Senin, 23 Februari 2009

FENOMENA PRESIDEN PENYAIR DAERAH SEBAGAI DAGELAN POPULER

Nurel Javissyarqi*
http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/

Tentu kita kenal presiden penyair Indonesia: Sutardji Calzoum Bachri! Kredo Tardji yang fenomenal itu, meluas mempengaruhi banyak penyair. Dan kita mendengar pula, seperti presiden penyair Surabaya, presiden penyair Lampung, presiden penyair Cirebon, bahkan ada presiden anak jalanan, dan sebangsanya. Dari sini terpancang jelas pengaruh Tardji, dalam belantika kepenyairan di tanah air. Apa maknawi wewarna itu, pada kaitannya dengan pribadi seorang penyair?

Penyair agung ialah sosok yang menyerap banyak pengaruh, mengolaborasikan dengan kualitas dirinya, kemudian mengungkapkan kembali secara kreatif. Bahasa Tardji, disebut mengingat dan melupa. Semacam prosesi menghindari keterpengaruhan dari karya-karya agung, pada saat itu juga menghapusnya melalui kreativitas sendiri dalam bentuk karya “yang boleh jadi lebih kokoh dari karya yang mempengaruhinya.” Itulah kedirian penyair, dayadinaya hayatnya dalam kancah penerimaan sekaligus penolakan atau perlawanan.

Berbeda dengan penyair agung, penyair medioker atau bahkan para epigon serta gerombolan pembebek, kerap mengungkapkan keterpengaruhannya dengan cara yang mentah dan artifisial. Selama kreativitasnya sebatas menjiplak, sependek itulah greget karyanya: sekadar meniru tanpa berusaha mengolahnya lebih subur dengan kesabaran tangguh. Akibatnya, karyanya mustahil menjadi karya menumental, sebab ia menempatkan dirinya dalam bayang-bayang, pada ketiak penyair yang dikaguminya. Itulah sekerdil-kerdilnya jiwa penyair.

Dalam konteks kultural, kekerdilan itu representasi dari sosok pecundang yang nyaman dihantui kelebatan bayangan yang diciptakannya sendiri. Presiden penyair ialah cita-cita luhurnya. Tetapi ia tak mampu menggapainya, maka ia gembira dengan embel-embel lokalitas yang menyertai kata presiden penyair. Ia bahagia sebagai epigon, meski bukan pelopor.

Ternyata dunia sastra Indonesia tidak lepas dari perihal lelucon. Ketika dilihatnya ada yang sukses memakai plakat tertentu, lainnya ikut-ikutan. Padahal nenek moyang pernah memberi wejangan; “usaha bisa dicontoh namun nasib tidaklah dapat.” Jika pencontekan itu yang berhembus kencang dalam wahana intelektual kepenyairan di bumi pertiwi, cocoknya para pembebek tersebut dinamai gerobak kosong yang bobrok.

Lebih menggelikan lagi, mereka mengunyah betul kenyamanan hidup dalam bayang-bayang. Padahal baju yang dipakainya tak lain kepecundangan. Sebab yang ikut-ikutan mengklaim diri presiden penyair, tidak melakukan pemberontakan. Itulah ekspresi mental kerdil yang cepat terpuaskan, lewat menghirup nafas hidupnya dalam ruang seolah-olah. Saya kira itu bentuk-bentuk pelepasan dari kepuasan konyol, karena para pecundang tidak mungkin melebihi sang pioner.

Seorang penyair seharusnya memiliki semangat membaja, membara senantiasa. Dan ketidakpuasan menjadi api perjuangan yang selalu menyala-nyala. Ketika puas sedikit saja, mentalitas jiwa berkaryanya akan tergerus, hilang amblas daya kreativitasnya. Lebih tepatnya, pamornya tidak sesegar, segarang sedia kala, oleh keterlenaan merasa sebagai “orang yang telah menjadi.” Adalah niscaya para presiden penyair bayangan itu, tidak mungkin berani memberontak kepada sang presiden penyair yang sesungguhnya.

Kalau balada ayam sayur yang kumprung ini diteruskan menjadi tradisi, semacam menyusul adanya wakil presiden penyair, atau penggantian presiden penyair sebab masanya sudah habis oleh telah tiada dan seterusnya. Padahal bentuk-bentuk ini merupakan kamuflase daripada model birokrasi, sekadar gagah-gagahan yang ingin disebut penyair. Untuk menghentikan budaya yang tidak mendidik mentalitas berbangsa serta berbahasa ini, kita seharusnya bersatupadu beramai-ramai tertawa. Saya rasa, perasaan sungkan bisa menghentikan secepatnya, agar langkah mereka berbalik melawan tidak menerima baju kebesaran semu. Lewat berkarya terus berkarya, demi pembuktian dirinya dapat hadir cemerlang, tanpa diembel-embeli titel presiden penyair daerah.

Saya raba kalau mengaku-aku saja, bocah angon yang tak tahu-menahu dunia tulis-menulis dapat menyebut dirinya Superman. Untuk mengaku presiden penyair daerah lebih gampang saya kira, daripada mengatakan dirinya Satria Baja Hitam atau Si Buta dari gua hantu. Itulah wujud mentalitas bobrok, borok yang sudah sangat parah, yang harus diamputasi sebelum menjalar ke batang tubuh, pada jantung pengetahuan bersastra dan berbudaya di bumi Nusantara.

Bayang-bayang kefrustrasian begitu kelam menguntit tubuh-tubuh rapuh mereka, serupa kayu arang yang melempem tersiram air hujam, tanpa hadirnya bara api dalam kelam. Semisal watak pembungkusan dari keterpengaruhan lugu, seperti anak kecil tersedot cerita Superhero yang berlarut-larut, lantas memakai baju impiannya, lantas jadilah Super-ho-ho.

Manakala sikap kepenyairan diibaratkan sosok kenabian, para epigon tidak bisa mengelak ketika dikutuk menjadi bebek yang keok-keok terperdaya ukuran profan, maka celakalah yang mengikuti pandangan sempit mereka. Apa yang berguna dipetik dari pemilik jengger lebar, tak lain keterbelengguan jiwa yang membosankan. Saya bayangkan saat-saat mereka mencipta karya, tidak berangkat dari kedirian murni paling dalam, dirinya memakai baju birokrat kepenyairan, lalu berusaha menulis sajak kembali. Inilah penipuan yang berangkat dari peniruan, sikap turunan yang tak patut dijadikan teladan, atas apa pun yang terpantul darinya.

Jiwa-jiwa terbelenggu tak mampu membebaskan dirinya sebagaimana kepompong menjelma kekupu, tidak sanggup menformutasikan pribadinya mengepakkan sayap-sayap pencerahan. Andai terlintas cahaya, hanya kerlap-kerlip lelampu pesta tengah malam, nafasnya kembang-kempis dirangsek sesuatu yang tak membahagiakan, tidak memerdekakan. Mending kunang-kunang yang tak menganggap dirinya lelintang, mendingan gegemintang yang tidak mengaku sebagai rembulan. Jangan-jangan mereka tak dapat membedakan malam atau siang, yang bukan bermakna peristiwa terbebasnya sedari ruang dan waktu, tetapi ketololan yang menyukai satu keadaan dekaden.

Tidakkah tindak mengamini itu cerminan dari pembonsaian diri? Tumbuh-tumbuhan begitu menarik diprekes jadi dibonsai, tetapi sangat dagelan jikalau yang tertanam dalam ruh bernama watak. Pengerdilan ke-aku-an sama persis bunuh diri perlahan-lahan. Andai disuru meloncat dari ketinggian gedung, tentunya tidak berani. Jiwa-jiwa nyaman di kamar sempit akan grogi keluar kandang, kalau tidak menyelimuti tubuhnya dengan mantel tebal atau jas hujan. Saya sebut orang-orang penakut yang menunggu redanya hujan, menanti datangnya petir saat hendak berlari dalam lebat kegelapan malam.

Kepribadian yang takut gelap, tidak mungkin menghadirkan cahaya. Andai bertarung tentu beraninya main kroyokan. Dan tidak mungkin jiwanya nekat jadi pembalap di sirkuit pancaroba, mereka jera disuruh berjalan paling depan, sebab hayatnya telah membonsai. Fenomena ini boleh saja, namun bagi pemilik jiwa muda haruslah waspada akan mental-mental kepecundangan. Mental jago kandang, teriak lawan namun lempar batu sembunyi tangan, bahasa solokotonya; onani keterusan. Maka pun berdarah-darah, tidaklah realis di dalam menerjuni kehidupan yang lapang melintang cahaya.

Hidup di awang-awang tiada kepastian turunnya hujan sebagaimana awan keraguan, andai melangit tidaklah mampu, sebab kalbunya telah tercukupi bentuk-bentuk kepuasan. Atau hatinya tercerabut dari akar keyakinan, karena tidak menyunggui dirinya sebagai sosok pemampu memikul beban. Padahal salah satu syarat kenabian dalam dunia kepenyairan ialah membelot, memberontak, mengkudeta hal-hal lapuk-jahiliah yang tampak di depan mata, yang mengungkung jamannya. Maka pembodohan (pengkerdilan) diri, otomatis berimbas pada masyarakat, oleh kedunguan sama pengertiannya dengan penipuan. Dan golongan tertipu sama persis kaum merugi dalam jual beli nilai pengetahuan, akan pertukarkan kasih damai kemerdekaan, kemanusiaan.

Jikalau kerugian demi menyokong jalannya hikayat kebudayaan, sebagai wujud peribadatan -tidaklah apa, tetapi jika kebangkrutan itu berakar dari ketololan, maka sangatlah kumprung. Kalau diniatkan sekadar dagelan, mungkin berguna mengendorkan urat-urat syaraf bagi yang sungguh-sungguh, sebab dalam kehidupan pun ada namanya banyolan. Namun bentuk-bentuk mencontek tetaplah kegagalan, dan para presiden penyair gadungan ialah sosok-sosok pecundang, mengkarbit dirinya agar dikira matang.

Sekali lagi, berhati-hatilah memakan buah yang tak masak dari tangkainya, bisa-bisa sakit perut yang berimbas keracunan.
Jangan-jangan, sebentar lagi ada antologi puisi presiden penyair daerah, hahaha... Salam.

-----------
*) Pengelana dari desa Kendal-Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, Jawa Timur.
Jakarta-Jogja-Lamongan, 18 Nov 2008.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae