Nurel Javissyarqi*
http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/
Tentu kita kenal presiden penyair Indonesia: Sutardji Calzoum Bachri! Kredo Tardji yang fenomenal itu, meluas mempengaruhi banyak penyair. Dan kita mendengar pula, seperti presiden penyair Surabaya, presiden penyair Lampung, presiden penyair Cirebon, bahkan ada presiden anak jalanan, dan sebangsanya. Dari sini terpancang jelas pengaruh Tardji, dalam belantika kepenyairan di tanah air. Apa maknawi wewarna itu, pada kaitannya dengan pribadi seorang penyair?
Penyair agung ialah sosok yang menyerap banyak pengaruh, mengolaborasikan dengan kualitas dirinya, kemudian mengungkapkan kembali secara kreatif. Bahasa Tardji, disebut mengingat dan melupa. Semacam prosesi menghindari keterpengaruhan dari karya-karya agung, pada saat itu juga menghapusnya melalui kreativitas sendiri dalam bentuk karya “yang boleh jadi lebih kokoh dari karya yang mempengaruhinya.” Itulah kedirian penyair, dayadinaya hayatnya dalam kancah penerimaan sekaligus penolakan atau perlawanan.
Berbeda dengan penyair agung, penyair medioker atau bahkan para epigon serta gerombolan pembebek, kerap mengungkapkan keterpengaruhannya dengan cara yang mentah dan artifisial. Selama kreativitasnya sebatas menjiplak, sependek itulah greget karyanya: sekadar meniru tanpa berusaha mengolahnya lebih subur dengan kesabaran tangguh. Akibatnya, karyanya mustahil menjadi karya menumental, sebab ia menempatkan dirinya dalam bayang-bayang, pada ketiak penyair yang dikaguminya. Itulah sekerdil-kerdilnya jiwa penyair.
Dalam konteks kultural, kekerdilan itu representasi dari sosok pecundang yang nyaman dihantui kelebatan bayangan yang diciptakannya sendiri. Presiden penyair ialah cita-cita luhurnya. Tetapi ia tak mampu menggapainya, maka ia gembira dengan embel-embel lokalitas yang menyertai kata presiden penyair. Ia bahagia sebagai epigon, meski bukan pelopor.
Ternyata dunia sastra Indonesia tidak lepas dari perihal lelucon. Ketika dilihatnya ada yang sukses memakai plakat tertentu, lainnya ikut-ikutan. Padahal nenek moyang pernah memberi wejangan; “usaha bisa dicontoh namun nasib tidaklah dapat.” Jika pencontekan itu yang berhembus kencang dalam wahana intelektual kepenyairan di bumi pertiwi, cocoknya para pembebek tersebut dinamai gerobak kosong yang bobrok.
Lebih menggelikan lagi, mereka mengunyah betul kenyamanan hidup dalam bayang-bayang. Padahal baju yang dipakainya tak lain kepecundangan. Sebab yang ikut-ikutan mengklaim diri presiden penyair, tidak melakukan pemberontakan. Itulah ekspresi mental kerdil yang cepat terpuaskan, lewat menghirup nafas hidupnya dalam ruang seolah-olah. Saya kira itu bentuk-bentuk pelepasan dari kepuasan konyol, karena para pecundang tidak mungkin melebihi sang pioner.
Seorang penyair seharusnya memiliki semangat membaja, membara senantiasa. Dan ketidakpuasan menjadi api perjuangan yang selalu menyala-nyala. Ketika puas sedikit saja, mentalitas jiwa berkaryanya akan tergerus, hilang amblas daya kreativitasnya. Lebih tepatnya, pamornya tidak sesegar, segarang sedia kala, oleh keterlenaan merasa sebagai “orang yang telah menjadi.” Adalah niscaya para presiden penyair bayangan itu, tidak mungkin berani memberontak kepada sang presiden penyair yang sesungguhnya.
Kalau balada ayam sayur yang kumprung ini diteruskan menjadi tradisi, semacam menyusul adanya wakil presiden penyair, atau penggantian presiden penyair sebab masanya sudah habis oleh telah tiada dan seterusnya. Padahal bentuk-bentuk ini merupakan kamuflase daripada model birokrasi, sekadar gagah-gagahan yang ingin disebut penyair. Untuk menghentikan budaya yang tidak mendidik mentalitas berbangsa serta berbahasa ini, kita seharusnya bersatupadu beramai-ramai tertawa. Saya rasa, perasaan sungkan bisa menghentikan secepatnya, agar langkah mereka berbalik melawan tidak menerima baju kebesaran semu. Lewat berkarya terus berkarya, demi pembuktian dirinya dapat hadir cemerlang, tanpa diembel-embeli titel presiden penyair daerah.
Saya raba kalau mengaku-aku saja, bocah angon yang tak tahu-menahu dunia tulis-menulis dapat menyebut dirinya Superman. Untuk mengaku presiden penyair daerah lebih gampang saya kira, daripada mengatakan dirinya Satria Baja Hitam atau Si Buta dari gua hantu. Itulah wujud mentalitas bobrok, borok yang sudah sangat parah, yang harus diamputasi sebelum menjalar ke batang tubuh, pada jantung pengetahuan bersastra dan berbudaya di bumi Nusantara.
Bayang-bayang kefrustrasian begitu kelam menguntit tubuh-tubuh rapuh mereka, serupa kayu arang yang melempem tersiram air hujam, tanpa hadirnya bara api dalam kelam. Semisal watak pembungkusan dari keterpengaruhan lugu, seperti anak kecil tersedot cerita Superhero yang berlarut-larut, lantas memakai baju impiannya, lantas jadilah Super-ho-ho.
Manakala sikap kepenyairan diibaratkan sosok kenabian, para epigon tidak bisa mengelak ketika dikutuk menjadi bebek yang keok-keok terperdaya ukuran profan, maka celakalah yang mengikuti pandangan sempit mereka. Apa yang berguna dipetik dari pemilik jengger lebar, tak lain keterbelengguan jiwa yang membosankan. Saya bayangkan saat-saat mereka mencipta karya, tidak berangkat dari kedirian murni paling dalam, dirinya memakai baju birokrat kepenyairan, lalu berusaha menulis sajak kembali. Inilah penipuan yang berangkat dari peniruan, sikap turunan yang tak patut dijadikan teladan, atas apa pun yang terpantul darinya.
Jiwa-jiwa terbelenggu tak mampu membebaskan dirinya sebagaimana kepompong menjelma kekupu, tidak sanggup menformutasikan pribadinya mengepakkan sayap-sayap pencerahan. Andai terlintas cahaya, hanya kerlap-kerlip lelampu pesta tengah malam, nafasnya kembang-kempis dirangsek sesuatu yang tak membahagiakan, tidak memerdekakan. Mending kunang-kunang yang tak menganggap dirinya lelintang, mendingan gegemintang yang tidak mengaku sebagai rembulan. Jangan-jangan mereka tak dapat membedakan malam atau siang, yang bukan bermakna peristiwa terbebasnya sedari ruang dan waktu, tetapi ketololan yang menyukai satu keadaan dekaden.
Tidakkah tindak mengamini itu cerminan dari pembonsaian diri? Tumbuh-tumbuhan begitu menarik diprekes jadi dibonsai, tetapi sangat dagelan jikalau yang tertanam dalam ruh bernama watak. Pengerdilan ke-aku-an sama persis bunuh diri perlahan-lahan. Andai disuru meloncat dari ketinggian gedung, tentunya tidak berani. Jiwa-jiwa nyaman di kamar sempit akan grogi keluar kandang, kalau tidak menyelimuti tubuhnya dengan mantel tebal atau jas hujan. Saya sebut orang-orang penakut yang menunggu redanya hujan, menanti datangnya petir saat hendak berlari dalam lebat kegelapan malam.
Kepribadian yang takut gelap, tidak mungkin menghadirkan cahaya. Andai bertarung tentu beraninya main kroyokan. Dan tidak mungkin jiwanya nekat jadi pembalap di sirkuit pancaroba, mereka jera disuruh berjalan paling depan, sebab hayatnya telah membonsai. Fenomena ini boleh saja, namun bagi pemilik jiwa muda haruslah waspada akan mental-mental kepecundangan. Mental jago kandang, teriak lawan namun lempar batu sembunyi tangan, bahasa solokotonya; onani keterusan. Maka pun berdarah-darah, tidaklah realis di dalam menerjuni kehidupan yang lapang melintang cahaya.
Hidup di awang-awang tiada kepastian turunnya hujan sebagaimana awan keraguan, andai melangit tidaklah mampu, sebab kalbunya telah tercukupi bentuk-bentuk kepuasan. Atau hatinya tercerabut dari akar keyakinan, karena tidak menyunggui dirinya sebagai sosok pemampu memikul beban. Padahal salah satu syarat kenabian dalam dunia kepenyairan ialah membelot, memberontak, mengkudeta hal-hal lapuk-jahiliah yang tampak di depan mata, yang mengungkung jamannya. Maka pembodohan (pengkerdilan) diri, otomatis berimbas pada masyarakat, oleh kedunguan sama pengertiannya dengan penipuan. Dan golongan tertipu sama persis kaum merugi dalam jual beli nilai pengetahuan, akan pertukarkan kasih damai kemerdekaan, kemanusiaan.
Jikalau kerugian demi menyokong jalannya hikayat kebudayaan, sebagai wujud peribadatan -tidaklah apa, tetapi jika kebangkrutan itu berakar dari ketololan, maka sangatlah kumprung. Kalau diniatkan sekadar dagelan, mungkin berguna mengendorkan urat-urat syaraf bagi yang sungguh-sungguh, sebab dalam kehidupan pun ada namanya banyolan. Namun bentuk-bentuk mencontek tetaplah kegagalan, dan para presiden penyair gadungan ialah sosok-sosok pecundang, mengkarbit dirinya agar dikira matang.
Sekali lagi, berhati-hatilah memakan buah yang tak masak dari tangkainya, bisa-bisa sakit perut yang berimbas keracunan.
Jangan-jangan, sebentar lagi ada antologi puisi presiden penyair daerah, hahaha... Salam.
-----------
*) Pengelana dari desa Kendal-Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, Jawa Timur.
Jakarta-Jogja-Lamongan, 18 Nov 2008.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar