Indra Tjahyadi
http://www.sinarharapan.co.id/
Ada kalanya sebuah karya sastra bukannya tercipta dari sebuah permenungan, melainkan dari sebuah lamunan. Lihat saja puisi-puisi karya Nirwan Dewanto. Pada puisi-puisi karya Nirwan Dewanto lamunan menjadi semacam motor penggerak utama bagi dasar penciptaannya, dan bukannya permenungan.
Dengan menggunakan lamunan sebagai motor penggerak utama bagi dasar penciptaannya, ada sebuah konsekuensi logis yang tak dapat dielakkan muncul pada larik-larik puisi karya Nirwan Dewanto tersebut, yakni bahwa puisi-puisinya tersebut terkesan hidup dan dihidupi oleh lanturan-lanturan. Lanturan-lanturan yang hidup dan menghidupi larik-larik puisi karya Nirwan Dewanto tersebut bukannya tidak menimbulkan read effect bagi para pembacanya. Pertama, bahwa puisi-puisi karya Nirwan Dewanto cenderung lebih bersifat naratif, dan kedua bahwa puisi-puisi karya Nirwan Dewanto tersebut terkesan lebih cenderung menawarkan fantasi daripada imaji.
Tengok saja puisi karya Nirwan Dewanto yang berjudul ”Main Catur”:
…
Terkadang biji-biji catur ini mengembar jauh sekali
Itulah cara mereka menghentikan pikiran waras kami
Terkadang tubuh mereka berkerut bagai pohonan
Berayun-ayun dalam lagu panjang ketegangan
Dan jika mereka melenyapkan diri
Jutaan warna akan membakar papan main ini
Apakah sang patung mengenal rasa takut?
Seperti di masa kanak, aku memimpikan
Raja-raja terbang ke langit malam hari
Kuda-kuda mereka menghilang di dataran bulan
Dan ketika bintang-bintang itu terbakar
Aku pun memasuki daerah terlarang itu:
Para serdadu membuang senjata dan menari di depanku
Kemudian lenyap ke dalam gumpaan cahaya
Itulah saat kaudapatkan diriku tanpa perlindungan:
Lihatlah, tubuhku teramat murni itu
Perlahan-lahan berubah menjadi patung.
….
Dari sepenggal kutipan puisi karya Nirwan Dewanto tersebut dapatlah dilihat, bahwa puisi karya Nirwan Dewanto tersebut lebih bersifat naratif. Dan ia dengan sadar justru ingin memperlihatkan fantasi-fantasi apa sajakah yang muncul, daripada berusaha untuk ”menembak” imaji-imaji apakah yang meruak dari sebuah permainan catur tersebut. Hal yang sama juga dapat dilihat pada puisi-puisi karya Nirwan Dewanto lainnya, semisal: ”Masa Kanak-kanakku Mengambang di Laut”, ”Lautan di Bulan”, atau ”Kereta Api Malam”.
Seperti juga pada puisinya yang berjudul ”Ode untuk Pintu Rumahku”. Pada puisinya tersebut, sebenarnya, Nirwan Dewanto—sebagai penciptanya—hanya ingin menceritakan bagaimana si aku-lirik ketika menghadapi pintu rumahnya. Berbagai perasaan, ingatan, atau bahkan dendam muncul dan bermunculan terus-menerus, seakan-akan tak pernah ada habisnya. Hal ini mengakibatkan munculnya kesan, bahwa setiap larik puisi karya Nirwan Dewanto tersebut hanya berupa lanturan-lanturan dari apa yang diingat, dirasakannya. Bahkan lanturan-lanturan tersebut acap kali terkesan berlontaran jauh ke luar dunia, meskipun sebelah kakinya masih menginjak bumi.
Bagi pembacanya, hal ini menimbulkan banyaknya fantasi yang ingin dihadirkan dan mengajak pikiran para pebacanya untuk secara terus-menerus mengikuti ke mana kiranya fantasi tersebut akan terus berterbangan tentunya. Dan justru bukannya berusaha untuk mengajak atau memperlihatkan pada para pembacanya gambaran-gambaran imaji apa sajakah yang sekiranya dapat muncul dan hadir dari apa yang ia sebuah ”Pintu Rumahku”.
Hal ini secara jelas, terang, begitu gemilang dan jernih mengingatkan pada karya-karya dari para penulis semacam Mario Vargas Llosa, Gabriel Garcia Marquez, Sandra Ciceros, Gao Xin Jiang ataupun Milan Kundera. Di mana pada karya-karya mereka fantasi benar-benar berusaha untuk ditampilkan secara optimal pada setiap karya yang mereka ciptakan. Dengan metoda penciptaan yang didasarkan pada lamunan, dan menggunakan teknik penulisan yang mengedepankan lanturan-lanturan sebagai jalinan ceritanya. Sebagaimana juga pada karya-karya prosa Ben Okri—salah seorang penulis besar Nigeria.
Tengok saja karya-karya prosa Ben Okri, semisal cerpennya yang berjudul ”Doa dari yang Hidup”, pada bagian di mana tokoh ”aku” sedang melakukan pencarian akan jasad saudara laki-lakinya yang diperkirakan sudah mati di suatu tempat:
Aku terus mencari, aku mendapati sebuah wajah yang tidak akrab; dia saudara laki-lakiku. Aku mengangguk. Aku menebar pasir di tubuhnya. Beberapa jam kemudian, di dekat sumur kering, aku mendapatkan anggota keluargaku yang lain. Ibuku menggenggam erat-erat tulang yang begitu kering, yang lalat pun tak lagi mau makan. Aku menebarkan pasir di tubuh-tubuh mereka. Aku terus mencari. Ada satu wajah lagi yang ketidakakrabanna yang jelita akan mampu menghiburku. Pada saat aku menemukan wajah itu, aku siap menyerahkan diriku pada nyanyian-nyanyian gunung itu.
Matahari mendekat tenggelam ketika, dari gedung sekolah yang belum selesai, aku mendengar nyanyian. Itu adalah suara paling gaib yang pernah kudengar dan kupikir hanya mereka yang tahu menghayati manisnya kehidupan bisa menyanyi seperti itu, bisa menyanyi seolah setiap tarikan nafas adalah doa.
Nyanyian itu seperti awal yang penuh kegembiraan dari segala ciptaan, anggukan suci terhadap nafas dan cahaya yang menyusup ke segala, yang mebuat air berkilau, tumbuhan bertunas, hewan-hewan berlompatan dan bermain di ladang-ladang, dan yang membuat laki-laki dan perempuan menantikan cahaya pertama warna-warna, hijaunya tumbuhan, birunya laut, kencananya udara, peraknya bintang-bintang. Itu adalah akhir yang sesungguhnya dari pencarianku, musik untuk memahkotai kehidupanku yang penuh pengkhianatan, akhir yang tak pernah kuharapkan, atau kubayangkan.
Dari sepenggal kutipan di atas dapatlah dilihat bagaimana cerita pencarian yang dilakukan oleh si tokoh ”aku” tersebut, oleh Ben Okri”, secara sadar diceritakan dengan teknik melantur-lantur menyerupai apa yang dialami oleh seseorang yang sedang melamun. Ia tidaklah menceritakan secara seksama perihal pencarian yang dilakukan oleh si tokoh ”aku” terhadap saudara laki-lakinya. Melainkan malah berusaha menceritakan atau bercerita mengenai pikiran-pikiran apa sajakah yang muncul ketika si tokoh ”aku” melakukan pencarian tersebut. Hal ini jelas-jelas mirip atau menyerupai apa yang dialami oleh seseorang yang sedang melamun.
Pada seseorang yang sedang melamun, acap kali pikiran seseorang tersebut berusaha untuk mengembara sejauh yang diinginkan dan kerap kali bahkan tidak terkontrol jauhnya, meskipun masih berada pada koridornya. Hal ini mengakibatkan banyaknya bermunculan berbagai khayalan dan fantasi yang berasal dari alam bawah sadarnya. Akan tetapi, di sisi lain fantasi-fantasi tersebut tidak saja hadir secara utuh, melainkan ikut pula dicampuri oleh ingatan-ingatan dan kenangan-kenangan yang berasal dari kesadaran.
Ini jelas-jelas menyerupai pula apa yang dialami oleh seseorang yang sedang berada dalam sakratul maut. Konon, merujuk pada sebuah dialog dari film Daredevil yang baru beberapa bulan yang lalu diputar di bioskop-bioskop di negri ini, bahwa seseorang yang sedang mengalami sakratul maut ia akan mengalami pengingatan dan pengenangan dan pembayangan, atau mungkin lebih tepatnya pemfantasian, akan hal-hal yang pernah dilakukannya, juga akan hal-hal yang belum pernah dilakukannya akan tetapi begitu putus asa diinginkannya.
Oleh Ben Okri metoda penulisan seperti ini tidaklah diterapkannya hanya pada cerpennya yang berjudul ”Doa dari yang Hidup” saja, melainkan juga pada karya-karyanya yang lainnya, semisal pada cerpennya yang berjudul ”Kota yang Ditinggalkan”. Atau pada novelnya yang berjudul ”Famished Road”. Bahkan pada novelnya yang berjudul ”Infinite Riches” metoda penulisan semacam itu juga diperlihatkannya secara intens. Seperti pada bagian di mana ketika si tokoh ”anak” menanyakan mengapa ayahnya hanya melamun saja, sementara si tokoh ”ayah” menjawabnya dengan bercerita tentang seekor macan tutul yang ditemuinya ketika ia mengubur jasad seorang tukang kayu yang dibunuhnya di sebuah hutan. Ini jelas-jelas merupakan lanturan.
Jalan yang sama pun rupa-rupanya juga dipilih oleh Imam Muhtarom dalam menuliskan cerpen-cerpennya semisal ”Pelancongan”, ”Tanah Harapan”, ”Rumah Kaca”, ”Gerbong Maut”, ataupun ”Rumah yang Tampak Biru oleh Cahaya Bulan”. Bahkan pada cerpennya yang berjudul ”Kami Menemukan Diri Kami…” lanturan-lanturan yang muncul dalam teknik penceritaan terkesan begitu ekstrem. Seperti pada bagian di mana ketika tokoh ”anak” menanyakan pada ibu mereka perihal dada yang menonjol dari salah satu saudari perempuan mereka.
Sementara si tokoh ”ibu” lebih memilih menjawab pertanyaan tersebut dengan bercerita yang melantur jauh dari hal yang ditanyakan kepadanya. Si tokoh ”ibu” tersebut bahkan lebih lebih memilih untuk bercerita mengenai seseorang yang naik ke bulan, sampai tentang keberadaan kupu-kupu. Ini jelas-jelas gaya pembicaraan yang melantur. Apa yang dilakukan oleh si tokoh ”ibu” mirip apabila seseorang yang sedang melamun tiba-tiba diajak bicara atau bercakap oleh seseorang lainnya.
Mencermati hal tersebut, bisa jadi, ada babakan lain dari sebuah teknik penciptaan sastra dari telah banyak dikenali saat ini. Bahwa penciptaan sastra bukan saja tercipta dari permenungan, akan tetapi bisa juga menggunakan teknik lamunan.
***
Penulis adalah penyair, esais, Redaktur Jurnal Sastra ANARKI. Ketua Biro Sastra Dewan Kesenian Surabaya. Staf pengajar di Fakultas Sastra & Filsafat Universitas Panca Marga, Probolinggo.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar