Senin, 04 Mei 2009

Karena Fiksi bukan Kutbah Jumat

Efri Ritonga, Oktamandjaya Wiguna, Angela
http://www.ruangbaca.com/

Fiksi bernapas Islam tumbuh tanpa peningkatan kualitas

Beberapa tahun silam, Aisyah Putri adalah bunga di musim semi. Hampir tidak ada pembaca buku remaja Islam yang tidak mengenalnya. Pintar, ramah, dan baik hati, teladan yang ia berikan meresap di hati pelajar sekolah menengah, yang menjadi pembaca utamanya.

Bak gulungan ombak, seri karya Asma Nadia ini meraup sukses di pasar fiksi Tanah Air. Keberhasilan Aisyah Putri, yang mencuri perhatian remaja hampir tujuh tahun silam, itu antara lain karena penokohan yang sangat lokal dan mengena di hati remaja Indonesia. Bak kata anak remaja, “gue banget”. Apalagi, di masa itu, fiksi remaja populer didominasi chicklit dan teenlit terjemahan yang kurang menyentuh kehidupan pembaca lokal.

Menurut Asma, ciri khas novel remaja islami terletak pada muatan nilai di dalamnya, verbal atau pun tidak. “Fiksi islami mencoba untuk memberi pencerahan bagi pembacanya,” kata penulis yang telah menghasilkan banyak karya best-seller ini. Selain itu biasanya juga terletak pada gaya bahasa dan tema yang meremaja. “Banyak pembaca melihat novel jenis ini sangat membumi, karena tokohnya tidak cantik dan sempurna fisiknya, dan mewakili gambaran umum remaja di mana-mana,” kata Asma.

Bersamaan dengan melejitnya serial Aisyah Putri, fiksi bertema serupa ikut mencecap panen. Adalah penerbit Mizan dan Lingkar Pena Publishing House yang menjadi pelopor fiksi bernapaskan Islam ini. Lewat Divisi Anak dan Remaja (DAR), Mizan kemudian menerbitkan sejumlah karya dengan nuansa Islami. Mizan melabelinya dengan istilah Nori atau Novel Remaja Islam. Sejak itu, novel remaja islami semakin populer dan penjualannya laris. Hingga kini, mereka memiliki lebih dari 200 judul.

Salah satu ciri khas fiksi ini adalah tokohnya yang mencerminkan teladan bagi remaja dan sarat nilai-nilai islami. Jika tokohnya remaja putri, biasanya mengenakan kerudung. Temanya tetap menyentuh masalah keseharian remaja; perasaan berbunga-bunga ketika jatuh cinta, persaingan antarteman, dan masalah keluarga.

Fiksi Islami mencapai puncak kejayaannya pada 2004-2005 tatkala semua rak buku memajang novel dan kumpulan cerpen dengan sampul gadis-gadis berjilbab. Karya chicklit, yang ketika itu menjadi santapan pembaca Muslim, terpaksa menahan cemburu.

Gurihnya pasar fiksi islami pada masa itu ikut memicu tumbuhnya penerbit-penerbit kecil. Tidak itu saja, penerbit besar yang sebelumnya sudah berkiprah di dunia buku-buku Islam ikut meluncurkan tema serupa. Bahkan penerbit umum seperti Gramedia pun ikut menaruh hati. Temanya pun meluas tidak hanya pada basis remaja, namun juga menyentuh persoalan orang dewasa yang lebih kompleks.

Gema Insani Press, yang sebelumnya lebih banyak menerbitkan karya nonfiksi terjemahan, belakangan juga ikut bermain di pasar ini. “Kami pada waktu itu melihat bahwa karya-karya fiksi islami memiliki prospek yang cukup baik,” kata Iwan Setiawan, General Manager GIP.

Karena GIP tidak memiliki bagian riset dan pengembangan, mereka kemudian menyewa orang-orang untuk mengevaluasi manajemen penerbitannya. “Mereka menyarankan kami untuk mengembangkan sayap ke fiksi islami,” kata Iwan.

Musim semi fiksi islami ini juga bertabur nama-nama penulis baru dan sejumlah penulis lama yang memutuskan putar kemudi. Di antara mereka ada nama Pipiet Senja yang pada era 80-an berkarya lewat novel-novel bertema umum. Di antara sekian nama yang melejit itu, kakak-beradik Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia yang membesarkan Forum Lingkar Pena termasuk yang tercatat melahirkan karya berbobot. Meski berbalut tema islami, karya mereka mudah dikenali lewat kemampuan bertutur yang padat dan detail. Tema yang dibidik pun beragam. Mulai dari serpihan kisah di daerah konflik hingga pertempuran batin sang tokoh yang tengah mencari jati diri.

Tema lokal juga menjadi primadona pada masa itu. Ada Novia Syahidah yang mengangkat konflik batin gadis Jawa dalam tiga bukunya Putri Kejawen (2002), Di Selubung Malam (2003), dan Mengemas Rindu (2004). Ada pula kisah tentang pergolakan batin pemuda Papua bernama Omabak, yang bersekolah di Jawa dan menemukan daya tarik Islam dalam novel Amungme (2006), atau Tasaro yang mengangkat kisah dari Aceh lewat tiga bukunya Di Serambi Mekkah (2005), Pitaloka (2006), dan Samita (2007). Menurut Helvy, di tengah impitan globalisasi yang membuat sebagian penulis enggan menggarap tema lokal, keputusan penerbit untuk menampilkan nilai lokal patut dihargai.

Sayangnya, memasuki 2006, fiksi Islami mulai mencapai titik jenuh. Manajer Redaksi Anak dan Remaja Mizan, Benny Rhamdani melihat masalah ini terjadi akibat membanjirnya novel fiksi islami yang tidak diikuti dengan peningkatan kualitas isi cerita. “Akibat booming itu banyak yang ikut menerbitkan tanpa memperhatikan kualitasnya,” kata Benny.

Benny mencontohkan banyaknya novel yang sekedar mengutip ayat-ayat Alquran kemudian dilabeli fiksi Islam. Bahkan ada, kata Benny, cerita fiksi yang nuansa Islamnya hanya sebatas percakapan para tokohnya yang mengucap assalamu alaikum atau alhamdulillah. “Islamnya cuma tempelan,” keluh Benny.

Ini berujung pada kejenuhan pasar akan fiksi islami yang, menurut Benny, kian hari kian tak terjaga kualitasnya. Pada saat yang sama muncul novel chicklit dan teenlit lokal yang semakin menggerus buku fiksi islami. Bahkan Benny melihat ada penulis fiksi Islam ikut beralih menulis chicklit.

Beruntung pada era itu muncul novel Ayat-Ayat Cinta yang kesuksesannya tetap menjaga semangat para penerbit dan penulis buku fiksi Islam untuk terus berkarya. Namun Benny menyayangkan momentum ini dipakai oleh penulis untuk kembali membangkitkan fiksi islami dengan dengan cara mengekor sukses novel karya Habiburrahman El-Shirazy ini.

Ramai-ramai para penulis mengangkat tema serupa. Benny mengakui pihaknya menerima banyak naskah dengan tema, tokoh, plot, dan seting yang mirip dengan Ayat-Ayat Cinta. “Sayang sekali karena momen ini tidak dipakai untuk membangkitkan kembali fiksi Islam,” kata Benny.

Kelangkaan bahan ini membuat Mizan sangat berhati-hati memilih. Sepanjang tahun lalu novel Mizan yang mendapat sambutan cukup baik hanyalah Lafaz Cinta karya Sinta Yudisia. Novel ini terjual sekitar seribu eksemplar per bulan dan sudah cetak ulang sebanyak tiga kali.

Karena naskah yang masuk kurang memenuhi harapan pula, Mizan memutuskan untuk mengemas ulang buku-buku yang sebelumnya pernah menjadi best-seller. Mizan menerbitkan ulang Diorama Sepasang Albana karya Ari Nur dan menyatukan buku trilogi karya Gola Gong di bawah judul Cintamu Seluas Samudera.

Langkah ini ditempuh sambil mendekati penulis agar membuat tema yang lebih beragam seraya menunggu naskah berkualitas tiba. Mizan sendiri lebih membidik pembaca yang dulu menikmati buku terbitan DAR Mizan. Benny mengatakan, pembaca setia tersebut saat ini sudah berusia 20 tahun ke atas dan sudah menikah sehingga tema novel harusnya bisa mengakomodir karakteristik itu.

Benny mengatakan, Mizan berharap nantinya fiksi islami bisa bergeser dari format populer menjadi lebih nyastra. Mizan, kata Benny, juga menginginkan nuansa islami dalam karya fiksi tersebut tidak sekedar di kulit saja tapi keseluruhan isinya memuat ajaran-ajaran Islam yang universal yang bisa diterima semua orang. “Istilahnya, fiksi Islam itu bukan hanya untuk yang berkerudung tapi yang tidak berkerudung juga bisa menikmati,” ujarnya.

Helvy Tiana Rosa juga melihat peluang fiksi Islam juga masih cerah. Apalagi, banyak pemicu bagi tumbuhnya gairah menikmati fiksi jenis ini. “Tidak lagi tertatih-taih seperti ketika dulu saya “menjajakan” tema ini pertama kali pada para pembaca,” katanya.

Helvy melihat, tumbuhnya pasar fiksi Islami karena kian banyak pembaca novel populer yang ingin mencari alternatif bagi kebutuhan ruhaniahnya. Orang butuh karya-karya yang reflektif. Masalahnya, memang tidak banyak karya menjanjikan dengan bendera Islam yang muncul di pasaran. Tidak heran jika menyebut sastra Islam, orang lebih banyak mengacu pada karya terjemahan penulis Timur Tengah dan Asia Selatan seperti Iqbal, Najib Mahfuz, dan Taufiq Al Hakim serta karya ulama seperti Buya Hamka dengan roman terkenalnya Tenggelamnya Kapal Van der Wijck.

Karya-karya yang muncul belakangan, menurut Helvy, Benny, dan Asma Nadia, sayangnya cenderung stagnan, tidak berkembang, dan basi. Boleh dibilang karya fiksi islami bernapas sama; awalnya sang tokoh jauh dari Islam, dilanda cobaan, insyaf, dan berakhir bahagia. Bagi sebagian orang, kisah sejenis ini dipandang mampu memberi penyadaran edukatif, namun bagi sebagian lainnya justru menimbulkan kejengkelan. Ini memberi kesan seolah-olah Islam itu hanya sebatas jenggot, salat sunah dan puasa komplet, bahasa Arab, dan keajaiban hidayah.

Asma melihat, fiksi islami yang berhasil adalah kisah dengan tokoh sangat beragam. Cerita islami tidak harus disampaikan melulu lewat tokoh yang baik-baik, katanya. “Misalnya, seperti hadits Rasul yang menyebut pelacur yang pernah memberi makan anjing,” katanya. “Jadi nilainya tidak melulu hitam putih, sebab dunia nyata kan memang tidak hitam putih.”

Secara pribadi, Asma menyebut ia lebih suka menyampaikan segala sesuatu dengan lebih sederhana, seberat apapun masalahnya, kalau bisa tidak mempersulit pembaca. “Kenapa kita harus bersulit2 kalau kita bisa memudahkan?” katanya.

Di satu sisi, menurut Asma, fiksi islami memiliki muatan ‘pencerahan’ atau bagi pribadinya menjadi salah satu bentuk ‘dakwah’.

“Dalam fiksi islami, sastra profetik, sastra religius, apapun istilahnya, harus ada nilai yang bisa dipetik,” katanya. “Tentu saja penyampaiannya tidak boleh verbal, sehingga pembaca, terutama pembaca remaja tidak merasa digurui.”

Menurut Asma, menjadi tugas pengarang untuk memastikan tulisan dia tidak mengajak kepada hal-hal yang buruk atau ada sesuatu yang bisa dipetik, tanpa terjebak menjadi verbal, dan di satu sisi juga memastikan bahwa sesuatu itu tidak hanya bermain di tataran pemikiran penulisnya saja, melainkan jelas-jelas bisa sampai kepada pembacanya.

Penulis fiksi islami yang kerap menjadi pembicara pada banyak diskusi bertema fiksi islami, Jonriah Ukur Ginting, yang lebih dikenal lewat nama penanya Jonru, melihat fiksi islami menjadi lari dari cita-citanya semula, yakni sebagai bacaan alternatif untuk memenuhi kebutuhan ruhaniah. “Buku-buku fiksi islami yang kemudian beredar tak lagi sarat makna tetapi hambar dan membosankan,” kata penulis Kasih Tak Terlerai dan Cowok di Seberang Jendela ini.

Pembaca tidak mendapatkan lagi pencerahan batin, tetapi sekadar hiburan yang tak begitu butuh ketajaman pikiran dan kedalaman rasa. Fiksi islami tinggal sebatas komoditas. Karena itu, banyak penerbit yang sebelumnya mendukung, kini lebih berharap pada penerbitan nonfiksi atau kisah-kisah nyata.

Jonru melihat keberadaan wakil penulis fiksi Islam Helvy Tiana Rosa di Dewan Kesenian Jakarta diharapkan bisa mendongkrak nasib fiksi Islam sehingga bisa diterima menjadi bagian dari sastra Indonesia. “Jika hendak disebut sebagai karya sastra, mau tidak mau fiksi Islam harus berkualitas, bernilai sastra dan estetika,” katanya. “Untuk ukuran ini, mungkin baru Helvy, Asma, dan Habiburrahman yang bisa memenuhinya.”

Sayang, menurut Jonru, bahkan Ayat-Ayat Cinta pun tergelincir karena unsur romantismenya yang begitu dramatis sehingga hampir menjadi roman picisan. “Padahal, dari sisi muatannya, intertekstualitas nilai-nilai Islam yang elok bisa menjadi representasi sastra Islam,” katanya. Jika sastra seksis saja bisa mengepakkan sayap dan mendapat tempat di hati pembaca, katanya, kenapa sastra Islam tidak?

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae