A Rodhi Murtadho
Sepatu berbau busuk. Kembang sepatu berwarna merah. Pemandangan yang selalu ada di setiap hari Minggu. Di antara teriknya sinar matahari dan angin yang terus mengalir pada kesunyian yang membawa bau busuk sepatu. Tentu saja bau itu menjalar ke mana-mana. Yang pasti ke rumahku. Sebagai tetangga yang berdempetan. Bahkan halamannya juga hampir menjadi satu. Aku yakin tetangga yang berada di seberang sana dalam radius seratus meter masih bisa merasakan kebusukan sepatu itu.
“Mas, jangan kau buka pintu dan jendela, aku takut bau busuk sepatu itu akan menjalari rumah kita,” pintaku pada suamiku.
“Tapi udara segar tidak akan masuk, Dik,” kata Harjo, suamiku yang berperawakan kalem dan sangat sabar.
“Itu lebih baik daripada seluruh isi rumah ini akan menjadi sesak dan busuk.”
Kami sebenarnya tidak tahan. Lebih tepatnya, aku sangat tidak tahan. Bagaimana mungkin Kumajas, tetanggaku itu, tahan dengan bau busuk yang menyengat seperti itu. Pintu dan jendela rumahnya terbuka. Sepatu yang dijemur di atas pohon kembang sepatu berada tepat di depan rumahnya.
Kumajas memang seorang pengusaha sukses. Rumah dibeli sendiri dari hasil kerjanya. Bahkan mobilnya sampai tiga. Dia masih lajang dalam usianya yang hampir 30 tahun. Ketampanannya membuat greget para istri yang berada di perumahan Griya Cemara ini. Namun itu hanya berlangsung seminggu sejak kedatangannya. Sejak dia menjemur sepatu di halaman rumahnya, jangankan para istri, semua tetangga menjauhinya.
Hari sabtu, pekan terakhir bulan ketiga sejak kedatangannya, kulihat mobil Kumajas pulang pagi, sekitar pukul 10.00 WIB, tak seperti biasanya. Atau dia sakit. Tapi apa yang kulihat sungguh menyesakkan dada. Dia berjalan ke halaman rumahnya sambil menenteng sepatu. Menjemurnya. Kulihat rumah tetangga yang lain langsung tertutup rapat baik jendela, pintu, maupun seluruh lubang udara.
Aku sudah tidak tahan lagi. Biasanya dia menjemur sepatu busuknya hanya pada hari Minggu. Dan biasanya suamiku, Mas Harjo, selalu menghiburku meskipun aku tahu Mas Harjo juga sangat marah. Sebagai seorang istri, hari Minggu biasanya kugunakan waktu untuk menservis suami menjadi terganggu dengan ulah Kumajas menjemur sepatu busuknya.
“Mas, Mas Kumajas …” kuketok rumahnya, kupanggil sangat keras dan tentu saja sambil menutup hidungku.
Suara langkah dari dalam mendekati pintu. Tak begitu tergesa dan terdengar santai.
“Ya, saya sendiri, ada apa Bu Harjo?” kata Kumajas yang kemudian tersenyum manis.
“Ada apa, ada apa! Sepatu Mas itu lho. Bau! Biasanya hanya hari Minggu menjemurnya. Sekarang masih hari Sabtu kok sudah dijemur!”
“Oh, mungkin hanya perasaan Ibu saja. Sepatu itu tidak bau kok. Kebetulan sekarang ada waktu, jadi saya menjemurnya. Tidak usah menunggu besok.”
Aku semakin kesal dengan perkataan dan sikapnya yang merasa tak punya salah dan dosa atas perbuatannya.
“Kalau Mas mau bukti. Itu lihat! semua tetangga menutup pintu dan jendelanya agar tidak mati sesak napas karena mencium bau busuk sepatu Mas.”
“Saya yakinkan kalau sepatu saya tidak bau, Bu. Oke! Ibu silahkan duduk dulu. Saya ambil sepatunya.”
Aku duduk di ruang tamu sementara Kumajas berlari mengambil sepatu yang dijemurnya. Dia menenteng sepatu tanpa menutup hidung. Sempat terlintas di pikiran, kalau di dalam rumahnya, aku tidak mencium bau busuk sepatu itu. Padahal di rumahku dan rumah tetangga yang lain baunya sungguh menyengat. Aku tidak lagi menutup hidung. Mungkin lupa: terpesona dengan suasana dan harum ruangan rumah Kumajas.
“Ini Bu, kalau kurang percaya. Kalau bau tentu Ibu akan menutup hidung,” kata kumajas sambil menunjukkan dan mendekatkan sepatunya.
Aku merasakan keanehan dan langsung berlagak untuk menutup hidung. Namun perlahan kubuka karena memang sepatu itu tidak bau seperti yang selama ini tercium dari rumahku dan dari rumah-rumah tetangga yang lain. Aku malu. Menundukkan muka dan entah panas dari mana. Wajahku terasa sangat panas dan memerah.
“Bu, Bu Harjo, ada apa Bu? Wajah Ibu kok merah. Apa sepatu ini bau?”
Aku melihat sepatu yang sama yang pernah kuberikan pada Kumajas. Sepatu yang kutulisi namaku di bagian alasnya, ANA, yang kurencanakan sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-27. Namun menjadi sepatu tanda perpisahan kami.
“Ehm ..e .. tidak,” pelan aku menjawab.
Aku langsung mengingsutkan badan. Berlari menuju pintu tapi tanganku terasa tersangkut. Kulihat tangan Kumajas sudah erat memegang tanganku.
Kerinduan yang sudah lama menghilang, kembali lagi. Kumajas, mantan tunanganku, yang pernah kupuja beberapa tahun lalu harus kutinggalkan. Lebih tepatnya tiga tahun lalu sebelum pernikahanku dengan Harjo. Kumajas yang diam-diam mempunyai perempuan pujaan lain selain aku. Satu hal yang tak pernah kumengerti. Padahal kami telah merencanakan pernikahan setelah ulang tahunnya yang ke-27. Sebagai seorang perempuan, aku merasa sangat tidak dihargai. Tanpa pikir panjang, aku memutuskan pertunangan dengannya.
“Kau tahu, aku sangat merindukanmu, An?” didekapnya aku erat-erat dalam tubuh bidangnya.
Entah mengapa aku tak kuasa melepas dekapannya. Malah tanganku pun melingkar di tubuhnya. Erat. Kegairahan pun mulai muncul. Biarpun aku melakukannya dengan Mas Harjo tiga kali seminggu. Namun aku tak bisa membendung gairah yang muncul ini.
Sepi di luar, sepi menelan-mendesak. Lurus kaku pohonan. Tak bergerak. Sampai ke puncak.
“An, kita lakukan seperti dulu. Seperti biasanya,” kata Kumajas pelan.
“Mulutmu mencubit di mulutku,” kata kami bersamaan mengalir pelan.
Kami pun lunglai di bawah bimbingan birahi. Di samping sepatu. Kerinduan demi kerinduan terus terobati dalam dekapan dan cumbuan. Cucuran keringat pun tak sengaja menetes ke dalam sepatu. Panas nafas kami menghembus cepat di atasnya. Di atas sepatu Kumajas. Berguling ke sana kemari juga di atas sepatu Kumajas.
Sore hari, seperti biasa, para istri yang sedang menunggu suaminya pulang bergerombol ngobrol tak karuan.
“Bu, besok Kumajas akan menjemur sepatu atau tidak?” tanya Bu Agus kepada para istri, membuka obrolan.
“Paling, tidak. Soalnya aku tadi sudah merasakan kebusukan sepatunya,” ungkap Bu Tommy.
“Mudah-mudahan saja tidak. Kalau menjemur lagi, wah bisa mati sesak kita,” Bu Andrew berkata sambil mengibas-ngibaskan tangan di depan mukanya.
“Tapi kulihat Ibu Harjo tadi melabrak Kumajas, ya. Kulihat Kumajas langsung mengambil sepatunya,” Bu Tommy tersenyum memandangku.
Celaka, ibu-ibu ini tahu kalau aku mendatangi Kumajas dan jangan-jangan mereka juga melihat apa saja yang kulakukan bersama Kumajas.
“Iya, Bu. Aku kan tetangganya yang paling dekat, jadi baunya membuat pusing kepala. Mau pecah rasanya,” kataku mengiyakan untuk menghindari tudingan yang macam-macam dari para istri ini.
“Iya lha, kok ada sepatu yang baunya seperti itu,” kata Bu Agus menambahkan.
“Kalau ada pepatah, rumput tetangga lebih hijau dari rumput di halaman rumah kita enaknya diganti saja menjadi bau tetangga lebih busuk dari bau kita,” kata Ibu Tommy melengkapi.
“Atau lebih tepatnya, sepatu busuk tetangga lebih busuk dari tai kita,” kata Ibu Agus menambahkan yang kemudian disambut dengan tawa para istri.
“Bagaimana kalau kita labrak sama-sama. Gabungan para istri. Percuma dong kalau dulu kita diperjuangkan Kartini sementara sekarang hanya bisa tinggal diam. Mangku tangan. Menerima bau busuk sepatu Kumajas sialan itu,” kata Bu Andrew memprovokatori.
“Maaf, Bu. Mas Harjo sudah datang. Saya permisi dulu,” kataku seraya melangkahkan kaki menuju rumah untuk menyambut suamiku.
Lega rasanya kalau aku bisa cepat-cepat meninggalkan tempat ngobrol para istri. Karena aku sendiri yakin kelihaian mereka bisa membuatku terjebak. Mengatakan apa saja yang terjadi di rumah Kumajas ketika aku mendatanginya.
Seperti biasa kusambut Mas Harjo dengan hangat. Kulayani seperti biasa agar tidak timbul curiga. Kusiapkan air hangat untuk mandi. Makan malam sampai jadwal malam minggu yang kami buat. Melakukan hubungan intim suami istri.
Pagi yang masih rabun namun suara tetangga sudah memenuhi suasana. Aku mulai terbangun dengan malas. Begitu juga Mas Harjo yang juga ikut terbangun. Kuintip dari jendela. Para tetangga bercengkrama di halaman rumah masing-masing. Keanehan apa yang terjadi? Mungkin obrolan kemarin sore membuat kami beranggapan bahwa Kumajas tidak akan menjemur sepatunya.
Kualihkan pandanganku ke halaman Kumajas. Tak kusangka, sepatu Kumajas sudah berada di sana. Namun ada yang aneh diantara sepatu itu. Ada sebuah kembang sepatu yang mekar.
Dekapan Mas Harjo dari belakang membuatku kaget. Kurasakan kasih sayang suamiku yang begitu dalam. Pagi hari yang tak berbau meski Kumajas menjemur sepatu. Para tetangga pun melakukan aktivitas selayaknya sebelum Kumajas datang ke perumahan ini.
“Dik, masih pagi,” pelukan dan bisikan Mas Harjo membuat kami kembali ke ranjang dan mengulang kejadian semalam.
Hari mulai siang. Kulihat jendela dan pintu tetangga terbuka semua. Hanya rumahku yang belum terbuka. Aku mendekati pintu dan membukanya.
“Bu, Harjo. Benar kan Kumajas tidak menjemur sepatunya. Bau harum langsung tercium sekarang. Memang sebenarnya lingkungan kita ini bersih dan harum,” kata Bu Agus, yang rumahnya berada di samping kiri rumahku.
Kualihkan pandangan ke halaman Kumajas. Kulihat kembang sepatu yang sudah mekar dari pagi tadi. Kembang sepatu itu semakin mekar. Namun kulihat juga tetap sama. Sepatu Kumajas yang biasanya bau dijemur di sana. Sepatu yang membuat sesak pernapasan hampir satu perumahan. Tapi mengapa sepatu itu kini tidak dirasa bau olehku dan tetangga yang lain? Apakah kembang sepatu itu yang membuatnya tidak bau? Aku pun mulai berpikir kalau sepatu Kumajas memang tidak bau. Mana mungkin ada kembang sepatu yang begitu indah mau mekar di antara sepatu yang busuk.
Surabaya, 24 Maret 2006
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
`Atiqurrahman
A Muttaqin
A Rodhi Murtadho
A. Iwan Kapit
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.H.J Khuzaini
A.S. Laksana
Aang Fatihul Islam
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi WM
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Malik
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman El Husaini
Abidah El Khalieqy
Abu Salman
Acep Zamzam Noor
Achdiat K. Mihardja
Adek Alwi
Adi Suhara
Adnyana Ole
Adreas Anggit W.
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agung Dwi Ertato
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus Himawan
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agusri Junaidi
Agustinus Wahyono
Ahda Imran
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musabbih
Ahmad Rofiq
Ahmad Sahidah
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sekhu
Alex R. Nainggolan
Alex Suban
Alunk Estohank
Ami Herman
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Aminudin R Wangsitalaja
Anastasya Andriarti
Andreas Maryoto
Anes Prabu Sadjarwo
Angela
Angga Wijaya
Angkie Yudistia
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Wahyudi
Anugrah Gio Pratama
Anwar Nuris
Aprinus Salam
Arie MP Tamba
Arif B. Prasetyo
Arif Bagus Prasetyo
Arif Hidayat
Arman A.Z.
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
AS Sumbawi
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh SABENA
Astrikusuma
Asvi Warman Adam
Atep Kurnia
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Azizah Hefni
Badrut Tamam Gaffas
Bagja Hidayat
Bagus Takwin
Balada
Bale Aksara
Baltasar Koi
Bambang Agung
Bambang Kempling
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bayu Insani
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Blambangan
Brunel University London
BSW Adjikoesoemo
Budaya
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Saputra
Budi Suwarna
Bung Tomo
Cak Kandar
Catatan
Cerpen
Chairil Anwar
Chavchay Syaifullah
Cucuk Espe
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dadang Ari Murtono
Daisuke Miyoshi
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Dhakidae
Dante Alighieri
Deddy Arsya
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Detti Febrina
Dharmadi
Diah Hadaning
Dian Hartati
Dian Sukarno
Diana A.V. Sasa
Dicky Fadiar Djuhud
Didi Arsandi
Dimas
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Djadjat Sudradjat
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Doddy Hidayatullah
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dorothea Rosa Herliany
Dr. Muhammad Zafar Iqbal
Dr. Simuh
Dwi Arjanto
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwicipta
Dwijo Maksum
Edy A. Effendi
Edy Firmansyah
Efri Ritonga
Egidius Patnistik
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Hendri Saiful
Elik
Elsya Crownia
Emha Ainun Nadjib
Endah Sulawesi
Endah Wahyuningsih
Endang Suryadinata
Endhiq Anang P
Endri Y
Eriyandi Budiman
Ernest Hemingway
Esai
Esha Tegar Putra
Eva Dwi Kurniawan
Evi Dana Setia Ningrum
Evi Idawati
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fabiola D. Kurnia
Fadelan
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faisal Syahreza
Faizal Syahreza
Fajar Alayubi
Fandy Hutari
Fany Chotimah
Fatah Yasin Noor
Fathor Lt
Fathurrahman Karyadi
Fatih Kudus Jaelani
Fatma Dwi Rachmawati
Fauzi Absal
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fina Sato
Fitri Susila
Galih Pandu Adi
Gde Agung Lontar
Geger Riyanto
Gerakan Literasi
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Ginanjar Rahadian
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gunoto Saparie
Gus Martin
Gus tf Sakai
Gusti Eka
Hadi Napster
Haji Misbach
Halim HD
Halimi Zuhdy
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko F. Zainsam
Hari Santoso
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Gauk
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helwatin Najwa
Hepi Andi Bastoni
Heri C Santoso
Heri KLM
Heri Latief
Heri Listianto
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Heru Emka
Heru Kurniawan
Heru Prasetya
Hesti Sartika
Hudan Hidayat
Humaidiy AS
I Made Asdhiana
I Made Prabaswara
I Nyoman Suaka
IBM. Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Idayati
Ignas Kleden
Ihsan Taufik
Ilenk Rembulan
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imam Cahyono
Imam Jahrudin Priyanto
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indah Darmastuti
Indiar Manggara
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irma Safitri
Irman Syah
Iskandar Noe
Istiqomatul Hayati
Ita Siregar
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya-Djafar
Iyut FItra
Jadid Al Farisy
Jafar M. Sidik
Jakob Sumardjo
Jamal D Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jayaning S.A
Jefri al Malay
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Pakagula
Johan Edy Raharjo
Joko Pinurbo
Jokowi Undercover
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Juli Sastrawan
Junaidi Abdul Munif
Jusuf AN
Juwairiyah Mawardy
Kadir Ruslan
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedung Darma Romansha
Khairul Mufid Jr
Khamami Zada
Khrisna Pabichara
Kikin Kuswandi
Koh Young Hun
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Korrie Layun Rampan
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kristianto Batuadji
Kritik Sastra
Kunni Masrohanti
Kunthi Hastorini
Kuntowijoyo
Kurie Suditomo
Kurnia EF
Kurniawan
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
Lan Fang
Landung Rusyanto Simatupang
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M)
Liestyo Ambarwati Khohar
Linda Sarmili
Liston P. Siregar
Liza Wahyuninto
LN Idayanie
Lucia Idayani
Lukman Asya
Lusiana Indriasari
Lynglieastrid Isabellita
M Hari Atmoko
M. Aan Mansyur
M. Arman A.Z
M. Bagus Pribadi
M. Fadjroel Rachman
M. Harya Ramdhoni Julizarsyah
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Luthfi Aziz
M. Nahdiansyah Abdi
M. Raudah Jambak
M. Shoim Anwar
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Maghfur Saan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Majalah Sastra Horison
Maklumat Sastra Profetik
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Serenade Sinurat
Mario F. Lawi
Marluwi
Marsel Robot
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Mashuri
Matdon
Mega Vristian
Melani Budianta
Melayu Riau
Memoar
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftah Fadhli
Miftahul Abrori
Misbahus Surur
Miziansyah J
Mochtar Lubis
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Eri Irawan
MT Arifin
Mugy Riskiana Halalia
Muhajir Arrosyid
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Qodari
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Muhidin M. Dahlan
Muhlis Al-Firmany
Mujtahid
Mulyadi SA
Munawir Aziz
Murniati Tanjung
Murnierida Pram
Musa Ismail
Musfi Efrizal
Mustaan
Mustafa Ismail
N. Mursidi
Nafsul Latifah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Nh. Anfalah
Ni Made Purnama Sari
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Noura
Nova Christina
Noval Jubbek
Novela Nian
Nugroho Notosusanto
Nugroho Pandhu Sukmono
Nur Faizah
Nurdin F. Joes
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi SA
Nyoman Tusthi Eddy
Nyoman Wirata
Oka Rusmini
Oktamandjaya Wiguna
Oky Sanjaya
Olanama
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
Patricia Pawestri
PDS H.B. Jassin
PDS. H.B. Jassin
Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa
Persda Network
Pipiet Senja
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prita Daneswari
Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Puisi Kesunyian
Puisi Sufi
Puji Santosa
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
Qaris Tajudin
R. Sugiarti
Rachmad Djoko Pradopo
Radhar Panca Dahana
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan KH
Ratih Kumala
Ratna Indraswari Ibrahim
Ratna Sarumpaet
Raudal Tanjung Banua
Remy Sylado
Reni Susanti
Renny Meita Widjajanti
Resensi
Restu Kurniawan
Retno Sulistyowati
RF. Dhonna
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rohman Abdullah
Rosidi
Rosihan Anwar
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Sinansari Ecip
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabam Siagian
Sabrank Suparno
Saiful Anam Assyaibani
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Rumah Ilalang
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian
Sartika Dian Nuraini
Sastra Tanah Air
Sastra Using
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sazano
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seli Desmiarti
Selo Soemardjan
Senggrutu Singomenggolo
Seno Joko Suyono
SH Mintardja
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sipri Senda
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sobih Adnan
Sofian Dwi
Sofie Dewayani
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sri Ruwanti
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Stefanus P. Elu
Sukron Abdilah
Sulaiman Djaya
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sungging Raga
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryansyah
Suryanto Sastroatmodjo
Susanto
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi
Suyadi San
Syaifuddin Gani
Syaiful Amin
Syamsiar Hidayah
Syarbaini
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Taufik Abdullah
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
TE. Priyono
Teguh Afandi
Teguh Ranusastra Asmara
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tita Tjindarbumi
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Tosa Poetra
Tri Lestari Sustiyana
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Tulus Wijanarko
Udo Z. Karzi
Ugoran Prasad
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Utada Kamaru
UU Hamidy
Vera Ernawati
Veronika Ninik
W.S. Rendra
Wahjudi Djaja
Wahyu Hidayat
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Budiartha
Widya Karima
Wijaya Herlambang
Wiji Thukul
Willem B Berybe
Wilson Nadeak
Winarni R.
Wiratmo Soekito
Wita Lestari
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Y. Wibowo
Yasser Arafat
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yonatan Raharjo
Yonathan Rahardjo
Yopi Setia Umbara
Yos Rizal S
Yos Rizal Suriaji
Yudhi Herwibowo
Yuka Fainka Putra
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zainal Abidin
Zainal Arifin Thoha
Zawawi Se
Zen Hae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar