Jumat, 24 Oktober 2008

RUANG-WAKTU PADAT, XIX: I - XC

Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/?p=197


Pribadimu lenyap dalam pergumulan perasaan, sewaktu angin merangsek
mengumpulkan awan bimbang, diulur daya tarik layang bumi menjelajah (XIX: I).

Menjelang senja, berbondong merangkul cium jubah kemerah,
ada memberi cawan berisi madu, persembahkan cangkir penuh airmata,
ialah rupawan di atas ketinggian kepatuhanmu berkasih sayang (XIX: II).

Magrib menutup senjakala, hujan turun rintian mesrah, senyum berpadu
menyatukan dada bergetar, sebesar kerinduan terpelihara (XIX: III).

Merestui perjalananmu di kala gerimis bersemangat ribuan keringat,
kalimah berhamburan selaksa taburan mayang musim semi (XIX: IV).

Nikmatilah kedekatan basah kuyup menelusup,
melewati parit-parit nuranimu menyuburkan tanaman (XIX: V).

Pertimbanganmu memberi atau menunda keadaannya,
menentukan harapanmu seiring laguan tropis menghijau (XIX: VI).

Tapakan kaki di tanah basah lereng kalbu, terdengarlah
pengaduan masa lalumu menggedor punggung langit kelabu (XIX: VII).

Kidunganmu menghuni lembah dari ketinggian kota cemara,
cahaya purnama melipat-lipat gerimis membentangkan gemintang (XIX: VIII).

Keraguanmu mendekat lenyap, pandanganmu mengerti hakekat (XIX: IX).

Kerahasiaan bayang kasih sayang, sejauh penglihatan kelembutan,
sedalam kefahaman, dalam merasakan kuluman bibir kesunyian (XIX: X).

Yang mengunjungi kekasih dengan tertatih,
mendaki dan lunglai mencari wajah baku (XIX: XI).

Ketika mentari terbit, ia berpegangan pohon sembari tersenyum
merasakan dekapan hangat kesadaranmu selagi tak utuh (XIX: XII).

Yang senantiasa merasai ketidakadaan, teruskanlah walau hujan
memenjara indra, dan bebaskan jiwamu mengejawantah (XIX: XIII).

Air hujan menyemai bumi sebagai rahim paling sunyi,
nyanyian serangga menghampiri tebing seusia pebukitan selatan
yang menyenandungkan ombak ke pantai setiap malam (XIX: XIV).

Mustinya sampai ujung-ujung malam penantian kembang,
melihat kelopakan merekah, atas serpihan kabut fajar kemerah jingga (XIX: XV).

Mentari terbit kemewah, menawan hamparan timur raya,
ada citraan di tiap gerak manusia menghadirkan ada (XIX: XVI).

Seiring masa menyeret langkah kaki ke hadapan samudra,
deburan ombak mengabadikan busa menggaram,
secepat limpahan doa di dada bergairah (XIX: XVII).

Bulir-bulir pasir di pantai, permenungan sebening kaca menguap,
dan jari-jemari bayu mengusap kening kalbumu beruapan rindu (XIX: XVIII).

Berimbang lautan penyadaran, seluruh pelajaran datangnya awan
membawa seruan senyawa tubuh cinta, menggelegakkan hayat (XIX: XIX).

Di saat menyadari pandangan, masuk dalam bilik hati,
yang tunggal terhempas berbulir-bulir kehidupan lain (XIX: XX).

Seperti kelepakan laron, jantung berdegup nadi berderit,
menimang sayap-sayap mungil, lebur dalam cahaya lentera (XIX: XXI).

Begitu ranum bola matamu di saat menatap,
gigi-gigi terlihat bersih, kala senyuman berharap (XIX: XXII).

Tangisan segar dibuai serbuk sari alam,
terciptanya kasih beredar di poros sayang (XIX: XXIII).

Tampak benar wajah serupa, bayangan mata kekasih dalam sangkar mata,
menanti waktu tempat kelahiran, atau gugur mencium aroma kamboja (XIX: XXIV).

Bisikan cahaya di dadanya, para malaikat menghiasi matanya bercelak,
sekuntum bunga mengajak ke taman kabut membayangkan masa ( XIX: XXV).

Ia mendekati sifat kebimbangan ganjil,
sewaktu ketakutannya merengkuh (XIX: XXVI).

Yang mendatangkan dirinya tersebab kekuasaan menyamudra,
kesadarannya terpanasi, sejauh bentangan pasir pantai (XIX: XXVII).

Ternyata menjadikan diri begitu payah,
mengikuti cara berhitung di depan cermin manusia (XIX: XXVIII).

Yang berperangai melati, kelopakan mewangi setiai tangkai,
kembang tak habis harum dalam percumbuan putih (XIX: XXIX).

Sebuah apel di meja, segenggam kurma berbukah,
ada kesegaran zam-zam dalam lambung sehabis puasa (XIX: XXX).

Kidungan awan selaksa lukisan tiada menjemukan,
selalu bergerak menawan setiap dipandang (XIX: XXXI).

Bocah-bocah menebarkan senyuman, para gadis berkerumun
perbincangkan ketampananmu, dipuja di bumi diagungkan di kerajaan
langit, serta dijunjung seribu cahaya terang matahari (XIX: XXXII).

Kalian berbondongan-bondong melewati penjaga gerbang,
meramaikan alun-alun kepastian di hari kesaksian (XIX: XXXIII).

Meninggalkan legenda bergegas renungan melampaui wengi gerilya
menghaluskan tempat waktu, sejauh kepasrahan mengekalkan kesejatian rasa (XIX: XXXIV).

Abad-abad harum menawan kepakan ruh tercipta, jangan taruh penalaran,
kepercayaan ditebar di muka bumi, demi belajar temukan hakekat (XIX: XXXV).

Ketinggiannya di atas bangsa-bangsa, dan diagungkan sebagai utusan,
memberi jalan kembara, oleh cintainya sepenuh jiwa dahaga (XIX: XXXVI).

Ia membagi-bagikan upah, kedamaian hati ketenangan jiwa,
sebab pelepasan cinta, demi jalan kepada tercinta (XIX: XXXVII).

Isyarat membungkuk menata buku-buku saksi sejarah,
terambili kemudahan pelajar mencium sekar kedaton (XIX: XXXVIII).

Demi keinginan lebih istirahnya jasad-jiwa menguatkan batas usia,
rasa sakit berdemaman, berserta kantuk meringankan ruh menjelajah (XIX: XXXIX).

Bercerita kekekalan, menerbangkan sukma di kedalaman malam (XIX: XL).

Ujaran-ujaran atas ketinggian kesadaran (XIX: XLI).

Kekal dalam perbincangan agung,
mengajarkan bagaimana menerbangkan sayap nurani mencintai,
dan siapa yang abai panggilan, lalai jiwa mandiri (XIX: XLII).

Ia bersemangat melihat para pemuda gandrung kepadanya,
yang setiap hari persembahkan harum puja dari petamanan mimpi,
jati dirinya bermanfaat, bagi tak setia sedikit pun awalnya (XIX: XLIII).

Kepenuhan dilengkapi ganjil, mengerti kurang-lebihnya,
keangkuhan binasa, terakhir terlahir bersumber daya ketulusan (XIX: XLIV).

Rumah laba-laba serupa jala-jala perangkap menebarkan magnit,
mendatangi keluguan serta kesenangan hasrat jiwa (XIX: XLV).

Inilah permainan berayun, bagaikan penari tambang berlenggangan,
percik jiwanya bergerak sendiri, ke batas kuasa inti bumi (XIX: XLVI).

Inti ruh ilmu, inti ruh revolusi,
begitu tentram di antara tembang-tembang pewarnaan (XIX: XLVII).

Ke mana pun bersembunyi, masih batas tangkapannya,
ketaktenangan depan cahaya, mendapati bayang bergetaran (XIX: XLVIII).

Mengapung di lautan uap, kekupu menari menghirup jambangan hati,
berkecup syair dikokohkan niat atas nafas-nafas (XIX: XLIX).

Bacalah penuh sungguh menyadari jembatan diri, tersebab tiada ilmu
langsung ditetapkan, berbijak masa keteguhan menerima kedamaian (XIX: L).

Bukannya bimbang tercipta setelah memahami,
namun tatapan hikmah dari mempelajari kesalahan (XIX: LI).

Telah terketahui dulu pada langit rahasia mewaktu,
hadir merayu awan, bersenggol pucuk-pucuk cemara sewu (XIX: LII).

Kehormatanmu membaca bulir embun, butiran pasir keemasan,
ketika kemanusiaanmu, menuruni pantai kabut semesta bathin (XIX: LIII).

Yang tepati janji diberikan pulau cantik,
berhias pohon kebijakan, batu mulia bertata nilai (XIX: LIV).

Sebelum memukul bongkahan batu, sabar memanasi masa, malu-malu
matangkan tersembunyi, rasa abadi dalam jiwa merindu kedamaian (XIX: LV).

Belum dijumpai manisnya perasaan, kesibukan atau nganggur,
merentangkan sayap berlapis doa, meniupkan kehendak pembebasan (XIX: LVI).

Setidaknya bisa jual pebekalan jika kehabisan di tengah jalan,
namun bagaimana peristiwa serupa, dalam satu kota berbeda masa? (XIX: LVII).

Yang mendekat diam-diam makin akrab, ini kejujuran sungguh tanpa
pamrih sangat anggun, bukan berbedak angan terjemahkan diri (XIX: LVIII).

Memanggil bersegala kebesaran rindu, laron menumbuhkan sayap baru,
yang gelimpangan berkali-kali hidupnya atas kehendak (XIX: LIX).

Ia memberi kedalaman sunguh, bersayap mendekati pijar lampu,
berkasih dalam ketinggian, laksana awan dipanasi unggun (XIX: LX).

Sebagian buta sebab tak sabar juga tiada sadar,
tentang kabut yang sanggup membutakan mata (XIX: LXI).

Ia kekang gairah dipertaubatan, naluri mendewasa
adalah satu dari beberapa tangga tingkatan (XIX: LXII).

Memberi lebih bagi penilik sudut ruang peribadatan, planet-planet
serupa batu digantungkan, sebagian kalian memuja deretan bintang (XIX: LXIII).

Ia membenci kepicikan, tiada tertarik kebanggaan, sebab nantinya
memberi ruang-waktu siksa jiwa, penyayat daging bathin (XIX: LXIV).

Ialah raja di balik hati manusia, menyiarkan daun-daun muda terjatuh,
maka duduklah di segumpal batu, segenggam sepi ia warisi (XIX: LXV).

Siapa mengukur kepakan pantas dibenci,
merasa lebih tinggi dari bayu angan di masa kini (XIX: LXVI).

Wujud kehadirannya kau fahami untuk dipercayakan,
dicipta berpasangan, sebagaimana lelaki berarus pada perempuan (XIX: LXVII).

Ombak berkejaran tambah gemerincing di kakimu menjelma garam,
kasihnya diberkati bau harum kuntum-kuntum melati (XIX: LXVIII).

Kadang cepat waktu berlari, amat lamban suatu masa atas renungan diri,
syukur diberi lupa serta lelah, hingga mengetahui baik selepasnya (XIX: LXIX).

Ia lebih di hadapanmu tak lenyap atas spesiesmu,
kecuali kelemahan mengutuki diri, membunuh berputus-asa (XIX: LXX).

Suatu ketika, penjaga kabut bertanya, siapa tuan cintai di antaranya?
Hanya yang selalu mempelajari sesuatu, dari asal ketentuan waktu (XIX: LXXI).

Kalian mulai mengerti batas lemparan jala, maka naik dan duduklah,
senyum tentramkan jiwa, sedang kebengisan membuyarkan tanya (XIX: LXXII).

Berjalan kelelahan tidak memandang yang lain, jika marah terjebloskan
dalam kebimbangan, ujung pena meluruskan gugusan gugatan (XIX: LXXIII).

Bagi mengira bergundik, buyarlah pemahaman, kau tidak melihat dirinya
mengerami watas, amat kasihan yang mengikuti kebebasan arus (XIX: LXXIV).

Yang menyinggung aturan, akan dituntun denyutan air di kedalaman
gua tanjung karang, manusia unggul mencari pemahaman (XIX: LXXV).

Hadir bukan mencipta belas kasih angan, meski bersekutu
takkan mampu, ini wujud pengertian tak terkira sedurungnya (XIX: LXXVI).

Hembusan angin menyemai, ikan-ikan dalam sungai, sedang serangga
bersenandung, pada pergumulan bencah tanah liat (XIX: LXXVII).

Kuasannya bukan berasal penelitian semata, dan ia tak ambil alih
meminta, sebab jumlah akhir lebih dulu terfahami (XIX: LXXVIII).

Sang penjelajah diberi tongkat menyebrangi titian arus deras (XIX: LXXIX).

Masa mendatang bertepat-waktu, menetapkan larikan lembut hatimu
berkaca, tak sekadar penghias jemari manismu, cincin itu terbaca (XIX: LXXX).

Ialah bukan melunturkan kefanatikan, tapi guratan terindah di taman
sepi igauan, ia gemburkan tanah, serupa cacing di kedalaman (XIX: LXXXI).

Bagi menyusuri sungai kerelaan sanggup kemari, ia ombak perwakilan
demi suara tercinta, lautan kodrat jangkauannya bertepi (XIX: LXXXII)

; lahirnya pemikiranmu bersayap harum melati, atas celupan
pena bulu merak, yang menunggu malam merindu (XIX: LXXXIII).

Teramat anggun kedekatan, tunduk nafas-nafas membimbing sampai,
memberi jalan kabut di padang rumputan (XIX: LXXXIV).

Ia melewati dengan jubah berhias butiran embun kesegaran,
pengembala itu meneguk air sumur ketentraman (XIX: LXXXV).

Dengan memakai sabit kembang turi menuju bukit pencarian,
tentramkan jiwamu menghampiri dingin cahaya (XIX: LXXXVI).

Mari duduk di bangku, nanti ia bisikkan telingamu tentang kedalaman,
ketajaman pena menggurat pahatan ombak lautan (XIX: LXXXVII).

Ia suguhkan anggur bagi penyair, para filsuf dengan kesuntukan,
seyogyangan semua meminum bertampungan kalbu (XIX: LXXXVIII).

Gubahan syair memikat,
perdengarkan malam bagi anak-anak kelaparan (XIX: LXXXIX).

Ia usap rambutmu dengan perasan santan, kebaikan menyelimuti terpilih,
yang mendekat penuh kasih sayang, berpeluk keabadian hayat (XIX: XC).
-----------------------

*) Pengelana asal Lamongan, JaTim

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae