Jumat, 20 Maret 2009

Gaya Barok pada Puisi Indonesia

Ribut Wijoto
http://www.sinarharapan.co.id/

Pada dasa warsa akhir abad XX dan hingga kini, kiranya terjadi perubahan konsepsi dalam perwujudan puisi-puisi Indonesia. Kekangan spirit eksistensial yang mengambil bentuk Simbolis bukan lagi menjadi pilihan yang menarik. Model-model semacam puisi Subagio Sastrowardoyo, Sitor Situmorang, Taufik Ismail serasa ketinggalan zaman. Maka muncullah nama-nama penyair seperti Acep Zamzam Noor, Afrizal Malna, Sitok Srengenge, HU Mardi Luhung, Arief B. Prasetyo, W. Haryanto, Adi Wicaksono, Oka Rusmini. Puisi-puisi merekalah yang menciptakan masa silam bagi kepenyairan terdahulu.

Puisi ”Mahasukha” dari Arief B. Prasetyo, misalnya: Di pinggulmu selusin sayap ingin mengerjap, kungang-kunang terbang, menikung, mengiang, membandang, terus, terus, cepat, ringkus, remas, hempas, keras-keras, jadi jerit bianglala yang terkulai di telaga, yang terberai, terkapar menggapai-gapai akar darah… Pilihan kata dan pola perakitan kata pada puisi Arief serasa chaos. Struktur puitik yang mecah-memecah, pendar-memendar, saling menyingkir, dan saling berpusaran. Model puisi ini mengingatkan pada gaya puisi Barok. Sebuah gaya puisi yang bersifat painterly atau lukisan. Di sana, di puisi Barok, ada terjadi percampuran antara kehidupan duniawi dengan kehidupan surga-neraka, atau kehidupan gaib. Tema digarap dan dijelaskan dengan detail, rumit, berpasang-pasangan, dan aneh.

Memang, saat berakhirnya Abad Pertengahan dan menjelang Renaissance, di Eropa timbul gaya bersastra yang disebut gaya Barok. Gaya yang menandai berakhirnya masa mitologi-religius, ke masa rasionalitas. Menurut Rene Wellek dan Austin Warren, gaya atau alam pikiran Barok meliputi suatu alam semesta yang terdiri atas berbagai dunia, segala macam dunia, yang saling berkaitan dengan cara yang tidak terduga. Gaya ini menandai masa transisi kebudayaan Eropa.

Apakah gaya Barok telah mempengaruhi gaya penulisan puisi di Indonesia? Apakah gaya ini hadir dalam bentuk atau semangat zaman? Dan, apakah manfaat yang dapat ditarik untuk perkembangan kebudayaan di tanah air?
***

Abad Pertengahan Eropa dikenal sebagai abad kegelapan kebudayaan. Kaum agamawan (gereja) bergabung dengan kekuasaan negara (pemerintah) menentukan arah bagi daya kreasi dan kehidupan masyarakat. Mitologi religius menjadi gerakan bersama aktivitas budaya. Ajaran-ajaran kristiani didogmakan sehingga menempati garis mana yang boleh dilakukan, mana pula yang haram untuk dijalani. Konsekuensinya bisa berarti hidup atau mati, satu kasus tragis ialah matinya Galileo akibat berbeda pandangan dengan gereja.

Pengaruh pola pemikiran Abad Pertengahan terhadap puisi muncul pada tema dan gaya penulisan. Kemegahan kehidupan surga-neraka (kehidupan setelah mati) dan kehinaan kehidupan dunia adalah tema-tema populer dan dianggap sah. Sedangkan estetika bahasa, diarahkan ke simbol-simbol keagungan Tuhan.

Adapun konsep waktu yang diterapkan adalah konsep waktu surga-neraka (yang kekal, abadi) dan konsep waktu dunia (yang fana, sementara). Konsep waktu abadi (kekekalan hidup setelah mati) menjadi orientasi proses kreatif sastra (baca: puisi). Tercermin dalam puisi panjang dari Dante bertajuk Divina Commedia yang menggambarkan obsesinya pada dunia setelah mati (surga dan neraka). Kedudukan kata (diksi) adalah sebagai simbol. Mengacu langsung pada pemahaman pasti. Konvensional. Seragam. Seperti ritual mistik.

Hal ini berbeda dengan pola pemikiran masa Renaisance, yang bersifat rasional. Kekuasaan gereja dipisahkan dari kekuasaan pemerintahan. Masyarakat diberi kebebasan dengan memilih, mengembangkan akal/rasio, memajukan kebudayaan pengetahuan. Secara serempak, masyarakat merayakan konsep waktu duniawi. Bahwa surga terletak di dunia, di bumi, ada pada masa depan manusia. Cita-cita diusahakan dan diyakini dapat diraih sebelum kematian menjemput.

Pengaruhnya pada sastra (puisi) ialah dominannya ”aku” yang bertindak dan menafsirkan. Muncul karya-karya bergaya Romantisisme. Seperti pada puisi-puisi John Keats atau Coleridge yang sangat romantis-eksistensialis. Di sini, kata-kata kembali menjadi mitos, ialah mitos rasio dan kehendak eksistensial manusia (penyair).

Gaya puisi Barok hadir di antara kedua masa tersebut. Sebagai gaya masa transisi, gaya Barok bergerak dengan menggunakan prinsip-prinsip gaya sebelum dan sesudahnya, tentu dengan beberapa ciri khusus.

Bila pada masa Pertengahan bersifat linear-transenden dan masa Renaisance bersifat linear-horizon, maka masa Barok bersifat painterly atau lukisan. Percampuran antara kehidupan duniawi dan kehidupan surga-neraka, atau kehidupan gaib. Tema digarap dan dijelaskan dengan detail, rumit, berpasang-pasangan, dan aneh. Semacam adonan gado-gado yang dihidangkan sesaat sesudah bangun tidur.

Perpaduan dan persamaan metafora Barok meliputi alam hidup, alam benda, maupun ketuhanan. Pada periode inilah marak istilah kaki bukit, manis empedu, lidah Tuhan, cemburu daun, tangkai hati, dan sebagainya. Sifat yang seharusnya hanya dimiliki manusia dilekatkan pada binatang, tumbuhan, Tuhan, maupun benda mati. Penyair-penyair gaya Barok teramat gemar permainan analogi dan ironi. Menyamakan berbagai dunia dan menilai sistem suatu dunia dengan kaidah dunia yang berbeda. Mereka merumuskan persoalan manusia secara mendetail dan utuh. Seperti tampak pada puisi Henry Vaughan ataupun Victor Hugo.
***

Masa transisi kebudayaan yang dialami bangsa Indonesia, sadar atau tidak membawa pengaruh terhadap pengucapan dan pemilihan bentuk gaya penulisan puisi. Demikian juga pola komunikasi massa yang berkembang. Belum lagi kejadian real pada politik semata. Pembangunan yang selalu gagal menemukan bentuk, atau bisa dikatakan ”nyaris sia-sia”. Memang begitu keadaannya. Lebih konkret lagi, antara 1999 hingga tahun 2000 adalah masa peralihan.

Gaya penulisan Barok dapat diklaim sebagai gejala yang wajar bila dilihat dari kacamata kondisi masyarakat. Ialah hasil pengaruh masa transisi yang carut-marut, sporadis, mencemaskan, dan menggemaskan. Bahwa gaya puisi Barok sudah semestinya lahir dan berkembang. Bukan lagi persoalan meniru atau mencuri gaya Barok Eropa. Boleh jadi demikian.

Tapi bila melihat ciri-ciri yang mendominasi, bisa jadi gaya Barok Indonesia merupakan gejala atavisme universal dari yang ada di Eropa. Yaitu bangkitnya pola persajakan lama yang sudah tenggelam. Bahwa pada situasi dan kondisi tertentu akan memunculkan pengulangan tradisi, semacam siklus kebudayaan.

Di Indonesia pernah terjadi pada pola mantra dari puisi Sutardji Calzoum Bachri. Puisi mantranya sulit dijelaskan, apakah berasal dari tradisi Nusantara ataukah dari puisi-puisi Prancis abad ke-19, misalnya Arthur Rimbaud. Juga pola persajakan simbolisme yang menjadi trend di Indonesia pada tahun 1960 hinga 1980-an. Apakah penerusan pola persajakan Chairil Anwar ataukah mengambil pola persajakan simbolisme Eropa.

Pada pola persajakan Barok, kita pernah mengenal puncak puisi tradisi Pujangga baru. Puisi gaya Barok pada tahun 1990-an secara bentuk konkret banyak perbedaannya dengan bentuk terapan gaya Barok Eropa. Hal ini dipengaruhi oleh pengambilan tema-tema yang berbeda pula. Atau lebih tepatnya, terjadi perluasan tema. Gaya Barok Eropa lebih dikuasai tema duniawi dan surga-neraka.

Bentuknya berupa personifikasi ketuhanan dan materialisme dunia gaib. Sedangkan gaya Barok Indonesia melebar ke tema humanitas, sosial-politik, dan tema-tema lain yang sebelumnya tidak tersentuh sama sekali.

Gaya Barok Eropa telah berhasil menandai dan mempersiapkan perubahan/perkembangan kebudayaan atau perubahan cara pandang terhadap realitas. Puisi gaya Barok Eropa yang berciri detail, melompat-lompat, painterly, dan ajaib. Tema yang dominan adalah konkretisasi religiositas kristiani. Tema dan pemilihan bentuk Barok tersebut kiranya secara cerdas mewakili dan memberi gambaran lengkap dari kemunduran kebudayaan Eropa Abad Pertengahan. Tentu saja disertai dengan kritik-kritik yang khas. Ialah dengan mempermainkan simpang siur dunia transenden dengan dunia material. Atau sekali waktu, merasionalkan dunia gaib – kehidupan surga-neraka dan kehidupan ketuhanan.

Alam konsep diturunkan ke alam nyata, demikian sebaliknya. Konsep waktu sementara dan abadi dipadukan dan diputarbalikkan. Dari situ, terjadi keruntuhan kemapanan mitologi Abad Pertengahan.

Di Indonesia, penyair-penyair gaya Barok teramat suka menuliskan bentuk puisi panjang (lebih dari 20 baris). Mereka mencampuradukkan aneka macam dunia dan gagasan. Tema atau persoalan sepele akan menjadi rumit dan bertele-tele di tangan mereka, padahal itu cukup membutuhkan beberapa baris bagi penyair simbolis.

Selebihnya, secara konsep penyair Barok Indonesia sama dengan penyair Barok Eropa. Mereka gemar menjungkir-balikkan mitologi dan kekuasaan.

*) Teater Gapus, Surabaya.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae