Jumat, 23 Januari 2009

Sastra yang Berangkat dari Lamunan

Indra Tjahyadi
http://www.sinarharapan.co.id/

Ada kalanya sebuah karya sastra bukannya tercipta dari sebuah permenungan, melainkan dari sebuah lamunan. Lihat saja puisi-puisi karya Nirwan Dewanto. Pada puisi-puisi karya Nirwan Dewanto lamunan menjadi semacam motor penggerak utama bagi dasar penciptaannya, dan bukannya permenungan.

Dengan menggunakan lamunan sebagai motor penggerak utama bagi dasar penciptaannya, ada sebuah konsekuensi logis yang tak dapat dielakkan muncul pada larik-larik puisi karya Nirwan Dewanto tersebut, yakni bahwa puisi-puisinya tersebut terkesan hidup dan dihidupi oleh lanturan-lanturan. Lanturan-lanturan yang hidup dan menghidupi larik-larik puisi karya Nirwan Dewanto tersebut bukannya tidak menimbulkan read effect bagi para pembacanya. Pertama, bahwa puisi-puisi karya Nirwan Dewanto cenderung lebih bersifat naratif, dan kedua bahwa puisi-puisi karya Nirwan Dewanto tersebut terkesan lebih cenderung menawarkan fantasi daripada imaji.
Tengok saja puisi karya Nirwan Dewanto yang berjudul ”Main Catur”:

Terkadang biji-biji catur ini mengembar jauh sekali
Itulah cara mereka menghentikan pikiran waras kami
Terkadang tubuh mereka berkerut bagai pohonan
Berayun-ayun dalam lagu panjang ketegangan
Dan jika mereka melenyapkan diri
Jutaan warna akan membakar papan main ini

Apakah sang patung mengenal rasa takut?
Seperti di masa kanak, aku memimpikan
Raja-raja terbang ke langit malam hari
Kuda-kuda mereka menghilang di dataran bulan
Dan ketika bintang-bintang itu terbakar
Aku pun memasuki daerah terlarang itu:
Para serdadu membuang senjata dan menari di depanku
Kemudian lenyap ke dalam gumpaan cahaya
Itulah saat kaudapatkan diriku tanpa perlindungan:
Lihatlah, tubuhku teramat murni itu
Perlahan-lahan berubah menjadi patung.
….

Dari sepenggal kutipan puisi karya Nirwan Dewanto tersebut dapatlah dilihat, bahwa puisi karya Nirwan Dewanto tersebut lebih bersifat naratif. Dan ia dengan sadar justru ingin memperlihatkan fantasi-fantasi apa sajakah yang muncul, daripada berusaha untuk ”menembak” imaji-imaji apakah yang meruak dari sebuah permainan catur tersebut. Hal yang sama juga dapat dilihat pada puisi-puisi karya Nirwan Dewanto lainnya, semisal: ”Masa Kanak-kanakku Mengambang di Laut”, ”Lautan di Bulan”, atau ”Kereta Api Malam”.

Seperti juga pada puisinya yang berjudul ”Ode untuk Pintu Rumahku”. Pada puisinya tersebut, sebenarnya, Nirwan Dewanto—sebagai penciptanya—hanya ingin menceritakan bagaimana si aku-lirik ketika menghadapi pintu rumahnya. Berbagai perasaan, ingatan, atau bahkan dendam muncul dan bermunculan terus-menerus, seakan-akan tak pernah ada habisnya. Hal ini mengakibatkan munculnya kesan, bahwa setiap larik puisi karya Nirwan Dewanto tersebut hanya berupa lanturan-lanturan dari apa yang diingat, dirasakannya. Bahkan lanturan-lanturan tersebut acap kali terkesan berlontaran jauh ke luar dunia, meskipun sebelah kakinya masih menginjak bumi.

Bagi pembacanya, hal ini menimbulkan banyaknya fantasi yang ingin dihadirkan dan mengajak pikiran para pebacanya untuk secara terus-menerus mengikuti ke mana kiranya fantasi tersebut akan terus berterbangan tentunya. Dan justru bukannya berusaha untuk mengajak atau memperlihatkan pada para pembacanya gambaran-gambaran imaji apa sajakah yang sekiranya dapat muncul dan hadir dari apa yang ia sebuah ”Pintu Rumahku”.

Hal ini secara jelas, terang, begitu gemilang dan jernih mengingatkan pada karya-karya dari para penulis semacam Mario Vargas Llosa, Gabriel Garcia Marquez, Sandra Ciceros, Gao Xin Jiang ataupun Milan Kundera. Di mana pada karya-karya mereka fantasi benar-benar berusaha untuk ditampilkan secara optimal pada setiap karya yang mereka ciptakan. Dengan metoda penciptaan yang didasarkan pada lamunan, dan menggunakan teknik penulisan yang mengedepankan lanturan-lanturan sebagai jalinan ceritanya. Sebagaimana juga pada karya-karya prosa Ben Okri—salah seorang penulis besar Nigeria.

Tengok saja karya-karya prosa Ben Okri, semisal cerpennya yang berjudul ”Doa dari yang Hidup”, pada bagian di mana tokoh ”aku” sedang melakukan pencarian akan jasad saudara laki-lakinya yang diperkirakan sudah mati di suatu tempat:

Aku terus mencari, aku mendapati sebuah wajah yang tidak akrab; dia saudara laki-lakiku. Aku mengangguk. Aku menebar pasir di tubuhnya. Beberapa jam kemudian, di dekat sumur kering, aku mendapatkan anggota keluargaku yang lain. Ibuku menggenggam erat-erat tulang yang begitu kering, yang lalat pun tak lagi mau makan. Aku menebarkan pasir di tubuh-tubuh mereka. Aku terus mencari. Ada satu wajah lagi yang ketidakakrabanna yang jelita akan mampu menghiburku. Pada saat aku menemukan wajah itu, aku siap menyerahkan diriku pada nyanyian-nyanyian gunung itu.

Matahari mendekat tenggelam ketika, dari gedung sekolah yang belum selesai, aku mendengar nyanyian. Itu adalah suara paling gaib yang pernah kudengar dan kupikir hanya mereka yang tahu menghayati manisnya kehidupan bisa menyanyi seperti itu, bisa menyanyi seolah setiap tarikan nafas adalah doa.

Nyanyian itu seperti awal yang penuh kegembiraan dari segala ciptaan, anggukan suci terhadap nafas dan cahaya yang menyusup ke segala, yang mebuat air berkilau, tumbuhan bertunas, hewan-hewan berlompatan dan bermain di ladang-ladang, dan yang membuat laki-laki dan perempuan menantikan cahaya pertama warna-warna, hijaunya tumbuhan, birunya laut, kencananya udara, peraknya bintang-bintang. Itu adalah akhir yang sesungguhnya dari pencarianku, musik untuk memahkotai kehidupanku yang penuh pengkhianatan, akhir yang tak pernah kuharapkan, atau kubayangkan.

Dari sepenggal kutipan di atas dapatlah dilihat bagaimana cerita pencarian yang dilakukan oleh si tokoh ”aku” tersebut, oleh Ben Okri”, secara sadar diceritakan dengan teknik melantur-lantur menyerupai apa yang dialami oleh seseorang yang sedang melamun. Ia tidaklah menceritakan secara seksama perihal pencarian yang dilakukan oleh si tokoh ”aku” terhadap saudara laki-lakinya. Melainkan malah berusaha menceritakan atau bercerita mengenai pikiran-pikiran apa sajakah yang muncul ketika si tokoh ”aku” melakukan pencarian tersebut. Hal ini jelas-jelas mirip atau menyerupai apa yang dialami oleh seseorang yang sedang melamun.

Pada seseorang yang sedang melamun, acap kali pikiran seseorang tersebut berusaha untuk mengembara sejauh yang diinginkan dan kerap kali bahkan tidak terkontrol jauhnya, meskipun masih berada pada koridornya. Hal ini mengakibatkan banyaknya bermunculan berbagai khayalan dan fantasi yang berasal dari alam bawah sadarnya. Akan tetapi, di sisi lain fantasi-fantasi tersebut tidak saja hadir secara utuh, melainkan ikut pula dicampuri oleh ingatan-ingatan dan kenangan-kenangan yang berasal dari kesadaran.

Ini jelas-jelas menyerupai pula apa yang dialami oleh seseorang yang sedang berada dalam sakratul maut. Konon, merujuk pada sebuah dialog dari film Daredevil yang baru beberapa bulan yang lalu diputar di bioskop-bioskop di negri ini, bahwa seseorang yang sedang mengalami sakratul maut ia akan mengalami pengingatan dan pengenangan dan pembayangan, atau mungkin lebih tepatnya pemfantasian, akan hal-hal yang pernah dilakukannya, juga akan hal-hal yang belum pernah dilakukannya akan tetapi begitu putus asa diinginkannya.

Oleh Ben Okri metoda penulisan seperti ini tidaklah diterapkannya hanya pada cerpennya yang berjudul ”Doa dari yang Hidup” saja, melainkan juga pada karya-karyanya yang lainnya, semisal pada cerpennya yang berjudul ”Kota yang Ditinggalkan”. Atau pada novelnya yang berjudul ”Famished Road”. Bahkan pada novelnya yang berjudul ”Infinite Riches” metoda penulisan semacam itu juga diperlihatkannya secara intens. Seperti pada bagian di mana ketika si tokoh ”anak” menanyakan mengapa ayahnya hanya melamun saja, sementara si tokoh ”ayah” menjawabnya dengan bercerita tentang seekor macan tutul yang ditemuinya ketika ia mengubur jasad seorang tukang kayu yang dibunuhnya di sebuah hutan. Ini jelas-jelas merupakan lanturan.

Jalan yang sama pun rupa-rupanya juga dipilih oleh Imam Muhtarom dalam menuliskan cerpen-cerpennya semisal ”Pelancongan”, ”Tanah Harapan”, ”Rumah Kaca”, ”Gerbong Maut”, ataupun ”Rumah yang Tampak Biru oleh Cahaya Bulan”. Bahkan pada cerpennya yang berjudul ”Kami Menemukan Diri Kami…” lanturan-lanturan yang muncul dalam teknik penceritaan terkesan begitu ekstrem. Seperti pada bagian di mana ketika tokoh ”anak” menanyakan pada ibu mereka perihal dada yang menonjol dari salah satu saudari perempuan mereka.

Sementara si tokoh ”ibu” lebih memilih menjawab pertanyaan tersebut dengan bercerita yang melantur jauh dari hal yang ditanyakan kepadanya. Si tokoh ”ibu” tersebut bahkan lebih lebih memilih untuk bercerita mengenai seseorang yang naik ke bulan, sampai tentang keberadaan kupu-kupu. Ini jelas-jelas gaya pembicaraan yang melantur. Apa yang dilakukan oleh si tokoh ”ibu” mirip apabila seseorang yang sedang melamun tiba-tiba diajak bicara atau bercakap oleh seseorang lainnya.

Mencermati hal tersebut, bisa jadi, ada babakan lain dari sebuah teknik penciptaan sastra dari telah banyak dikenali saat ini. Bahwa penciptaan sastra bukan saja tercipta dari permenungan, akan tetapi bisa juga menggunakan teknik lamunan.
***

Penulis adalah penyair, esais, Redaktur Jurnal Sastra ANARKI. Ketua Biro Sastra Dewan Kesenian Surabaya. Staf pengajar di Fakultas Sastra & Filsafat Universitas Panca Marga, Probolinggo.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae