Jumat, 28 November 2008

Prosa-Puisi Kartini

Asarpin
http://www.lampungpost.com/

"Segala yang murni dan indah dalam kehidupan manusia adalah puisi". Kata-kata ini diucapkan Kartini (kepada Stella--nama panggilan Kartini kepada Estella Zeehandelaar, feminis sosialis yang membuka diskusi pertama kali dengan Kartini melalui surat-menyurat--sebagai bukti bahwa ia mencintai puisi. Bagi Kartini, puisi atau seni pada umumnya adalah jiwa bangsa Bumiputera. Dari mulut anak-anak sampai orang jompo, senantiasa melahirkan puisi.

Namun, tak setiap puisi menggoda imajinya. Salah satu yang memancing dahaga seninya adalah tatkala ia mendengar denting gamelan yang disebutnya ginonjing. Alunan suaranya, denting liriknya, tak ayal membetot pikiran dan jiwanya. Ketika diajak membicarakan soal seni dengan sahabat-sahabatnya di Eropa, Kartini menegaskan bahwa seni yang memikat hatinya adalah yang di dalamnya mengandung keindahan sekaligus pembebasan.

Seni baginya adalah alat untuk mewujudkan cita-cita pembebasan rakyat pribumi dari penjajahan dan keterbelengguan oleh adat-istiadat yang sangat feodalistik. Baginya, tali peranti yang mengikat rakyat Jawa sudah semestinya diputus dengan seni pembebasan. "Roman bertendensi dalam segala hal harus lebih tinggi. Dia sempurna dan sama sekali tanpa cacat," katanya kepada Stella 12 Januari 1900.

Kedalaman karya seni akan tercapai bila dilakukan dengan penuh penghayatan dan seintens mungkin oleh senimannya. Tak ada seni yang berjiwa dan berwatak tanpa pergulatan pengarangnya terhadap realitas, baik yang dirasakan dalam jiwanya maupun yang tengah dirasakan bangsanya. "Kedalaman hanya bisa didapatkan dengan penggalian," kata Kartini dalam surat bertanggal 11 Oktober 1901.

Kartini mencintai seni yang berwatak, berkepribadian, bukan seni mesum atau anggur kolesum. Salah satu yang diusulkan Kartini untuk menemukan kedalaman puisi atau prosa adalah dengan cara masuk ke dalam kesunyian diri, semacam meditasi atau kontemplasi. "Kesunyian adalah jalan ke arah pemikiran," tulisnya dalam surat 15 Agustus 1902. Dan "pemikiran adalah jalan ke arah perjuangan".

Prosais yang Piawai Bertutur
Kelebihan Kartini terletak pada bahasa prosanya yang kaya dengan ungkapan renungan. Prosanya ditulis dalam bentuk surat dengan menampilkan cerita dan kisah-kisah yang kaya dengan ilustrasi dan imajinasi. Bentuk surat memang memiliki kelebihan sendiri dalam mengungkapkan cerita. Salah satu cerpen terbaik Seno Gumira Ajidarma adalah cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku dan Jawaban Alina. Kedua cerpen ini ditulis dalam bentuk surat-menyurat, tak ubahnya dengan apa yang dilakukan Kartini.

Tengok misalnya gaya prosa dalam fragmen surat Kartini bertanggal 15 Agustus 1902: "malam waktu itu; jendela dan pintu-pintu terbuka. Bunga cempaka berkembang di lebuh kamar kami, dan bersama dengan puputan angin segar, berdesah dengan dedaunnya serta mengirimkan kepada kami ucapan selamanya dalam bentuk bau harumnya. Aku duduk di lantai, sebagaimana sekarang ini, pada sebuah meja rendah, di kiriku Dik Rukmini yang sedang menulis".

Surat di atas cukup panjang dengan gaya prosa yang unik. Mengomentari surat ini, Pramoedya Ananta Toer dalam Panggil Aku Kartini Saja menegaskan bahwa kecintaan Kartini pada seni rakyat bukan sebagai cinta platonik, tapi cinta seniwati dari darah dan daging. Dan ini memang ditegaskan Kartini sendiri dalam surat 11 Oktober 1901: "kukatakan itu untuk menyatakan kepadamu, untuk menunjukkan, betapa nilai pena itu meningkat kalau orang mempergunakan tinta sebagai darah jantungnya sendiri".

Banyak contoh prosa terbaik dalam surat Kartini dengan gaya bertutur yang masih segar hingga kini, seperti contoh fragmen-fragmen berikut ini: "kucing-kucing dekil itu, para tamu, seniman-seniman mendatang. Lihat, tanah bekas kaki mereka mengandung bukti-bukti bakat mereka. Ah, ah, dari mana kau datangkan keindahan? Dengan bersemangat seorang pengagum bertanya, laksana mimpi, ke mana pun pandang ditebarkan, tertatap juga semburan cahaya, hijau dedaunan dan bunga-bungaan, kilau emas dan perak, satin dan sutra".

Puisi dari Bentuk dan Isi
Kartini pernah bertanya soal bentuk dan isi dalam salah satu pembelaannya terhadap tuduhan Belanda kepada kaum pribumi yang ditujukan kepada Nyonya Abandenon 27 Oktober 1902. "Terang yang Bunda sinarkan kepada kami membuat kami melihat dan juga bertanya: apakah makna bentuk tanpa isi?"

Bagi Kartini, tak ada puisi jika hanya isi, sebagaimana juga apalah artinya puisi jika hanya bentuk. Sesuatu disebut puisi jika di dalamnya mengandung bentuk sekaligus isi. Apakah ini anakronis? Bagi Kartini tak, karena hakikat seni adalah perpaduan isi dan bentuk. Salah satu puisi Kartini yang tidak dimuat dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang terjemahan Armijn Pane (Balai Pustaka, 1951) tapi dimuat dalam karya Pram, sebuah puisi panjang bertajuk Manusia dan Hatinya, seperti dalam fragmen ini: Dan bila jiwa seia, retak tidak, tali abadi, Mengikat erat, setia arungi segala, rasa, jarak dan masa. Tunggal dalam suka, satu dalam duka, seluruh hidup gagah ditempuh, Oi, bahagia dia si penemu jiwa seia, Yang Mahakudus dia suntingkan.

Selera puitik Kartini banyak dipengaruhi selera pencerahan Eropa. Ini sulit dimungkiri. Revolusi Prancis pada abad ke-16 telah mengilhami jiwa Kartini dalam hal memilih selera puitik. "Pikiran adalah puisi, pelaksanaannya seni! Tapi di mana bisa ada seni tanpa puisi? Segala yang baik, yang luhur, yang keramat, pendekanya segala yang indah di dalam hidup ini adalah puisi," tulisnya dalam surat 2 April 1902.

Kartini ingin mendekatkan puisi ke hati rakyat. Caranya memandang puisi pun berbeda dengan kaum bangsawan. Pernah dalam sebuah suratnya ia melakukan monolog batin yang menghasilkan sejenis renungan prose-poem (puisi-prosa): "Orang sederhana, yang menggelesot dina di atas tanah, mengangkat pandang takzimnya, sekejap, dan menjawab sederhana: "Dari hati hamba, bendoro!"

Tak ada amanah di situ. Renungan yang ditampilkan sangat menohok dan mengejutkan. Gayanya sederhana dan tak hendak berfilsafat. Walau demikian, betapa sulit puisi itu bisa dijangkau rakyat kebanyakan. Apa pun dalih dan dalil Kartini, renungan-renungan puisinya tetap miliknya sendiri. Sudah tabiat puisi jika hanya bisa dipahami oleh si penyairnya sendiri.

Bahasa puisi Kartini sangat dekat dengan liris, bahkan sangat posesif. Dalam larik lain, Kartini pernah juga menulis begini: "Betapa ini jiwa, Dalam sorai melanglang, Jantung pun gelegak berdenyar, Bila itu mata sepasang, Rumah pandang menatap, Jabat tangan hangat diulurkan. Tahu kau, samudra biru, Menderai dari pantai ke pantai? Di mana, bisikan padaku, Di mana, mukjizat bersemai?"

Puisi itu bicara soal jiwa puisi Eropa yang sorak-sorai, sementara bagi Kartini yang diilhami oleh alunan ginonjing, puisi pribumi tak demikian adanya: "gamelan tak pernah bersorak-sorai, kendati di dalam pesta yang paling gila sekali pun, dia terdengar sayu dalam nyanyinya, mungkin begitulah seharusnya. Kesayuan itulah hidup, bukan nyanyi bersorak-sorai!"

Ketika Kartini sedang duduk termangu di lantai, tiba-tiba ia mendengar peting ginonjing yang diiringi suara nyanyian perempuan, dan ia pun melukiskan dalam surat 15 Agustus 1902: "Di kananku Annie Glaser, yang juga di lantai sedang menjahit, dan di hadapanku seorang perempuan, yang menyanyikan kami sebuah cerita. Betapa indahnya! Suatu impian yang mengalun dalam suara-suara indah, kudus, jernih dan bening, yang mengangkat roh kami, yang menggeletar-membubung ke atas ke dalam kerajaan makhluk-makhluk berbahagia".

Di sini Kartini menunjukkan jati dirinya sebagai seniwati yang tangguh. Terlepas banyak hal yang paradoks dalam prosa-puisi kartini, setidaknya ia telah mengawali hidup dengan puisi dan prosa sebagai bagian dari menegakkan martabat dan harga diri bangsa pribumi. Dan upaya menghadirkan nilai sastrawi dalam karya Kartini yang serba-selintas ini, semoga apa yang pernah dikatakan Ruth Indiah Rahayu sebelas tahun lalu, kita telah "mengangkat Kartini ke tempat yang pantas dia terima daripada sekedar menjadikannya relikwi menghormati raga dan memuja peninggalan busana putri suci masa lampau". Selamat Hari Kartini!

*) Pembaca sastra, tinggal di Bandar Lampung

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae