Senin, 11 Agustus 2008

Apologia, Absurditas dan Puisi

Mashuri

Abad ini tidak hanya berada di akhir gagasan tentang puisi. Dunia imaji sudah terbelah dan jumbuh dengan realitas yang terfiksikan; dan ide-ide tentang bahasa semakin rapuh dan jauh dari proyeksi kreatif. Dalam kondisi hiperrealitas dan dunia dengan citra yang direkayasa, diperlukan upaya kreatif yang subversif untuk mengoyak kebuntuan itu. Salah satunya adalah dengan menembus batas, dan meradikalkan konsep tradisi dan pembaruan dalam titik yang paling ekstrim.

Tolak ukur yang digunakan dalam melihat puisi selama ini adalah kata, kekuatan kata dan metafora yang melatarbelakanginya. Ada ahli sastra yang menganggap penyair tak lebih hanya pengrajin. Para penyair dalam pandangan mereka, adalah pribadi yang suka mempermainkan bahasa, dengan sikap kebinalan sebagai orang yang mengerti bahasa, potensi serta persilangan yang melekat di dalam dan di luar bahasa. Penyair hanya merakit kata, tanpa tahu lebih jauh tentang kata itu.

Mungkin sebagian pandangan mereka benar, tetapi ketika puisi tidak hanya terpusat pada kata, maka apa yang mereka pikirkan merupakan sebuah pemikiran yang tak berparadigma. Sebab, mereka tidak pernah bisa menembus inti dalam dari puisi, langgam kesenyapan, ruh yang kadang luruh, nafsu binal dan keretakan manusia sekaligus keagungannya. Sehingga mereka hanya berkata dan mengklaimnya dengan hanya mengamati dari sisi luarnya, sisi yang tampak lahiriah, dari sudut bahasa yang rentan, dari sebuah kulit yang bisa tanggal dan terkelupas. Sebuah pengamatan yang sia-sia.
Padahal ide tentang bahasa, sekali lagi telah rapuh. Struktur telah goyah dan segala hal yang menyangkut hubungan petanda dan penanda koyak, kadang jumbuh, berantakan dan kadang berhenti di persimpangan. Sehingga apa yang mereka dapatkan dari pembacaan pada puisi, sebenarnya berasal dari wilayah yang hanya menyentuh bentuk logika yang paling dangkal.

Bagi kalangan surrealis, suprarasionalis dan realis-magis, memihak pada wilayah dalam adalah sebuah kewajiban. Kemudian, puisi pun mengejawantahkan adanya sebuah dunia, ketika manusia dikembalikan pada titik nadirnya, sebuah posisi purba yang meyakini bahwa manusia awalnya adalah binatang sekaligus malaikat. Tak ada pengkotakan bahwa dunia harus termanivestasi seperti apa yang terlihat dan teraba. Sebab dunia harus direbut dari sebuah kungkungan yang tidak lagi menunjukkan sebuah tata yang dapat dipercaya: makna terberi, rekayasa penciptaan dan bermacam prasangka.

Hanya saja, pada taraf tertentu, ada kalanya pemahaman yang dangkal pada surrealis juga menjadikan seseorang, baik kritikus dan penyair terjebak dalam sebuah permainan hampa. Jika permainan itu melibatkan jiwa, maka permainan itu memiliki cara pandang tertentu pada diri manusia, lewat kerapuhan dan keterpecahannya. Sayangnya, kebanyakan sudut pandang yang ada melihat dan berupaya mendramatisir dunia dalam sebuah sistem dan struktrur yang sebenarnya sangat melemahkan, karena berpatok pada sesuatu yang mungkin. Tak ada keberanian dan nyali untuk merambah wilayah ketidakmungkinan, dengan batas ruang tak terkira.

Lalu adakah yang dapat disinyalir adanya konsep pewahyuan dalam kerja kepenyairan, untuk mengenal dan merambah wilayah dalam? Saya kira, seorang penyair yang mengerti puisi adalah penyair yang sudah melampui proses pewahyuan itu. Ia tidak lagi mengandalkan sesuatu yang berasal dari luar dirinya. Tetapi ia bisa mencipta dari dirinya. Ia bisa mencipta peristiwa dalam benak dan dada. Jika itu dianggap sebagai permainan, baik dalam tataran bahasa struktural maupun metabahasa, maka unsur-unsur metafisika memang terlanjur berada dalam proses itu. Ia tidak bisa ditolak kehadirannya atau diundang, karena ia sudah merasuk dalam proses kreatif yang hanya bisa dikenali oleh pribadi penyair dengan segala renik palung jiwanya, untuk melahirkan karya-karyanya yang bermutu.

Jika kemudian yang tampak adalah sebuah dunia yang absurd, tak terkenali, mengiris kenyataan yang bermain di luar realitas si penyair. Maka, hal itu karena puisi, sekali lagi puisi, mampu mengejawantahkan dengan demikian detail diri manusia, dunia, dengan segala absurditasnya. Ia bisa mengenali yang tak bisa dikenali, karena seorang penyair adalah manusia yang berada di luar dari dunia yang dipenuhi prasangka, dengan segudang rekayasa dan makna yang terberi.

Dalam hal ini, saya tak ingin menyamakannya dengan konsep absurditas siapapun. Tapi absurditas di sini bukan hanya terpaku pada sebuah pengerjaan yang sia-sia pada proses menjelajahi dunia dan menghancurkannya, tetapi juga melampaui proses menghancurkan diri sendiri, kesadaran, ketaksadaran dan menjadikan sebuah cara pandang yang berbeda dari mainstream yang ada, baik dalam tataran yang lebih legal maupun tak legal. Ia tidak sekedar sebuah prosesi bunuh diri filosofis. Bahkan, bisa mengacu pada penghancuran diri. Bunuh diri secara total.

Dari sini, bahasa yang menyaran pada sebuah ujaran yang bisa ditarik maknanya tidak bisa mengejar. Puisi terus berada di garda depan dan bahasa akan terpontal-pontal mengikutinya. Dengan catatan, puisi itu menyangkut tentang gagasan tentang puisi yang bisa menerjemahkan sebuah keadaan yang bersifat hakiki dan adikodrati. Sebuah pemetaan yang metabahasa, berada di luar waktu, sekaligus di dalamnya, dan mengedepankan pengucapan yang orisinal dari dasar jiwa manusia, sekalian lubang hitamnya, dengan sebuah pemenuhan standart estetika yang tidak hanya berasal dari olah rasa semata.

Bukankah itu bersifat pewahyuan? Sekali lagi, masalah pewahyuan adalah salah satu cara, selain banyak cara untuk merengkuh suara-suara liar yang berdengung, berdesakan dan merubung segenap indera si penyair dari segenap sisi. Mungkin seperti alat rekam yang berdiam dalam dirinya dan menyaring semua suara yang terdengar, sambil terus berteriak dan merekamnya lalu menerjemahkannya dalam bait-bait, baris-baris, bahkan dalam satu huruf, cukup.

Kita memang berada di akhir gagasan tentang puisi. Kira hanya berhadapan dengan rumah tua yang saatnya didekonstruksi, dibongkar, dikubur dan mendirikan rumah baru, dengan tatanan baru. Kita bisa bertindak sebagai seorang yang historis maupun ahistoris, senyampang setiap langkah pembongkaran kita memang menyaran pada sebuah gagasan tentang pengejawantahan dari sebuah cara pandang pada dunia yang memberikan kesegaran, dibalut tawaran-estetika, meski dengan langgam kekejaman dan titik tragis, dan dibahasakan dalam tata yang melampaui jamannya, baik silam, kini atau masa depan.

Dan, manusia bisa mengenali kedirianya lewat ucapannya sendiri. Sebuah ucapan yang berasal dari dasar, perpaduan naluri purba dengan kemurnian, suara yang bergaung dari sumur yang tak terlihat oleh awam, sebuah wilayah yang tak bisa diraba dan dirasakan dengan frekwensi dan intensitas sekali saja. Kerna di dalam sana, tidak hanya tampak kemilau air, riak ombak atau gelombang udara yang bisa membuat siapapun yang masuk ke dalamnya tercekik dan mati.

Tidak ada komentar:

Label

`Atiqurrahman A Muttaqin A Rodhi Murtadho A. Iwan Kapit A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.H.J Khuzaini A.S. Laksana Aang Fatihul Islam Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi WM Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Malik Abdul Wachid B.S. Abdurrahman El Husaini Abidah El Khalieqy Abu Salman Acep Zamzam Noor Achdiat K. Mihardja Adek Alwi Adi Suhara Adnyana Ole Adreas Anggit W. Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agung Dwi Ertato Agus B. Harianto Agus Buchori Agus Himawan Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agusri Junaidi Agustinus Wahyono Ahda Imran Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musabbih Ahmad Rofiq Ahmad Sahidah Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sekhu Alex R. Nainggolan Alex Suban Alunk Estohank Ami Herman Amien Kamil Amien Wangsitalaja Aminudin R Wangsitalaja Anastasya Andriarti Andreas Maryoto Anes Prabu Sadjarwo Angela Angga Wijaya Angkie Yudistia Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Wahyudi Anugrah Gio Pratama Anwar Nuris Aprinus Salam Arie MP Tamba Arif B. Prasetyo Arif Bagus Prasetyo Arif Hidayat Arman A.Z. Arti Bumi Intaran Arys Hilman AS Sumbawi Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh SABENA Astrikusuma Asvi Warman Adam Atep Kurnia Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Azizah Hefni Badrut Tamam Gaffas Bagja Hidayat Bagus Takwin Balada Bale Aksara Baltasar Koi Bambang Agung Bambang Kempling Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bayu Insani Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Duka Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Blambangan Brunel University London BSW Adjikoesoemo Budaya Budhi Setyawan Budi Darma Budi Saputra Budi Suwarna Bung Tomo Cak Kandar Catatan Cerpen Chairil Anwar Chavchay Syaifullah Cucuk Espe Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dadang Ari Murtono Daisuke Miyoshi Damanhuri Damhuri Muhammad Damiri Mahmud Danarto Daniel Dhakidae Dante Alighieri Deddy Arsya Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Detti Febrina Dharmadi Diah Hadaning Dian Hartati Dian Sukarno Diana A.V. Sasa Dicky Fadiar Djuhud Didi Arsandi Dimas Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Djadjat Sudradjat Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Doddy Hidayatullah Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dorothea Rosa Herliany Dr. Muhammad Zafar Iqbal Dr. Simuh Dwi Arjanto Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwicipta Dwijo Maksum Edy A. Effendi Edy Firmansyah Efri Ritonga Egidius Patnistik Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Hendri Saiful Elik Elsya Crownia Emha Ainun Nadjib Endah Sulawesi Endah Wahyuningsih Endang Suryadinata Endhiq Anang P Endri Y Eriyandi Budiman Ernest Hemingway Esai Esha Tegar Putra Eva Dwi Kurniawan Evi Dana Setia Ningrum Evi Idawati Evieta Fadjar F Rahardi Fabiola D. Kurnia Fadelan Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faisal Syahreza Faizal Syahreza Fajar Alayubi Fandy Hutari Fany Chotimah Fatah Yasin Noor Fathor Lt Fathurrahman Karyadi Fatih Kudus Jaelani Fatma Dwi Rachmawati Fauzi Absal Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fina Sato Fitri Susila Galih Pandu Adi Gde Agung Lontar Geger Riyanto Gerakan Literasi Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Ginanjar Rahadian Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gunoto Saparie Gus Martin Gus tf Sakai Gusti Eka Hadi Napster Haji Misbach Halim HD Halimi Zuhdy Hamberan Syahbana Hamdy Salad Han Gagas Handoko F. Zainsam Hari Santoso Haris del Hakim Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Gauk Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helwatin Najwa Hepi Andi Bastoni Heri C Santoso Heri KLM Heri Latief Heri Listianto Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Heru Emka Heru Kurniawan Heru Prasetya Hesti Sartika Hudan Hidayat Humaidiy AS I Made Asdhiana I Made Prabaswara I Nyoman Suaka IBM. Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Idayati Ignas Kleden Ihsan Taufik Ilenk Rembulan Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imam Cahyono Imam Jahrudin Priyanto Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indah Darmastuti Indiar Manggara Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irma Safitri Irman Syah Iskandar Noe Istiqomatul Hayati Ita Siregar Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya-Djafar Iyut FItra Jadid Al Farisy Jafar M. Sidik Jakob Sumardjo Jamal D Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jayaning S.A Jefri al Malay Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Pakagula Johan Edy Raharjo Joko Pinurbo Jokowi Undercover Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Juli Sastrawan Junaidi Abdul Munif Jusuf AN Juwairiyah Mawardy Kadir Ruslan Kasnadi Katrin Bandel Kedung Darma Romansha Khairul Mufid Jr Khamami Zada Khrisna Pabichara Kikin Kuswandi Koh Young Hun Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Korrie Layun Rampan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kristianto Batuadji Kritik Sastra Kunni Masrohanti Kunthi Hastorini Kuntowijoyo Kurie Suditomo Kurnia EF Kurniawan Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto Lan Fang Landung Rusyanto Simatupang Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Liestyo Ambarwati Khohar Linda Sarmili Liston P. Siregar Liza Wahyuninto LN Idayanie Lucia Idayani Lukman Asya Lusiana Indriasari Lynglieastrid Isabellita M Hari Atmoko M. Aan Mansyur M. Arman A.Z M. Bagus Pribadi M. Fadjroel Rachman M. Harya Ramdhoni Julizarsyah M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Luthfi Aziz M. Nahdiansyah Abdi M. Raudah Jambak M. Shoim Anwar M. Yoesoef M.D. Atmaja Maghfur Saan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Majalah Sastra Horison Maklumat Sastra Profetik Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Serenade Sinurat Mario F. Lawi Marluwi Marsel Robot Martin Aleida Martin Suryajaya Mashuri Matdon Mega Vristian Melani Budianta Melayu Riau Memoar MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftah Fadhli Miftahul Abrori Misbahus Surur Miziansyah J Mochtar Lubis Mohamad Ali Hisyam Mohammad Eri Irawan MT Arifin Mugy Riskiana Halalia Muhajir Arrosyid Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Qodari Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Muhidin M. Dahlan Muhlis Al-Firmany Mujtahid Mulyadi SA Munawir Aziz Murniati Tanjung Murnierida Pram Musa Ismail Musfi Efrizal Mustaan Mustafa Ismail N. Mursidi Nafsul Latifah Naskah Teater Nasrullah Nara Nelson Alwi Nenden Lilis A Nh. Anfalah Ni Made Purnama Sari Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Noura Nova Christina Noval Jubbek Novela Nian Nugroho Notosusanto Nugroho Pandhu Sukmono Nur Faizah Nurdin F. Joes Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi SA Nyoman Tusthi Eddy Nyoman Wirata Oka Rusmini Oktamandjaya Wiguna Oky Sanjaya Olanama Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste Patricia Pawestri PDS H.B. Jassin PDS. H.B. Jassin Penghargaan Hadiah Sastra Pusat Bahasa Persda Network Pipiet Senja Pramoedya Ananta Toer Pramono Pranita Dewi Pringadi AS Prita Daneswari Prof. Tamim Pardede sebut Bambang Tri Prosa Pudyo Saptono Puisi Puisi Kesunyian Puisi Sufi Puji Santosa PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya Qaris Tajudin R. Sugiarti Rachmad Djoko Pradopo Radhar Panca Dahana Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan KH Ratih Kumala Ratna Indraswari Ibrahim Ratna Sarumpaet Raudal Tanjung Banua Remy Sylado Reni Susanti Renny Meita Widjajanti Resensi Restu Kurniawan Retno Sulistyowati RF. Dhonna Rian Sindu Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Riki Utomi Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rohman Abdullah Rosidi Rosihan Anwar Rukardi S Yoga S. Jai S. Sinansari Ecip S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabam Siagian Sabrank Suparno Saiful Anam Assyaibani Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Rumah Ilalang Sanggar Teater Jerit Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Sartika Dian Nuraini Sastra Tanah Air Sastra Using Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sazano Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seli Desmiarti Selo Soemardjan Senggrutu Singomenggolo Seno Joko Suyono SH Mintardja Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sipri Senda Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sobih Adnan Sofian Dwi Sofie Dewayani Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sri Ruwanti Sri Wintala Achmad St Sularto Stefanus P. Elu Sukron Abdilah Sulaiman Djaya Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sungging Raga Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryansyah Suryanto Sastroatmodjo Susanto Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi Suyadi San Syaifuddin Gani Syaiful Amin Syamsiar Hidayah Syarbaini Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Taufik Abdullah Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat TE. Priyono Teguh Afandi Teguh Ranusastra Asmara Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tita Tjindarbumi Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Tosa Poetra Tri Lestari Sustiyana Triyanto Triwikromo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Tulus S Tulus Wijanarko Udo Z. Karzi Ugoran Prasad Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Utada Kamaru UU Hamidy Vera Ernawati Veronika Ninik W.S. Rendra Wahjudi Djaja Wahyu Hidayat Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Budiartha Widya Karima Wijaya Herlambang Wiji Thukul Willem B Berybe Wilson Nadeak Winarni R. Wiratmo Soekito Wita Lestari Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Y. Wibowo Yasser Arafat Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yonatan Raharjo Yonathan Rahardjo Yopi Setia Umbara Yos Rizal S Yos Rizal Suriaji Yudhi Herwibowo Yuka Fainka Putra Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zainal Abidin Zainal Arifin Thoha Zawawi Se Zen Hae