Putu Wijaya
http://putuwijaya.wordpress.com/
Ini tentang bagaimana saya menulis. Bukan tentang bagaimana seseorang sebaiknya, apalagi seharusnya menulis. Tidak mudah menulis bimbingan menulis yang umum, karena itu segera akan menjadi kiat yang kedaluwarsa.
Perkembangan dalam banyak hal sudah begitu cepat dan dahsyat. Manusia berubah dan sastra pun selalu menjadi baru. Bidang penulisan terus menemukan kiat-kiat terkini, meskipun yang lama tidak dengan sendirinya musnah.
Memang ada yang umum dan mungkin akan masih berlaku. Misalnya teknik menulis. Buku “Teknik Mengarang” yang ditulis oleh Muchtar Lubis sampai sekarang tetap saya anggap sebagai pedoman menulis yang terbaik.
Pertama sarannya untuk membuang dua atau tiga alenia pertama (bahkan mungkin lembar pertama) dari yang sudah kita tulis. Karena itu biasanya bagian-bagian emosional yang tak terkendali.
Kemudian anjurannya untuk pembukaan tulisan yang langsung menggedor dengan masalah. Di dalam buku itu diberi contoh bagaimana Anton Chekov, sudah menabur pertanyaan dalam kalimat pertama. Pembaca jadi penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi. Dan Chekov memang seorang master dalam “plot” yang selalu memberikan kejutan yang mempesona di akhir cerita.
Yang ketiga, Mochtar Lubis menyarankan untuk tidak berhenti menulis kalau sedang buntu. Kalau itu dilakukan, besar kemungkinan penulis tidak akan pernah kembali melanjutkan. Setiap hendak melanjutkan sudah langsung mumet melihat jalan buntu yang menunggunya.
Berhenti sebaiknya dilakukan justru saat sedang lancar dan berapi-api. Di samping membantu mengendapkan emosi, itu sercara psikologis akan menjaga semangat untuk meneruskan bekerja.
Unsur cerita secara umum juga masih berlaku, walau kehadirannya sudah teracak-acak. Bahkan ada yang sama sekali menjungkir-balik dan memperlakukan berbeda. Dulu cerita memerlukan tokoh, riwayat, alur dan penuturan. Sekarang cerita masih terpakai, tetapi diacak hancur dan tidak harus memakai unsur-unsur tadi.
Pernah keindahan bahasa menjadi tujuan utama. Mengarang jadi kehebohan memberi gincu , memoles dan memasang berbagai asesoris, sehingga yang mau disampaikan jadi berdandan keren. Bahasa Indonesia dalam masa Pujangga Baru, misalnya, seperti menari-nari melakukan gerak indah.
Tetapi kemudian digeser oleh Angkatan 45 yang ceplas-ceplos, kasar kadang cenderung kurang-ajar (Surabaya oleh Idrus), tapi terasa lebih menggigit dan konkrit. Kekenesan dan kegenitan pun ditinggal. Bahasa penulisan menjadi lebih dinamis, padat dan berdarah. Bahasa Chairil Anwar, Pramudya Ananta Toer, Utuy Tatang Sontany dan Mochtar Lubis membuat sastra Indonesia memasuki babak baru.
Mohtar Lubis adalah wartawan terkenal yang menulis dengan mempergunakan kiat dan pengalamannya sebagai wartawan. Bahasa pers yang dulu dianggap bahasa berita yang kering, menjadi lain ketika penulis “Jalan Tak Ada Ujung” ini memberinya muatan.
Tak pernah dipersoalkan sebagai cela lagi, kalau ada pengarang yang menulis fiksi dengan ketrampilan wartawan. Majalah TEMPO yang didirikan pada tahun 70-an bahkan kemudian menggabungkan bahasa sastra ke dalam pemberitaan, sehingga bukan hanya bahasa sastra berkembang, bahasa pers juga berubah, keduanya saling menghampiri.
Pernah tema besar menjadi primadona. Tulisan yang mengangkat tentang nasib manusia, perang, revolusi dan sebagainya menjadi tiket untuk dianggap sebagai karya bergengsi. Kita masih terus mengagumi War And Peace karya Tolstoy dan Dokter Zhivago Boris Pasternak dan Hamlet Shakespearre.
Tetapi cerita kemalangan seorang nelayan kecil dalam The Old Man and The Sea dari Hemingway pun dianggap luar biasa. Juga penantian Didi dan Gogo dalam Waiting for Godot karya Beckett dianggap sebagai sebuah fenomena, setelah pernah lama hanya ditoleh dengan sebelah mata karena seperti dagelan
Pada suatu siang (tahun 70-an) di kantor majalah TEMPO di bilangan Senen Raya, saya pernah bertanya pada Goenawan Mohamad. Apakah tema besar besar itu menentukan nilai sebuah karya. Artinya sebuah karya tulisan tidak akan pernah besar kalau temanya tidak besar. Pemimpin Redaksi Tempo yang juga salah seorang penyair dan eseis Indonesia kelas satu itu dengan tak ragu-ragu menjawab: “Tidak.”
Saat itu saya sedang menulis novel “Telegram” dan naskah drama “Aduh”. Keduanya tidak punya tema besar. Hanya tentang perasaan individu kecil yang gagap dan kebingungan menghadapi komplekasi kehidupan yang semakin jumpalitan.
Rasa kerdil bahkan nyaris “bersalah” (karena tidak seperti Pramudya Ananta Toer yang banyak bicara tentang revolusi) segera mendapat angin segar. Perlahan saya yakini, karya sastra jadinya bukan hanya “tentang apa”, tapi “bagaimana memaparkan apa itu”.
Menceritakan apa yang ada di sekitar, yang mudah diceritakan, karena kita menguasainya, tidak lagi terasa tercela. Lebih dari itu menceritakan dengan sepenuh keberadaan diri kita, dengan segala kelebihan dan terutama kekurangannya, juga bukan sesuatu yang tercela.
Dalam Telegram saya numpang bertanya lewat tokoh utamanya. “Apakah yang berhak bercerita itu hanya para pahlawan dengan tindakan-tindakan besarnya. Apa orang yang bodoh dan tidak tahu, tidak boleh ikut bicara membagikan pikiran-pikirannya?”
Dalam sebuah Telegram, tokoh utama mendapat telepon dari seseorang yang tidak dikenalnya dalam bahasa Arab. Saya tertegun waktu itu. Apakah saya harus menunda tulisan itu sampai saya dapat menuliskan dalam bahasa Arab apa yang diucapkan oleh yang nelpon? Atau tak perlu menyembunyikan kekurangpengetahuan saya, karena seorang penulis tak harus orang yang serba tahu.
Saya mengambil resiko, tidak perlu menunggu. Saya tulis ucapan bahasa Arab itu dengan deretan huruf-huruf yang tidak bisa dibaca, karena bagi telinga pelaku cerita, dia tidak menangkap makna tapi hanya bunyi.
Dari proses itu saya belajar, menulis adalah “mengambil resiko” . Tanpa keberanian mengambil resiko hasilnya hanya akan menjadi rata-rata saja. Memenuhi persyaratan, tetapi tidak orisinal apalagi unik. Dua hal itulah kemudian yang selalu saya kejar dalam menulis.
Keberanian mengambil resiko tidak datang begitu saja. Pendidikan orang tua untuk menghormati desiplin membuat saya berwatak patuh. Tak berani melawan aturan. Itu membuat saya jadi penakut dan pengecut. Tetapi pengalaman keras di lapangan perlahan-lahan menyeret saya untuk belajar bersikap.
Pada tahun 60-an, saya menulis drama “Dalam Cahaya Bulan” di Yogya. Dalam drama itu ada yang tidak logis. Pelaku utamanya memberikan pengakuan yang menyalahi cerita. Pemain yang memainkan tokoh itu protes, mengatakan ucapan tokoh itu salah. Saya hampir saja tergoda.untuk mengoreksinya.
Tapi kemudian saya bertahan, karena ucapan tokoh tidak harus semuanya benar. Tokoh utama pun bisa saja tidak jujur. Dia hidup dan merdeka mengutarakan pikirannya, tak hanya menjadi corong dari penulis.
Mempertimbangkan pembaca dalam menulis selalu mendua. Bisa menjadi kelemahan, karena itu akan membatasi kebebasan. Tapi dalam keadaan tidak terlalu bebas, kreativitas akan tertantang, lalu kita terpacu meloncat seperti dalam lari gawang sehingga hasilnya bisa mengejutkan. Pada awalnya pembaca menjadi beban, tetapi kemudian ketika beban itu sudah terbiasa, menjadi hikmah.
Saya percaya setiap penulis adalah sebuah dunia mandiri yang menempuh jalannya sendiri. Ia memiliki banyak persamaan dengan orang lain, tetapi itu tidak penting. Yang menentukan adalah perbedaan-perbedaannya.
Keunikannyalah yang akan menjadikan produknya menonjol di tengah karya orang lain. Penulis bukan sebuah pabrik, meskipun produktif. Berbeda dengan kerajinan yang berulang-ulang dibuat, produk tulisan selalu berbeda karena ia menyangkut ekspressi..
Setiap penulis akan menyusun teorinya sendiri. Proses kreatif itu tidak untuk ditiru apalagi diberhalakan, meskipun boleh saja dicoba oleh orang lain. Pengalaman bekerja penulis lain, dapat jadi perimbangan yang mempercepat proses pembelajaran menulis. Tetapi bisa juga jadi bumerang kalau kemudian diterima sebagai sebuah idiologi.
Sastra punya potensi untuk menghibur, namun bukan hiburan. Novel, cerpen, puisi, esei dan sebagainya adalah kesaksian, perenungan, pemikiran dan pencarian-pencarian pribadi tetapi menjadi obyektif ketika berhasil menyangkut kebenaran banyak orang. Akibatnya sastra tidak bedanya dengan bidang yang lain, sastra adalah ilmu pengetahuan. Tak selamanya upaya pencarian sastra berhasil. tetapi setiap kegagalan adalah sebuah janji.
Karenanya “menulis” bukan sesuatu yang mudah. Tidak seperti yang dikatakan oleh Arswendo: Mengarang Itu Gampang, juga tidak sama dengan apa yang dikatakan dosen penulisan di UI, Ismail Marahimin, bahwa “mengarang itu fun”.
Mengarang - bagi saya - adalah sebuah peristiwa yang khusuk, sunyi, pedih, melelahkan, menyakitkan, membosankan. Sebagaimana seorang ibu yang melahirkan, menulis menjadi sebuah peristiwa yang “menegangkan” tetapi indah dan sakral.
Menulis selalu menjadi sebuah pengembaraan baru yang membuat saya tertantang sehingga tak ada saat untuk tidak menyala. Meskipun saya tak pernah melihat nyala itu, tetapi dari apa yang dilakukan para penulis sebelumnya, jelas betapa jilatan pikiran mereka tetap mengibas ke masa-zaman yang akan datang hingga membuat kehadiran berarti.
Buat saya, menulis adalah menciptakan “teror mental”. Tetapi konsep itu akan saya tinggalkan setiap saat kalau ada kebenaran lain yang membuktikannya salah.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Sabtu, 20 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar