu. Ada Novia Syahidah yang mengangkat konflik batin gadis Jawa dalam tiga bukunya Putri Kejawen (2002), Di Selubung Malam (2003), dan Mengemas Rindu (2004). Ada pula kisah tentang pergolakan batin pemuda Papua bernama Omabak, yang bersekolah di Jawa dan menemukan daya tarik Islam dalam novel Amungme (2006), atau Tasaro yang mengangkat kisah dari Aceh lewat tiga bukunya Di Serambi Mekkah (2005), Pitaloka (2006), dan Samita (2007). Menurut Helvy, di tengah impitan globalisasi yang membuat sebagian penulis enggan menggarap tema lokal, keputusan penerbit untuk menampilkan nilai lokal patut dihargai.
Sayangnya, memasuki 2006, fiksi Islami mulai mencapai titik jenuh. Manajer Redaksi Anak dan Remaja Mizan, Benny Rhamdani melihat masalah ini terjadi akibat membanjirnya novel fiksi islami yang tidak diikuti dengan peningkatan kualitas isi cerita. “Akibat booming itu banyak yang ikut menerbitkan tanpa memperhatikan kualitasnya,” kata Benny.
Benny mencontohkan banyaknya novel yang sekedar mengutip ayat-ayat Alquran kemudian dilabeli fiksi Islam. Bahkan ada, kata Benny, cerita fiksi yang nuansa Islamnya hanya sebatas percakapan para tokohnya yang mengucap assalamu alaikum atau alhamdulillah. “Islamnya cuma tempelan,” keluh Benny.
Ini berujung pada kejenuhan pasar akan fiksi islami yang, menurut Benny, kian hari kian tak terjaga kualitasnya. Pada saat yang sama muncul novel chicklit dan teenlit lokal yang semakin menggerus buku fiksi islami. Bahkan Benny melihat ada penulis fiksi Islam ikut beralih menulis chicklit.
Beruntung pada era itu muncul novel Ayat-Ayat Cinta yang kesuksesannya tetap menjaga semangat para penerbit dan penulis buku fiksi Islam untuk terus berkarya. Namun Benny menyayangkan momentum ini dipakai oleh penulis untuk kembali membangkitkan fiksi islami dengan dengan cara mengekor sukses novel karya Habiburrahman El-Shirazy ini.
Ramai-ramai para penulis mengangkat tema serupa. Benny mengakui pihaknya menerima banyak naskah dengan tema, tokoh, plot, dan seting yang mirip dengan Ayat-Ayat Cinta. “Sayang sekali karena momen ini tidak dipakai untuk membangkitkan kembali fiksi Islam,” kata Benny.
Kelangkaan bahan ini membuat Mizan sangat berhati-hati memilih. Sepanjang tahun lalu novel Mizan yang mendapat sambutan cukup baik hanyalah Lafaz Cinta karya Sinta Yudisia. Novel ini terjual sekitar seribu eksemplar per bulan dan sudah cetak ulang sebanyak tiga kali.
Karena naskah yang masuk kurang memenuhi harapan pula, Mizan memutuskan untuk mengemas ulang buku-buku yang sebelumnya pernah menjadi best-seller. Mizan menerbitkan ulang Diorama Sepasang Albana karya Ari Nur dan menyatukan buku trilogi karya Gola Gong di bawah judul Cintamu Seluas Samudera.
Langkah ini ditempuh sambil mendekati penulis agar membuat tema yang lebih beragam seraya menunggu naskah berkualitas tiba. Mizan sendiri lebih membidik pembaca yang dulu menikmati buku terbitan DAR Mizan. Benny mengatakan, pembaca setia tersebut saat ini sudah berusia 20 tahun ke atas dan sudah menikah sehingga tema novel harusnya bisa mengakomodir karakteristik itu.
Benny mengatakan, Mizan berharap nantinya fiksi islami bisa bergeser dari format populer menjadi lebih nyastra. Mizan, kata Benny, juga menginginkan nuansa islami dalam karya fiksi tersebut tidak sekedar di kulit saja tapi keseluruhan isinya memuat ajaran-ajaran Islam yang universal yang bisa diterima semua orang. “Istilahnya, fiksi Islam itu bukan hanya untuk yang berkerudung tapi yang tidak berkerudung juga bisa menikmati,” ujarnya.
Helvy Tiana Rosa juga melihat peluang fiksi Islam juga masih cerah. Apalagi, banyak pemicu bagi tumbuhnya gairah menikmati fiksi jenis ini. “Tidak lagi tertatih-taih seperti ketika dulu saya “menjajakan” tema ini pertama kali pada para pembaca,” katanya.
Helvy melihat, tumbuhnya pasar fiksi Islami karena kian banyak pembaca novel populer yang ingin mencari alternatif bagi kebutuhan ruhaniahnya. Orang butuh karya-karya yang reflektif. Masalahnya, memang tidak banyak karya menjanjikan dengan bendera Islam yang muncul di pasaran. Tidak heran jika menyebut sastra Islam, orang lebih banyak mengacu pada karya terjemahan penulis Timur Tengah dan Asia Selatan seperti Iqbal, Najib Mahfuz, dan Taufiq Al Hakim serta karya ulama seperti Buya Hamka dengan roman terkenalnya Tenggelamnya Kapal Van der Wijck.
Karya-karya yang muncul belakangan, menurut Helvy, Benny, dan Asma Nadia, sayangnya cenderung stagnan, tidak berkembang, dan basi. Boleh dibilang karya fiksi islami bernapas sama; awalnya sang tokoh jauh dari Islam, dilanda cobaan, insyaf, dan berakhir bahagia. Bagi sebagian orang, kisah sejenis ini dipandang mampu memberi penyadaran edukatif, namun bagi sebagian lainnya justru menimbulkan kejengkelan. Ini memberi kesan seolah-olah Islam itu hanya sebatas jenggot, salat sunah dan puasa komplet, bahasa Arab, dan keajaiban hidayah.
Asma melihat, fiksi islami yang berhasil adalah kisah dengan tokoh sangat beragam. Cerita islami tidak harus disampaikan melulu lewat tokoh yang baik-baik, katanya. “Misalnya, seperti hadits Rasul yang menyebut pelacur yang pernah memberi makan anjing,” katanya. “Jadi nilainya tidak melulu hitam putih, sebab dunia nyata kan memang tidak hitam putih.”
Secara pribadi, Asma menyebut ia lebih suka menyampaikan segala sesuatu dengan lebih sederhana, seberat apapun masalahnya, kalau bisa tidak mempersulit pembaca. “Kenapa kita harus bersulit2 kalau kita bisa memudahkan?” katanya.
Di satu sisi, menurut Asma, fiksi islami memiliki muatan ‘pencerahan’ atau bagi pribadinya menjadi salah satu bentuk ‘dakwah’.
“Dalam fiksi islami, sastra profetik, sastra religius, apapun istilahnya, harus ada nilai yang bisa dipetik,” katanya. “Tentu saja penyampaiannya tidak boleh verbal, sehingga pembaca, terutama pembaca remaja tidak merasa digurui.”
Menurut Asma, menjadi tugas pengarang untuk memastikan tulisan dia tidak mengajak kepada hal-hal yang buruk atau ada sesuatu yang bisa dipetik, tanpa terjebak menjadi verbal, dan di satu sisi juga memastikan bahwa sesuatu itu tidak hanya bermain di tataran pemikiran penulisnya saja, melainkan jelas-jelas bisa sampai kepada pembacanya.
Penulis fiksi islami yang kerap menjadi pembicara pada banyak diskusi bertema fiksi islami, Jonriah Ukur Ginting, yang lebih dikenal lewat nama penanya Jonru, melihat fiksi islami menjadi lari dari cita-citanya semula, yakni sebagai bacaan alternatif untuk memenuhi kebutuhan ruhaniah. “Buku-buku fiksi islami yang kemudian beredar tak lagi sarat makna tetapi hambar dan membosankan,” kata penulis Kasih Tak Terlerai dan Cowok di Seberang Jendela ini.
Pembaca tidak mendapatkan lagi pencerahan batin, tetapi sekadar hiburan yang tak begitu butuh ketajaman pikiran dan kedalaman rasa. Fiksi islami tinggal sebatas komoditas. Karena itu, banyak penerbit yang sebelumnya mendukung, kini lebih berharap pada penerbitan nonfiksi atau kisah-kisah nyata.
Jonru melihat keberadaan wakil penulis fiksi Islam Helvy Tiana Rosa di Dewan Kesenian Jakarta diharapkan bisa mendongkrak nasib fiksi Islam sehingga bisa diterima menjadi bagian dari sastra Indonesia. “Jika hendak disebut sebagai karya sastra, mau tidak mau fiksi Islam harus berkualitas, bernilai sastra dan estetika,” katanya. “Untuk ukuran ini, mungkin baru Helvy, Asma, dan Habiburrahman yang bisa memenuhinya.”
Sayang, menurut Jonru, bahkan Ayat-Ayat Cinta pun tergelincir karena unsur romantismenya yang begitu dramatis sehingga hampir menjadi roman picisan. “Padahal, dari sisi muatannya, intertekstualitas nilai-nilai Islam yang elok bisa menjadi representasi sastra Islam,” katanya. Jika sastra seksis saja bisa mengepakkan sayap dan mendapat tempat di hati pembaca, katanya, kenapa sastra Islam tidak?
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar