Minggu, 08 Maret 2009

Le Poete Maudit

Heru Emka
http://entertainmen.suaramerdeka.com/

SENJA diam-diam mengambang dan mengisap panas mentari yang mereda. Hawa sejuk di hotel berbintang lima itu pun menyelimuti tubuh, menghapus keringat yang disisakan terik siang di jalanan. Riuh rendah deru-debu, teriak seru, eskspresi wajah-wajah kaku yang berjarak hanya selemparan batu, segera teredam lapisan kaca ber-AC. Tiga lantai berikutnya adalah ruang luas yang nyaman berisi gumam lembut perempun. Kursi empuk yang berderet rapi, dan hadirin yang berbusana indah dan semerbak wangi.

Kontradiksi ini mengingatkan aku pada apologi sopir taksi," Maaf pak, AC-nya baru ngadat. Padahal tadi pagi masih sehat ." Dari MP-4 di pinggang, Mick Jagger berdendang, "You can't always get what you want." 1)

Cukup banyak juga tuan dan nyonya kaya Jakarta yang saling bersapa ceria di sana, terpadu gaya hidup yang kini cukup diminati: mengoleksi benda seni (sekaligus menakarnya sebagai peluang investasi). Di kursi deretan depan ada Erica Hesti Wahyuni, pelukis yang cepat tersohor sejak karyanya menjadi incaran kolektor. Ada juga Agus Dermawan T, pengamat seni rupa, beberapa kolektor, pemilik galeri, selebihnya wajah-wajah mewah yang belum kukenali.

Aku datang untuk bertemu Nurul Arifin. Artis yang satu ini mulai senang berburu lukisan, sejak wajahnya dilukis oleh Jeihan. Aku akan meminta dia untuk tampil sebagai bintang tamu di acara Jaya Suprana Show. 2) Coffe break baru lima menit mulai saat Nurul Arifin memberikan konfirmasi tanda jadi. Lalu seorang perempuan muda menghampiri dengan pesan seperti sebuah teka-teki: "Masihkah nama ini ada dalam ingatasn? Ja pense toi joue et nuit." 3)

Pandanganku penasaran menjelajah ruangan. Dan kulihat senyumnya saat dia melambaikan tangan. Ah..ah..Salindri Kuswardani. Anggota dewan dari sebuah partai, pengusaha muda yang naik daun di kota kami. Suka bicara ceplas-ceplos di media massa. Secara terbuka dia kritik kebijakan gubernur yang dianggap menguntungkan para pendukungnya semasa Pilkada. Saat pihak yang merasa dirugikan berniat mengajukan tuntutan, Indri (begitu aku memanggilnya) tak gentar dan menantikannya di pengadilan. Namun seperti yang diduga oleh beberapa kalangan, tuntutan hukum itu tak pernah menjadi kenyataan. Pengacara kedua belah pihak sudah sepakat, untuk mengakhiri masalah dengan mufakat.

Setelah saling berjabat tangan dan bertukar basi-basi kesopanan, kami saling menatap wajah masing-masing, seakan melompati masa yang begitu lama memisahkan dan memberi kesan asing. Rasa ingin tahu berloncatan spontan, coba menakar apa yang masih tersisa dalam ingatan. Kelebat sinar mata sejak detik pertama, coba menengok lorong nostalgia. Menghitung seberapa banyak sisa keakraban yang terpendam.

"Senang juga bisa ketemu lagi. Cukup lama ya kita tak jumpa. Mau kan ketemu lagi sama aku?" tanyanya dengan sebuah senyum ceria.

"Cukup lama juga. Kamu sudah jadi orang penting sekarang."

"Kamu juga kan? Aku tiga hari di sini, menjajaki kemungkinan membuka galeri. Bagaimana bila kita ngobrol nanti malam? Bisa?"

Begitulah. Jam delapan malam aku sudah ada di lobi, menanti Indri. Lalu muncullah dia dengan langkah kijang dalam gaun malam lace berwarna hitam. Belahan panjang di sisi kiri memberiku paha jenjang cemerlang bagai bulan sabit keperakan dalam selimut awan kelam. Lalu suasana bertukar dengan denting piano jazzy, di sebuah bar yang cozy. 4) Dan aku kembali tergoda untuk untuk berperan sebagai laba-laba di depan serangga. Apakah ini sebuah kesempatan atau jebakan?

Dulu Indri masih mahasiswa Fakultas Sastra, dan aku salah satu penyair muda (bersama Bambang Soepranoto dan Nung Runua) yang diundang untuk membaca sajak di acara Gairah Malam Bulan Purnama, di kampusnya. Ada beberapa mahasiswi lain yang segera jadi teman, seperti Ayu dan Widuri. Tapi aku paling terkenang Indri karena parasnya yang melankolis, seakan pandangannya dilaputi selaput tipis kesedihan. Karena itu aku kemudian menuliskan sajak untuknya: "Adakah derita yang singgah tanpa sengaja, hingga senyuman begitu/ singkat, bagai usia embun diserap surya? Biar kucari melodi kata-kata/ di heningmu. Dan benarkah redup sinar matamu tirai rahasia/ dari sebuah mata air duka?"

"Well, pertemuan ini harus dirayakan dengan sebuah kesepakatan. Yang sudah biarlah lewat Kita bertemu dalam perspektif baru. Setuju?" katanya setelah mencicipi segelas mungil pinacolada 5).

"Kau sepertinya sudah mengubur masa silam...."

"Haruskah aku terus menjadi gadis sentimentilmu. Aku harus membuat hidup ini terus berjalan. Seperti kamu yang terus melangkah bersama gadis-gadismu."

Sebuah adegan meloncat dari labirin ingatan: Aku berjalan mendekap pinggang Wieke, dan Indri melintas di depan dengan tawanya yang mendadak hilang, terhisap keberadaan kami berdua. Tak bisa kulupa wajahnya yang sedih dan bibirnya yang ternganga....

Padahal baru sebulan aku bersama Indri. Namun ego seniman menyodorkan sebuah kesombongan yang tak berguna. Paman Indri yang ajudan duta di Swedia bicara soal masa depan Indri dan 'kemungkinannya' bila dipertemukan dengan putra duta besar kita di Swedia. Yang paling naif, semua ini diucapkan saat Indri bersamaku, secara demonstratif.

Perasaan tersinggung yang melambung dan harga diri yang melayang terlalu tinggi. Rasa marah yang membuat yang situasi yang salah kaprah bertambah parah. Lalu pertengkaran kecil yang beranak pinak dalam tempo singkat, berakhir dengan sebuah kalimat di sebuah surat: "Kamu bukan kekasih yang tepat bagi seorang penyair, yang dikutuk untuk hidup hanya dengan cinta dan kata-kata. Bagiku apa gunanya berada di sorga bila tanpa kamu. Lebih baik aku terkutuk menjadi setan di neraka, tapi aku bahagia bila sempat memilikimu" Lalu aku berusaha menghapus bayangan Indri. Dan berbagai nama mengisi hari-hari yang silih berganti. Tapi tak ada yang menyentuh sampai lubuk hati. Tak ada yang punya bibir tipis kepucatan seperti bibir Indri. Ah, pandangannya yang seperti kerjap sinar lilin di kejauhan malam. Angannya yang polos tentang masa depan. "Aku ingin jadi istrimu, punya anak banyak, masak yang enak." Benar-benar kepasrahan ombak, yang rela kehilangan daya saat mencumbu pantai. Tapi, sialan, kami bagai nyiur dan salju. Bukan asam di gunung dan garam di laut yang bertemu dalam belanga. Aku lari ke Jakarta, Cirebon, dan Jogya untuk melupakan luka cinta. Aku bekerja silih berganti, untuk mencari situasi yang bisa membuatku lupa pada Indri.

Aku seperti kapal hantu, bergentayangan di samudera cinta, tanpa mengenal bandar atau kuala. Bagai nakhoda yang gila topan, aku selalu menghindari persinggahan. Empat kali aku merasa menemukan pelabuhan hati, tapi berulang kali digerogoti sangsi.

Saat aku mencoba jujur pada diri sendiri, yang muncul sebait puisi: "di hidup yang begini sunyi, aku tak tahu/ senantiasa keluh, menunggu yang menghapus duka/ senantiasa rubuh, membuang rindu yang ada" 6) Mabuk mendamba cinta yang ternyata samar-samar saja, aku merasa bagaikan kelelawar yang "di dingin malam aku berlagu, sinar purnama kawanku merindu, di suram kabut sendiri aku, di kelam maut aku menunggu" 7)

Tapi semua berubah tak terduga. Dan basa-basi yang terjadi sekarang ini tak bisa menghalangi kenangan yang seakan memancar deras dari pori-pori di tubuh kami. Beberapa kejap kemudian, tangan kami saling menggenggam. Sebuah nyanyian menyihir kami untuk sama mengayun langkah dalam dekapan. "Stranger in the Night" 8) mengalun dalam suara serak basah si penyanyi yang berleher jenjang. Kami bagai sepasang orang asing yang terdampar di tempat sama: di mana kesepian dan kerinduan saling membelit dan menyambar-nyambar.

"Kok jadi pendiam sekarang?" katanya dalam dekapan.

"Kamu jauh berubah. Tranquille, intelligent, sexy." 9)

"Tahu nggak, aku selalu menunggumu. Eh mana sikap mbelingmu dulu? Aku

sudah tak menarik lagi ya?"

"No, no, grosses mammelles, longies jambes?" 10)

"Sialan. Es-tu occupe maintenant? 11) tanyanya lagi.

"Aku kini tim kreatif di sebuah acara televisi. Omong-omong, siapakah kekasihmu," aku bertanya sambil menduga.

"Ada. Tapi sudah putus."

"Sorry..."

"Lupakanlah. La danse me rechauffe, " 12) desahnya sambil mendekatkan wajah. Dan terjasdilah peristiwa yang selalu dikisahkan dalam roman picisan. Sebuah kecupan pendek, berbuah ciuman panjang, dan kemudian tak ada yang peduli kronologi waktu ketika pristiwa di sebuah bar meloncat ke dalam kamar, di lantai enam. Walau kami saling menginginkan, ternyata masih saling coba mengulur kesabaran.

"Apa yang biasa terjadi pada pertemuan para mantan ? "

"Mencari kenangan silam, mencicipi yang paling manis dalam ingatan "

"Bisakah teraba setelah begitu lama?"

"Just a stupid memory. Tapi aku tak bisa melupakanmu. Jawablah sejujurnya. Masih adakah rasa cintamu untukku ?"

"Entah bagaimana, aku pun tak bisa lupa. Kau bagai berdiri di luar waktu, dengan senyuman yang selalu mengambang dalam kenangan."

"Dan kau menciumku dalam hujan. Ciuman pertama yang tak bisa hilang dari kenangan. Aku memilih sendiri, agar suatu saat kita bisa bertemu lagi."

"Seperti ini?"

"Ya. Seperti ini."

"Yang dilakukan oleh siapa saja yang dibakar api cinta ? "

"Yang dilakukan siapa saja yang rela hangus terbakar api cinta."

Apa mau dikata. Kadang logika tak berdiam satu sarang dengan gairah. Aku tak mengerti, atas nama apakah hasrat cinta yang mati kembali berkobar lagi. Rasa bersalah? Atau penebusannya? Saat lalu perlahan menghapus kalimat. Ketika intonasi nada kata-kata terdengar berat, bisikan pelan pun terdengar hangat. Lalu sentuhan demi sentuhan berbagi tempat. Kutemukan lautan membelah di tubuhnya, dan gelombang yang berpusar lalu menarikku, menghisapku ke dalam palungnya.

"L'amour interdit," 13) gumamku.

"Mmm...le poete maudit," 14) bisiknya parau.

Semarang 2007

Setelah obrolan bersama Saroni dan Lestat.

Catatan:

1) Sebuah lagu hit The Rolling Stones. Diciptakan untuk menggambarkan perasaan Mick Jagger tentang penghiburan bagi rasa kecewa saat putus cinta dengan pacarnya.

2) Sebuah talk show televisi yang pernah disiarkan oleh stasiun TPI.

3)" Aku masih mengenangmu siang dan malam"

4) Istilah yang sering dipakai untuk menyebut suasana yang nyaman, mengasyikkan.

5) Nama sejenis cocktail yang berasa segar

6) Dari sajak Potret Diri, termuat dalam kumpulan puisiHeru Enka: Tanda ( Balai Pustaka, 1982)

7) Dari sajak Kelelawar, dalam Tanda ( Balai Pustaka, 1982)

8) 8) Versi asli lagu ini ditulis oleh Ivo Robie dalam bahasa Kroasia, berjudul "Stranci u Noci'. Lirik bahasa Inggrisnya ditulis oleh Charles Singleton dan Rddie Snyder, tentang cinta dalam pandangan pertama. Lagu ini mendunia sejak meraih Golden Globe sebagai lagu terbaik dalam film A Man Get Killed (1967). Dinyanyikanulang oleh berbagai nama beken, dari Frank Sinatra, Shirley Bassey, James Brown dan sebagainya.

9) Tenang, cerdas, seksi

10) Payudara besar, paha yang jenjang?

11) Apa kau sibuk sekarang?

12) Dansa ini menghangatkan diriku

13) Cinta terlarang

14) Penyair yang terkutuk.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae