Sabtu, 25 Oktober 2008

Rumah yang Hilang

Ida Ahdiah
http://www.jawapos.com/

Rumah itu kecil dua lantai, dan jauh dari keramaian. Lantai pertama terdiri dari ruang tamu, dapur, dan ruang makan. Dua kamar tidur dan kamar mandi di lantai atas. Di kanan, kiri, depan, dan belakang masih ada tanah kosong. Supermarket agak jauh. Begitu juga klinik.

Dua blok dari rumah ada taman besar, menjorok ke sungai, yang membelah pulau. Piere yang lahir di sebuah kota kecil, di tepi sungai, dengan dermaga kayu tempat menambatkan perahu, menyukai kedekatan rumah itu dengan sungai.

''Mari kita hitung berapa uang yang kita miliki,'' kata Piere sambil menggenggam tangan istrinya, Siti.

Berdua mereka menatapi rumah berdinding bata merah itu.

''Jika kurang uang kita jual rumah yang di Indonesia,'' ujar Siti.
''Kau sudah tak sabar, ya?''
''Apartemen itu tak layak huni lagi."

Musim dingin lalu, di bawah temperatur -30, pemanas di apartemen tak berfungsi. Piere dan Siti tidur mengenakan baju hangat, berlapis jaket

tebal, penutup telinga, kaos kaki, kaos tangan, dan berselimut tebal. Tak ada yang bisa diminta pertanggungjawaban. Pemilik apartemen, Madame Chantal, yang tinggal di apartemen bawah, sedang berlibur ke Kuba.

''Sejak lama aku ingin pindah dari apartemen ini, tak perlu membeli rumah, cukup pindah ke apartemen lain. Tapi katamu, tempat ini penuh kenangan. Perjuangan masa mudamu kau mulai di sini,'' tutur Siti.

Apartemen di wilayah itu umumnya dibangun dua lantai, berjejer sepanjang jalan, dimiliki per orangan. Tak seperti apartemen baru yang dibangun menjulang ke atas dan dikelola oleh perusahaan. Tempat yang Piere diami memiliki satu kamar tidur, ruang tamu, dengan dapur yang menyatu dengan ruang makan. Cat temboknya kusam. Warna karpetnya pudar. Kompor, pemanas, dan air panasnya masih menggunakan gas, bukan listrik seperti di apartemen yang dibangun belakangan.

Madame beberapa kali menawari Piere untuk membelinya. Ia bisa mencicilnya bila belum punya cukup uang. Piere suka lingkungan tua, jalan-jalan kecil dengan trotoar batu, yang dirindangi pohon-pohon tua dan besar. Jaraknya hanya satu blok dari statsiun bawah tanah. Supermarket dan rumah sakit juga dekat. Tapi Piere melupakannya karena ia belum punya cukup uang.

Sampai satu saat karena pekerjaan, ia dikirim ke Malaysia. Piere pamit pada Madame dan menyelesaikan kewajibannya membayar sewa. Saat Piere hendak membuang barang-barang miliknya, Madame Chantal berkata, ''Simpan saja barang-barangmu, aku tidak keberatan.''

''Tapi orang-orang penghuni sesudahku akan terganggu.''
''Kau pikir aku akan menyewakannya pada orang lain?''

Di Malaysia ia bertemu Siti, perempuan yang ia cintai apa adanya. Perempuan yang memperlakukannya berlebihan, mencium tangannya dengan hikmah saat ia hendak pergi dan pulang kerja. Perempuan yang tak berani menatap matanya kala bicara. Perempuan yang menyeduhkan kopi dan menyiapkan sarapan sebelum ia bangun tidur.

''Kamu istriku, bukan pembantuku,'' kata Piere, yang jengah dan tak terbiasa diperlakukan istimewa karena ia laki-laki. ''Mintalah bantuanku jika kamu butuh. Aku bisa memasak, biasa mencuci baju, bersih-bersih rumah.''

Siti tercengang. Menjadi satu-satunya perempuan dari empat saudara lelaki, Siti terbiasa melayani. Pagi hari, ia diminta menyediakan kopi atau teh untuk ketiga kakaknya. Siti yang mencuci baju. Jika kakaknya perlu baju licin dan rapi mereka berteriak meminta Siti menyetrika.

Siti harus mengalah ketika diminta sekolah sampai SMA saja. Saat itu satu kakaknya butuh uang untuk masuk kerja. Masih pula, ketika ia bekerja, diminta membantu seorang kakaknya membuka warung rokok.Piere terpana saat tahu Siti masih mengirim uang untuk kebutuhan ponakan-ponakannya. ''Mereka sudah bukan kewajibanmu lagi.''

''Kakak-kakakku tak punya cukup uang.''
''Mengapa mereka punya anak?''
''Berkeluarga, ya, pantasnya punya anak.''
''Kalau mau punya anak, ya pantasnya bekerja.''
''Sudah, sudah. Aku tidak pakai uangmu, kok.'' Siti menangis.

Piere yang mencintai Siti apa adanya membeli sebuah rumah di dekat kebun teh. Di depannya ada sungai kecil yang airnya jernih menampakkan batu-batunya yang berlumut. Berdua mereka suka duduk di atas batu di tepi sungai, menghabiskan sarapan ketan bakar.

Piere merasa beruntung penghasilannya dengan dolar di negara ASEAN membuatnya mampu membeli rumah. Dengan penghasilan yang sama di negerinya, ia hanya mampu menyewa apartemen tua. Namun karena pekerjaan pula Piere harus kembali ke negerinya. Ia meminta keluarga Siti merawat rumah tersebut. Syukur-syukur bisa menyewakannya.

''Mulailah memikirkan dirimu dan berbagi perhatian denganku,'' kata Piere saat ia mengajak Siti ke negerinya.

Siti tidak ragu. Ia akan berbagi hidup dengan lelaki yang telah menunjukkan tidak saja cinta, tapi juga hormat.
***

Piere lega apartemennya dulu masih kosong. Bahkan menurut Madame, ia tak pernah menyewakannya pada siapa pun.

''Kapan kau akan mulai menghuninya? Bersihkan sendiri, ya. Sejak kau pergi hanya satu kali aku membersihkannya. Mungkin sudah banyak sarang laba-laba sekarang,'' tutur Madame di telepon.

''Akan kubersihkan bersama istriku.''
''Kau sudah beristri! Orang mana?''
''Lihat sendiri nanti. Dia belahan jiwaku.''
''Akhir pekan datanglah untuk makan siang, merayakan kedatanganmu, pernikahanmu.''
''Terima kasih, Madame.''

Untuk Madame Chantal mereka menyiapkan suvenir taplak meja batik Pekalongan warna daun musim gugur.

''Apa kabar?'' sambut Madame Chantal seraya mencium kedua pipi Piere saat mereka tiba di rumahnya.
''Siti, istriku,'' Piere merangkul bahu Siti.
''Senang bertemu Anda.'' Ia menjabat tangan Siti.

Acara makan siang itu terasa lambat dan membosankan bagi Siti. Ia duduk menyuap makanan. Matanya bergantian melihat piring, wajah Madame , lalu wajah suaminya. Madame mendominasi percakapan.

''Ini kuncinya kalau kau mau bersih-bersih,'' kata Madame akhirnya.
''Jangan kaget, ya, beda sekali dengan rumah kita di kebun teh,'' bisik Piere seraya membuka pintu apartemen dan menyalakan listrik.

Siti diam saja, meski ia kaget, mengetahui Piere tinggal di apartemen tua, kecil, yang pengap dan bau apek itu.

''Kau keberatan tinggal di sini?''
''Kau tahu aku pernah tinggal di rumah lebih jelek dari ini.''
''Aku suka di sini karena sewanya murah, dekat ke mana-mana.''
''Aku mengerti.''
''Uang yang ada kita tabung sampai cukup untuk uang muka rumah.''

Siti setuju. ''Ayo, kita mulai bersih-bersih,'' ajaknya.

Siti menyapu, Piere menggosok lantai. Piere membersihkan kamar mandi dan kompor. Piere juga memvacum karpet dan sofa. Siti melap kursi, meja, lemari, dan tempat tidur.

''Minggu depan kita mulai tinggal di sini,'' ujar Piere.
***

Awalnya Siti menyukai pemukiman yang dekat ke mana-mana, yang mayoritas dihuni orang kulit putih itu. Namun bulan demi bulan, ia mulai merasa kesepian. Para penghuni rumah dan apartemen lebih suka menutup pintu rapat-rapat. Jika pun bertemu hanya senyum kecil, tidak suka berhenti untuk bercakap-cakap.

''Piere, aku kesepian,'' Situ berterus terang.

Piere kemudian mengajak Siti ke Plamondon, sebuah wilayah yang banyak dihuni orang ASEAN, khususnya Filipina. Di situ Siti menemukan warung yang menjual tahu, pete, ikan asin, ongol-ongol, dan bakpao. Sepekan sekali Siti ke sana, duduk di taman, mengobrol dengan teman-teman baru, kendati ia harus naik kereta api, melewati 9 statsiun.

''Mari kita pindah dari pemukiman ini. Kita cari rumah dengan harga terjangkau, yang dihuni oleh berbagai warna kulit,'' putus Piere.

Siti berterima kasih atas pengertian Piere.
***

Uang yang Piere dan Siti miliki hanya cukup untuk membayar uang muka minimal. Sisanya mereka harus mecicil selama 20 tahun dengan bunga tinggi seperti yang ditawarkan bank. Mereka benar-benar harus mengetatkan ikan pinggang. Siti lebih suka cara lainnya, memberi uang muka besar dan cicilan rendah dengan jangka 20 tahun juga.

''Kita jual saja rumah di kebun teh,'' usul Siti.
''Jika kau tak keberatan.''
''Kita juga tak menghuninya.''
''Kau yang memutuskan.''
''Aku akan sms Ibu,'' kata Siti.
''Mudah-mudahan urusan dengan bank selesai segera. Lalu kita pindah musim panas ini.''
''Aku akan syukuran, membuat tumpeng.''
''Undanglah teman-teman Filipinamu.''
''Menurutmu kita akan membawa semua benda-benda ini.'' Siti menunjuk meja makan, kursi, sofa, tv, yang semuanya sudah dimakan usia.
''Aku kira, ya, sampai kita bisa membeli barang-barang baru.''
''Juga itu.'' Siti menunjuk lukisan reproduksi karya Monet berjudul Au Jardin. Piere menggeleng. ''Itu punya Madame. Ibu sudah membalas smsmu?''
''Biasanya Ibu membalas smsku segera. Di Indo pukul 7 pagi. Mungkin Ibu ke pasar lupa membawa HP. Bisa juga baterainya habis.''''Ya, sudah kita makan malam dulu.'' Piere membuka kulkas, mengeluarkan makaroni keju dan menghangatkannya di microwave. Siti mencuci letus, ketimun, dan tomat untuk salad.
''Kita perlu membeli mesin cuci dan kompor baru.''
''Butuh gorden, keset kamar mandi, rak sepatu... Kebutuhan kelihatannya banyak.''
''Butuh tempat tidur baru buat anak kita,'' bisik Siti meraba perutnya seraya melirik Piere.
''Siti...''
''Kemarin aku cek kehamilan...''
''What!'' Piere terlonjak dan membawa Siti ke pelukannnya. Lalu ia mendaratkan ciuman di dahi istrinya. ''Jaga diri baik-baik. Aku akan turut menjagamu.''
''Anak ini mudah-mudahan membawa rezeki,'' kata Siti.
''Yang jelas kita harus bekerja lebih keras, jangan seperti kakak-kakakmu yang sukanya minta uang kamu," sambung Piere.

Musik mengalun dari HP Siti, pertanda ada sms. Balasan sms buat Siti dari kakaknya nomor tiga.

Lima bulan lalu kakak sulung kita menjual rumahmu. Ia terlibat hutang di bank. Sudah seminggu Ibu di rumah sakit terkena serangan stroke. Sebelah tubuhnya tak bisa lagi digerakkan. Tolong kirimi kami uang...

Siti pingsan.
------------------------

Montreal, Musim Dingin 2007

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae